BAB 27. Berkelanjutan

17 1 0
                                    

High Class selalu mencetak sejarah dengan kemenangan yang selalu berpihak pada mereka. Untuk bisa menjadi bagian dari kelas itu pun membutuhkan kemampuan akademik tingkat tinggi. Ingat akan prinsip kelas ini, Be genius! Be the one!

Jadilah orang yang jenius dan jadi satu-satunya. Hanya satu yang terbaik dari yang terbaik. Jika tidak jenius, maka tidak ada masa depan. Begitulah kelas ini terbentuk dan kemudian menjadi perbincangan banyak orang. Awalnya, SMA Metana disebut berbeda, dikarenakan kelasnya berdasarkan kemampuan akademik. Fakta bahwa tidak semua orang pintar selalu memiliki masa depan baik. Namun, seolah tuli dengan semua itu, sang pemimpin tetap melanjutkan misinya.

Terbentuklah sekolah yang harus menyaring anak-anak paling jenius untuk ditempatkan di high class. Iming-iming masuk NASA dan masa depan yang cerah, menjadikan kelas ini primadona. Ide yang tercetus dari guru baru bernama Mr. Christ, yang akhirnya menjadi pemimpin sekolah itu hingga detik ini. Tidak ada yang bisa menggeser posisi serta kekuasaan beliau. Terlalu kuat untuk itu, ditambah lagi prestasi yang membuatnya begitu disegani. Di bawah naungan beliau, high class semakin dikenal, hingga sayapnya terkepak luas.

Otoritas, setiap guru diberi hak istimewa hanya satu kali, selebihnya kepala sekolah yang menentukan segalanya. Kecuali, jika suara terbanyak diraih oleh para guru.

"Apa ada lagi yang membuatmu penasaran?"

Winona menghubungi Monalisa, mengajaknya untuk bertemu. Sejarah tentang SMA Metana termasuk awal mula berdirinya high class mengganggu pikiran gadis itu. Itulah sebabnya dia mengajak wanita yang lama mengabdi pada SMA Metana itu untuk bertemu.

"Berarti sebelum menikah, Pak Christ hanya guru biasa, tepatnya sebelum dia mengutarakan ide gilanya?"

"Begitulah adanya."

Monalisa sudah mengikuti Mr. Christ sejak usianya masih muda. Mereka sama-sama mengabdi pada sekolah yang dulunya masih normal itu, sampai ide gila pria itu mengubah segalanya.

"Kenapa harus satu orang yang berhak mendapatkan golden ticket sementara ada 20 orang yang menjadi bagian dari kelas tinggi itu?"

"Sederhana saja, persaingan masuk NASA gak mudah, begitupun untuk mendapatkan kepercayaan dari mereka. Menurutmu, kenapa sekolah kita bisa terkoneksi dengan badan penerbangan dan antariksa itu?"

Winona mulai paham. Pasti bukan hal mudah mendapatkan kepercayaan dari para pemimpin NASA. Namun, haruskah dengan cara seperti ini.

"Padahal menjadi dokter lebih bermanfaat daripada jadi astronot," celetuk gadis itu, mengundah tawa dari Monalisa. Kalau dipikir-pikir menjadi astronot hanya sebatas pergi keluar angkasa. Ya bagus, kalau ada penemuan baru, kalau hanya sekedar pergi melewati antar planet saja, percuma 'kan?

"Anakku masuk NASA loh, anakku masuk high class, kelas paling bergengsi itu, loh. Kebanggaan semata mungkin bisa jadi alasannya. Saya juga cukup prihatin dengan keinginan para orang tua yang seringkali tidak mempertimbangkan mental anak-anak mereka. Beberapa kali saya menemukan orang tua murid yang terus menekan anaknya agar sesuai keinginan mereka," urai Monalisa.

Dia meraih minum lantas meneguknya. Beberapa kasus ambisi orang tua bahkan membuat anak-anak mereka jadi korban.

"Mungkin itu yang sebagian besar dialami oleh anak-anak high class," timpal Winona.

Hening, kedua wanita terpaut usia cukup jauh itu sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Bagaimana dengan Kelly?" Satu hal yang mengganggu pikiran Winona adalah nasib Kelly. Rasa curiga masih ditaruh pada ranking dua itu, tetapi di sisi lain, dia cukup penasaran dengan bagaimana kelanjutan, setelah penentuan bahwa Kelly akan menggantikan posisi Kuanta.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang