BAB 36. His Inteligence

8 0 0
                                    

Tidak mengikuti atau terlibat dalam ekskul apa pun!

Arion sudah melanggar peraturan yang ada di high class. Cowok itu bahkan terjun langsung, meliput konferensi pers yang dilakukan orang tua Deya, bahkan menuliskan artikel serta menggunggahnya. Meski, semua yang dia lakukan demi kebaikan ekskul yang selalu di bawah kekuasaan otoriter dari kepala sekolah, tetap saja sudah melanggar peraturan yang ada. Dia adalah bagian High Class, dan harus menuruti peraturan yang ada.

Peringatan pertama, tinggal menunggu hukuman yang akan diterima cowok itu. Sebenarnya Winona ikut andil dalam hal tersebut. Namun, Arion menegaskan kalau dia yang berperan, tanpa Winona, alhasil hanya cowok itu yang menanggung akibatnya.

"Ar," panggil Rio-ketua sementara klub Jurnalistik. Cowok yang tadinya akan ke ruang kepala sekolah itu menghentikan langkahnya, menunggu Rio menghampirinya.

"We are sorry, gara-gara kita, lo jadi kena imbasnya. Harusnya, kita gak mundur begitu saja," sesal Rion.

Arion berusaha meyakinkan pengganti sementara itu untuk tetap menuruti permintaan kepala sekolah, sampai dia menemukan solusi. Namun, akibat terlalu muak, Rio lepas tangan, begitupun dengan anggota yang lainnya. Sekarang, Arion yang notabenya anak high class harus menanggung akibat kinerja mereka yang gagal.

"Santai aja, Yo. Ini bukan masalah besar buat gue. Gue bisa mengatasi ini dengan mudah,"

Arion menepuk bahu sahabatnya itu. Wajar sih. Mereka terpaksa menuruti keinginan kepala sekolah. Hanya menulis artikel sesuai keinginan pria berkepala botak itu. Kalau dipikir-pikir, Arion terlalu lama menunda untuk bertindak. Dia terlalu sabar menghadapi semua perilaku Mr. Christ selama masa jabatannya.

"Apa yang akan lo lakukan? Gimana kalau lo dikeluarkan dari high class? Winona gak mungkin bisa menyelesaikan kasus ini seorang diri. Kenapa lo gak biarkan Winona aja yang dilibatkan, maksud gue.."

Rio menghela napas. Sebelum Arion memutuskan masuk high class untuk mengungkap misteri kematian Kuanta, mereka sudah mendiskusikan semua lebih dulu. Rio sang wakil, diangkat sementara sampai Arion menyelesaikan misinya.

"Lebih baik kalau lo yang tetap di high class. Winona gak akan bisa melakukan apa pun sendirian. Kita semua juga tau itu 'kan? Dia bergantung pada Kuanta selama ini. Kalau lo keluar dari high class, gak bakal ada yang selesai," sambung Rio menggebu-gebu.

"Ck, pikiran lo terlalu jauh, Men. Ya kali melanggar satu peraturan, bisa membuat gue dikeluarkan secara tidak terhormat,"

Arion tertawa santai, mengurangi ketegangan di wajah Rio. Kalau Arion dikeluarkan, sungguh Rio akan merasa bersalah. Semua akan berantakan kalau sampai itu terjadi.

Winona tidak bisa melakukan apa-apa seorang diri?

Winona selalu bergantung pada Kuanta lalu Arion.

Tanpa sadar perkataan Rio yang meragukan Winona, membuat sang empunya nama bertekad untuk melakukan semua seorang diri. Dia ingin membuktikan kalau dia bisa mendapatkan pelakunya, tanpa Arion.

"Udahlah, gue bisa menangani si botak. Santai aja, lo fokus aja sama klub jurnalistik sekarang. Anggap aja gak ada apa-apa,"

Arion menepuk bahu Rio lagi, lantas melanjutkan langkahnya. Dia disambut senyum miring kepala sekolah yang duduk di singgasananya. Benar saja, sejak kalah telak terkait kekuasaan terhadap ekskul, kepala sekolah sudah menetapkan kalau anak satu itu adalah musuh yang perlu diperhitungkan. Anak dengan intellegensi yang bagus. Pantas saja Ario tidak terbawa arus ambisi, meski sebenarnya dia bisa mendapatkan semua yang diinginkannya, termasuk hak istimewa dan golden ticket to NASA.

High ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang