BAB 43. No Name

5 1 0
                                    

"Jadi, apa analisa lo?"

Dirga membuka percakapan setelah memesan minum serta makanan ringan untuk mengisi kekosongan mereka. Cowok itu menyadari kalau Winona memiliki kemampuan khusus hingga bisa mengalahkan anak-anak high class yang lainnya.

"Gue akan jawab, tetapi lo juga harus menjawab semua pertanyaan gue nanti, gimana?"

Cowok itu tertawa, lantas mengangguk sebagai bentuk persetujuan. Baginya, gadis yang tengah memainkan jemarinya di atas ponsel itu, cukup menarik. Baru kali ini ada seorang gadis yang bisa mengimbangi Kuanta. Seperti duplikan cowok itu saja.

"Lo yang mengirimkan teror pada anak-anak high class 'kan? Tiga pemegang kekuasaan tertinggi di high class menempatkan nama lo sebagai orang yang paling dibenci, padahal lo bukan orang yang perlu diperhitungkan. Lo bukan anak high class."

Pernyataan Winona bukan tanpa dasar yang kuat. Sejak menemukan nama Dirga di jurnal tiga orang paling berpengaruh di high class, cukup mengundang rasa curiganya pada cowok itu. Selain itu, Dirga juga mengikui jejaknya hingga ke rumah Soraya, atau mungkin memang sejak lama Dirga sudah mengetahui kebenaran tentang Soraya?

Intinya Winona yakin kalau Dirga terlibat terkait teror yang diterima anak-anak high class.

"No name, lo sengaja menggunakan user yang sama dengan media sosial lo, untuk memancing gue 'kan?" sambung Winona.

Dirga seperti memahami situasi yang terjadi saat ini. Cowok itu pasti belajar dari situasi yang dialami oleh Biner juga. Pengalaman memang guru paling baik.

Cowok itu tidak langsung menjawab, malah menempatkan fokusnya pada wajah Winona. Perbedaan semakin jelas di raut wajah gadis itu. Dia tahu betul seperti apa karakter Winona sebelum kematian Kuanta.

"Lo tampak lebih dewasa sekarang. Lebih tepatnya aura lo lebih kuat, dibanding dulu,"

Winona mengerutkan dahinya. Sebanyak apa sebenarnya Dirga mengetahui identitasnya. Cowok itu bahkan memberikan kode yang mudah ditebak, demi bisa bertemu dengan dirinya. Dirga seperti memahami kalau Winona akan melakukan hal yang dulu Kuanta lakukan.

"Gue dan Kuanta pernah membahas hal ini bersama. Keinginan untuk mematahkan sistem yang membuat anak-anak kehilangan hati nurani, muncul setelah Kuanta mengetahui fakta mengerikan di balik kematian Biner. Tujuannya berubah drastis. Meski tidak mudah untuk menggoyahkan dia," urai Dirga.

Kuanta mengubah tujuannya setelah bertemu Dirga. Artinya, cowok itu memegang kunci yang bisa meruntuhkan high class.

"Sebenarnya sebanyak apa yang lo ketahui terkait high class?"

Ada sesuatu yang tersembunyi. Sesuatu yang hanya bisa ditemukan, dengan kunci dari Dirga. Situasi yang terjadi pada Biner, pasti sama persis dengan yang terjadi pada Kuanta.

"Intinya, lo gak boleh menunjukkan kelemahan lo, kalau tidak ingin terjebak dalam ambisi yang sama dengan anak-anak itu. Mereka diperalat oleh seseorang, dengan alasan sisi lemah akan terbongkar. Ah, mungkin akan lebih bagus kalau menyebutnya sisi gelap saja,"

Salah satu alasan seseorang disebut manusia karena mereka masih memiliki kelemahan atau kekurangan. Namun, sepertinya kelemahan hanyalah aib bagi anak-anak high class. Bukan hanya soal kecerdasan akademik, tetapi juga soal segala sisi yang dimiliki anak-anak tersebut.

"Kenapa lo gak muncul dan langsung membuka kotaknya saja. Lo memegang kunci penting untuk meruntuhkan high class, lalu kenapa lo diam aja? Kenapa lo malah meneror anak-anak itu bahkan membuat seseorang jadi korban,"

Kenapa cowok itu harus meneror anak-anak high class, berusaha menjatuhkan reputasi kelas itu, bahkan membuat seseorang jadi korban.

Kedatangan pelayan membuat interaksi mereka terhenti sejenak. Winona dengan pikiran yang mulai menebak-nebak, sementara Dirga mulai sibuk dengan kopi kesukaannya. Tidak banyak informasi yang dipertunjukkan lewat ekspresi wajahnya.

"Gue mungkin bisa membuka kotaknya, tapi tak bisa meruntuhkannya, karena begitu banyak penyangga. Untuk itu, penyangganya harus diruntuhkan satu per satu. Lo pasti paham maksud gue dengan jelas, Winona Zaviera."

"Jadi.."

"Lawan lo bukan hanya satu orang, Na. Orang-orang yang dipenuhi ambisi, akan berusaha untuk mendorong lo keluar dari rumah mereka. Orang-orang itu akan tetap mempertahankan kegilaan demi tercapainya tujuan mereka. Tidak peduli, jika harus merobohkan penyangga lain. Mereka akan terus berpikir kalau mereka cukup kuat untuk mempertahakan sistem yang ada,"

Penjelasan Dirga seharusnya sudah cukup. Satu hal yang akhirnya dia pahami. Sosok di balik no name ada di pihak mereka.

"Apa lo seorang diri?"

Winona penasaran akan sesuatu.

"Mungkin lo bisa menebak siapa saja yang ada di pihak kita sekarang ini. Mungkin jalannya saja yang sedikit melenceng,"

Jadi Mrs. Monalisa dan Mr. Richard sejalan dengan no name.

Harusnya ini memudahkan Winona, bukan? Dia memiliki orang-orang hebat di pihaknya. Orang-orang yang memiliki tujuan yang sama. Namun, anehnya, Winona justru merasa marah akan fakta tersebut. Fakta bahwa satu korban jatuh, dan itu karena mereka.

..

Mereka punya kelemahan. Mereka juga punya cerita menyakitkan. Mereka menjadi bagian dari high class dengan tujuan mengubah hidup mereka. Persaingan yang ketat, menjadikan mereka lupa diri. Lupa kalau mereka tetaplah manusia. Mereka tetap memiliki kelemahan.

Tidak sekalipun Winona melepas pandangannya dari cowok yang sedang menangkap objek yang bagus. Setelah mengambil gambar, cowok itu akan kembali mengecek hasilnya. Dirasa sempurna, barulah dia beralih pada objek lain. Setelah burung yang terbang, berhasil ditangkap, kini kameranya mengarah pada langit bersih yang menemani liburan mereka hari ini.

Sesuai janji, Winona pergi ke tempat yang sama bersama Arion dan Liana. Biasanya hanya Kuanta yang menemaninya bermain ayunan hingga puas. Mereka akan menghabiskan waktu dengan bermain di tepi pantai, memberi makan burung atau berlarian di atas pasir putih. Hingga petang tiba. Winona akan duduk di atas ayunan dan Kuanta berdiri di belakangnya, menyaksikan langit senja yang menandakan berakhirnya satu hari yang begitu melelahkan.

Kembali ke tempat yang sama dengan orang yang berbeda.

Arion sendiri masih asik dengan dunia per-fotoannya, mencari objek yang menarik, hingga kameranya mengarah pada gadis yang sedang mengayunkan kakinya di atas ayunan. Dia mengambil beberapa gambar gadis itu dari sisi samping dan belakang.

"Ayo beri makan burungnya,"

Ajak gadis itu berdiri tiba-tiba, berlari ke arah Liana yang sedang bersantai di pondok. Gadis itu berbincang sejenak dengan Liana, lalu kembali membawa bungkusan berisi roti. Tangan gadis itu terulur, membuat beberapa burung putih mendekat dan mulai mematuk roti yang disodorkan.

Pose Winona yang sedang memberi burung makan, tampak bagus dijadikan objek foto. Arion tersenyum, menatap hasil tangkapannya.

"Ar, sini bantuin. Burungnya makin banyak loh!" panggil gadis itu menyadarkan cowok yang sedang terpukau pada hasil jepretannya. Okay, tepatnya pada objek yang berhasil diabadikannya.

"Nih, kasih mereka makan juga," ucap Winona memberikan bungkus roti pada Arion.

Cowok itu tidak menolak, melakukan hal yang sama hingga beberapa burung mendekatinya.

"Ar,"

"Heum?"

Winona menyudahi aksi memberi makan hewan tersebut. Kini, fokusnya hanya pada Arion.

"Lo tau apa yang gue butuhkan, tanpa harus gue minta. Lo tau apa yang gue suka. Lo tau semua tentang gue. Oke, lo memang ada di lembaran kisah lama gue, dan bodohnya gue sama sekali gak ingat apa pun. Soya bilang, dia juga ada.."

Winona menarik napas panjang. Entah sebanyak apa memori yang hilang.

"Memangnya lo mau mendengar cerita gue yang gak penting?"

"Ck, kenapa lo selalu merasa diri lo gak penting sih?"

Dan sekarang, Winona menemukannya. Sesuatu yang sejak lama ingin dia ketahui. Letak kelemahan Arion.

"Gue akan cerita setelah twilight. Gue gak mau merusak senja kesukaan lo, dengan cerita gue."

Arion kembali melakukan sesuatu untuk Winona. 

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang