Sketsa setengah jadi tergeletak begitu saja di atas meja milik Winona. Rasa bimbang menghampiri, antara membuka privasi Kuanta atau mempertahankan prinsip untuk tidak melakukannya. Dia dan Kuanta sudah bersama sejak kecil, seharusnya tidak ada lagi yang perlu ditutupi. Winona selalu menceritakan apa pun, begitu pun sebaliknya.
"Tapi lo berubah sejak masuk high class, Anta. Lo jadi jarang berbagi sama gue," Winona mulai bermonolog, memperhatikan buku biru milik Kuanta tersebut.
Dia beranjak, meraih buku tersebut. Mungkin, dia akan menemukan sesuatu tentang high class di buku itu.
Pertemuan dengannya sangat tidak terduga. Ona-nya Anta yang akan aku jaga selamanya. Aku akan melakukan apa pun untuk membuat dia bahagia!
Sudut bibir Winona tertarik ke atas kala membaca kata demi kata tersebut. Rupanya Kuanta sering memperhatikan tingkah anehnya.
"Ona juga akan melakukan apa pun untuk Anta," gumam Winona memeluk buku itu.
Dia masih ingat kenangan manisnya dengan Kuanta.
Gadis berseragam putih biru itu mengambil jarak dengan pria di depannya. Kuanta bahkan harus memperlambat langkahnya. Gadis itu berhenti saat jaraknya dekat dengan Kuanta.
"Sini!" panggilnya, gadis itu menggeleng dengan bibir menggerucut sempurna.
Dia melangkah mundur, saat Kuanta mendekatinya. Kuanta terkekeh, gemas dengan tingkah sang sahabat.
"Mau kembali ke sekolah heum? Katanya pengen pulang terus nonton film barunya," bujuk Kuanta. Bujukannya berhasil, gadis itu tidak lagi melangkah mundur. Kuanta menarik dagu sahabatnya begitu lembut. Mata gadis itu tampak berkaca-kaca, membuat hati Kuanta lemah karenanya.
"Kenapa heum?"
"Kata Naina Ona gak boleh dekat sama Anta lagi," katanya menahan tangis.
"Kenapa gitu? Memangnya Ona ada salah sampai gak boleh dekat sama Anta?" Winona menggeleng, meremas seragam yang dia kenakan.
"Jujur sama Anta apa yang Naina katakan?" pinta Kuanta. Beberapa kali Winona membahas nama itu, membuat Kuanta penasaran dengan sosok Naina, dan alasan mempengaruhi Winona agar menjauh darinya.
"Ona gak pintar seperti Anta, jadi gak seharusnya berteman sama Anta,"
Kuanta menghela napas, berusaha menahan diri untuk tidak memaki nama Naina di hadapan sahabatnya. Kuanta menatap tepat di mata indah Winona, berjanji dalam hati akan memberi Naina peringatan agar tidak mengganggu sahabatnya lagi.
"Ona tau gak kalau Anta kadang iri sama Ona?"
"Kenapa gitu? Anta kan jenius, sering ikut olimpiade, dan juga punya banyak prestasi sementara Ona?"
Winona terkadang merasa sangat rendah saat berdekatan dengan Kuanta. Pria itu sangat sempurna dari segi apa pun.
"Anta gak bisa membuat sketsa, dan juga menulis cerita komik. Itu bakat yang gak ada tandingannya loh, Na. Orang bisa jadi jenius, saat mereka terus belajar dan tekun, tetapi tidak semua orang bisa memiliki bakat menggambar dan berimajinasi seperti Ona. Haruskah Ona merasa tidak percaya diri dengan bakat semenajubkan itu?" tutur Kuanta begitu sabar. Binar di mata Winona kembali.
"Benarkah?"
"Tentu saja, jangan merasa tidak percaya diri lagi, heum. Ona hebat dengan semua yang ada pada Ona," sahut Kuanta mengacak gemas rambut sang sahabat. Winona tersenyum hangat, kemudian masuk dalam pelukan sang sahabat. Wangi mint khas Kuanta yang sangat nyaman di indra penciumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
High Class
Mystery / Thriller... Kuanta Agran adalah siswa dengan segudang prestasi, ranking 1 paralel dari high class dan tidak pernah tergantikan. Nama yang dielu-elukan akan mendapat golden ticket sesuai misi High Class. Namun, Kuanta tidak pernah sampai di tujuan. Si ranki...