BAB 50. Mengumpulkan Bukti

6 1 0
                                    

"Bunda."

Winona menyambut kedatangan Bunda yang malah mengerutkan dahi. Winona memilih menunggu di teras, daripada harus berinteraksi dengan Arion. Kata Bunda, sejak diskors, Arion lebih sering di dalam kamar. Entah apa yang dilakukan cowok itu.

"Kenapa gak panggil Arion, terus masuk ke dalam aja?"

Winona meraih belanjaan Bunda, lantas mengekori Bunda masuk ke dalam rumah. Sudah beberapa hari, Winona tidak berkunjung.

"Ona memang sengaja mau menemui Bunda kok. Ada yang ingin Ona tanyakan sama Bunda soal Kuanta,"

Bunda mendadak terdiam. Hanya sesaat, wanita itu tersenyum lembut. Dia mengambil alih semua belanjaan, lalu membawa Winona ke lantai atas. Kamar milik Kuanta memang sengaja dikosongkan. Arion sendiri tidak keberatan akan keinginan Bunda.

"Kamu berhak marah kok. Bunda tahu itu salah, tapi Bunda tidak tega kalau harus memisahkan dia dari kamu,"

Bunda mengambil sesuatu dari bawah kolong tempat tidur. Sebuah kardus yang berisi tumpukan foto yang ukurannya berbeda-beda. Semua berisi wajah Winona, dengan berbagi ekspresi, dan usia. Mulai Winona masih kecil, hingga beranjak dewasa, ada di sana. Kuanta mengabadikan fotonya, melebihi orang tuanya sendiri.

"Dia memang memiliki obsesi sama kamu. Dia pernah bilang kalau gak akan melepas kamu apa pun yang terjadi. Bunda pikir kalau dia begitu sayang, hingga tidak ingin kehilangan. Nyatanya Bunda salah,"

Bunda menjeda sejenak. Sebagai seorang ibu, dia merasa gagal mendidik putranya sendiri.

"Kamu boleh marah sepuasnya sama Bunda tetapi tolong jangan membenci Kuanta, ya,"

Bunda menunduk dalam. Sejak dulu, Kuanta terkenal karena kecerdasannya, dan anak yang penurut. Tidak pernah terlintas dalam benak Bunda kalau Kuanta memiliki kelemahan yang di luar dugaan. Sebuah kegilaan yang tersembunyi di balik topeng sempurnanya. Semakin besar bayangan yang dihasilkan, semakin gelap pula dunia di sekitarnya.

"Ona gak marah, apalagi benci sama Anta. Bunda tau sebesar apa rasa sayang Ona ke dia 'kan? Ona akan melakukan apa pun untuk mengenang Kuanta dan mendapatkan pelaku di balik ini semua. Bahkan jika Ona mengetahuinya lebih awal, tak akan mengubah apa pun,"

Winona menggenggam tangan Bunda erat, membagikan keyakinan yang sama. Kalau masa lalu buruk Kuanta bukan masalah buat dia. Bagian terpenting adalah menemukan pelaku di balik kesengsaraannya.

Hingga dia lupa kalau ada seseorang yang juga tidak bersalah dan harus menanggung akibatnya.

"Sekarang Ona ingin Bunda ada di pihak Ona. Bunda harus jujur, apa yang sebenarnya kepala sekolah katakan saat itu?"

Bunda tidak langsung menjawab. Jelas sekali ada sesuatu yang coba Bunda sembunyikan, ada ketakutan besar tersembunyi di mata Bunda. Ada banyak pertimbangan yang kini terputar dalam benak wanita itu.

"Bunda percaya ama Ona, kan? Bunda tau kalau Ona bakal selesaikan ini semua,"

Sendirian, lanjutnya.

Winona tersenyum kecut, mengingat betapa hidupnya semakin sepi sejak Arion diskors. Beberapa kali, dia seperti merasakan kehadiran cowok itu saat harus membersihkan seisi gedung seorang diri. Dunianya kembali hancur. Namun, Winona segera sadar kalau itu adalah pilihannya.

"Flashdisk berisi kelemahan anak-anak high class seperti rantai yang mengikat semua orang yang terlibat di dalamnya,"

Dan Winona mulai menemukan arah dari perkataan Bunda. Tepatnya, dia punya data pendukung opini dalam kepalanya sekarang. Dia menarik Bunda dalam pelukannya, mengusap punggung Bunda.

"Terima kasih sudah menghadirkan Kuanta, Bunda. Terima kasih sudah memberi kisah semenakjubkan ini untuk Ona."

Karena Winona sadar kalau musuhnya tidak mudah untuk dikalahkan.

"Kuanta pasti sangat bangga sama kamu sekarang."

Hal ini pasti akan terjadi. Tidak bisa Winona hindari, saat mata coklatnya bertemu dengan mata elang Arion. Bunda seakan mengerti, lantas memberi keduanya ruang untuk mengobrol. Bunda menyadari ada yang salah dengan keduanya. Arion yang diskors, dan Winona yang tidak lagi berkunjung.

"Lo memaafkan kesalahan Kuanta dengan mudah, tapi.."

Sebelah sudut bibir Arion terangkat ke atas. Kekecewaan terbesar Arion adalah tidak pernah bisa mengganti Kuanta apa pun yang terjadi. Winona bahkan dengan tegas menyatakan penyesalan akan pertemuan mereka. Arion bahkan tidak mampu mengimbang sosok yang sudah tiada.

"Gue pernah bilang kan kalau lo bukan Kuanta, dan gak akan bisa jadi dia! Seharusnya lo tahu kalau posisi lo dan Kuanta jelaas berbeda dalam hidup gue. Gue lagi memikirkan sesuatu, kalau aja lo masih terikat dengan Tuan Cavandra, mungkin sekarang gue dan Kuanta bisa membentuk mimpi baru dan mewujudkannya. Lo akar masalah ini, Ar!"

Winona melakukan kesalahan untuk kedua kalinya.

"Gue akar masalahnya ya? Kalau gitu kenapa gak lo laporin aja ke polisi? Lo udah punya buktinya 'kan? Lo nunggu apalagi?"

Arion mengikis jarak, hingga Winona bisa merasakan wangi cowok itu. Sebisa mungkin, Winona membalas tatapan Arion yang mengintimidasi. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Arion menjauhkan tubuhnya, hingga tidak lagi tampak oleh mata coklat Winona.

Karena gue lagi cari bukti kalau lo bukan akar masalah ini, Ar.

Tangan Winona terkepal di kedua sisi tubuhnya. Setiap keputusan memiliki konsekuensi. Winona mengambil konsekuensi yang terlalu besar.

..

Bukan hanya satu, tetapi dua pihak sudah menegaskan hal yang sama. Akar permasalahannya ada di flashdisk. Bukan hanya Bunda, keluarga Deya juga menerima ancaman yang sama. Nama besar keluarga Deya terancam, kalau orang tahu kebodohan di balik kematian putri mereka sendiri.

"Cukup mengejutkan mendengar pengakuan Anda. Saya pikir Anda akan beralibi, seperti yang Anda lakukan di depan semua orang,"

Wanita di depannya penuh drama. Wajah lesu, dan tatapan memelas, seolah menginginkan pertolongan. Namun, jika mengilas balik isi jurnal milik Deya, Winona sama sekali tidak merasa iba, justru jengkel dengan sepasang suami istri yang begitu penuh drama. Bagaimana bisa, orang tua memperlakukan anaknya begitu kejam, hanya demi sebuah prestasi? Winona bahkan tidak bisa membayangkan rasa sakit yang Deya terima selama bertahun-tahun.

"Saya tahu kamu tidak akan percaya dengan mudah. Kamu patut mencurigai semua orang, sebab mereka berpotensi sebagai pelaku. Namun, satu hal pasti, putriku bukan pelakunya. Dia tidak terlibat sama sekali. Dia menjadi egois, menjadi penuh ambisi, itu karena kami. Dia hanya tidak ingin dihukum,"

Tuan Elaina memeluk erat tubuh istrinya, mengusap bahu wanita itu. Tubuhnya bergetar hebat, apa dia sungguh menyesal telah andil bagian dalam kematian putrinya?

Mereka baru menyadarinya sekarang? Dampak dari tekanan mereka terhadap mental Deya? Kenapa baru sekarang? Mereka menempatkan Deya dalam bencana besar.

"Menyesal pun tidak akan ada gunanya. Deya gak akan bangkit meski kalian menangisinya. Meski begitu, paling tidak, kalian sudah melakukan hal benar dengan memberitahu informasi ini sama saya,"

Dia benar kan? Deya pasti senang mendengar pembelaan orang tuanya sekarang, bahkan mereka bersedia menerima risiko dengan melawan kepala sekolah.

Winona tidak bodoh, hanya mendengar pernyataan itu tanpa merekamnya. Dua orang di hadapannya itu bisa berubah kapan saja.

"Bukti itu tidak akan cukup untuk menemukan pelakunya. Kamu butuh melakukan sesuatu."

Sesuatu? Sesuatu seperti apa yang pria itu maksud?

..

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang