BAB 19. Kamu dan Kenangan

19 1 0
                                    

Satu hari untuk persiapan menjadi sesuatu yang tidak mungkin mendapatkan hasil yang sempurna. Winona bahkan hampir menyerah di hari sebelumnya, mengingat betapa sulit menyatukan anak-anak yang hanya mementingkan diri sendiri. mereka menghabiskan waktu sampai tengah malam untuk mempersiapkan sebuah penampilan yang hanya berdurasi 8 menit tersebut.

Winona menguap lebar, meneguk lagi kopi kemasan untuk menghilangkan rasa kantuknya. Gadis itu bahkan tidak lagi tertidur usai latihan, memilih mencari pakaian yang tepat untuk digunakan. Kini, dia tengah diriasi oleh Bunda, dengan mata yang sesekali terpejam.

"Sudah selesai," ucap Bunda membuat gadis itu membuka mata.

"Riasan yang Kuanta suka ya, Bun. Natural dan gak terlalu banyak make up,"

Winona menatap pantulan dirinya di cermian. Pernah satu waktu, Kuanta kesal karena Bunda mendandani Winona berlebihan, memakaikan riasan yang tidak terlalu mencolok.

"Ona udah manis, jangan dibuat terlalu dewasa. Cantiknya Ona udah melampaui standar kok. Itu yang sealu dia katakan, padahal Ona juga ingin tampil seperti gadis di luar sana," sambungnya. Bunda memegang kedua pundak Winona, menguatkan gadis itu.

"Winona adalah yang termanis di sepanjang masa. Sekarang, ganti baju terus turun, takut telat kan? Masih banyak juga yang harus dipersiapkan," suruh Bunda, tidak membiarkan Winona larut dalam kesedihan. Tugas Bunda adalah memastikan Winona hidup dengan baik.

Winona mengambil dress selutut untuk dikenakan. Awalnya dia menolak, mengingat tidak memiliki kegiatan di atas panggung. Winona adalah tim di balik layar, bertugas memastikan drama berjalan sesuai yang dilatih. Namun, atas permintaan Arion, dia menurut saja. Tidak menyangka Arion sudah menyiapkan gaun itu untuknya.

Gadis itu menambah flat shoes sebagai penyempurna penampilannya. Ada begitu banyak kemungkinan, terutama selama penampilan dan Winona harus siap di segala situasi.

Arion mengulurkan tangan bukannya diterima, Winona malah melongos pergi begitu saja. Pria berkemeja putih itu hanya terkekeh dengan tingkah sang sahabat, mungkin?

"Malu heum?" tebaknya, pipi Winona kini semerah tomat. Gadis ittu menggeleng kuat, tidak berani membalas tatapan Arion.

"Bu komandan dipersilakan untuk masuk," ucap Arion menggoda Winona. Gadis itu hanya mendumel tidak jelas, masuk ke mobil silver yang baru kali ini dia lihat. Biasanya, dia akan pergi naik motor bersama Kuanta atau diantar oleh supir.

"Gugup?" Winona mengangguk kecil.

"Untuk apa khawatir sih, Na? Anak-anak itu gak mungkin mempermalukan diri sendiri, jadi tenang aja. Ya, meskipun agak sulit, tetapi mereka cukup bisa diandalkan. Relasi yang mereka miliki juga lumayan luas, meski kadang sulit untuk membuat mereka bekerja sama," ungkap Arion. Winona cukup dibuat takjub. Arion bisa mendekatkan diri dengan sempurna, hingga bisa membuat anak-anak nurut pada ucapannya.

"Gue masih belum bisa menebak mereka sih. Sejauh ini mereka tampak normal. Gue hanya menaruh curiga pada Feya, anaknya terlalu menyebalkan,"

"Jangan terpatok pada hal semacam itu, Na. Justru mereka yang tampak tenang dan meyakinkan, berpotensi jadi pelakunya. Jangan terpengaruh pada hal yang terlalu tampak jelas. Kalau perlu, lihat mereka dari sisi yang berbeda, supaya lo bisa menemukan sesuatu," jelas Arion.

"Gue gak terbiasa melakukan hal seperti ini. Setiap ada masalah, pasti Anta yang selesaiin. gue tinggal merengek dan Kuanta akan turun tangan. Gue hanya mengenal Kuanta selama ini," ungkap Winona, menatap ke luar jendela.

"Lo punya gue untuk berbagi, ceritakan aja semua, jadi kita bisa mendiskusikan apa pun, termasuk hal-hal kecil,"

"Apa gue bisa?"

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang