Hujan mengguyur bumi dengan deras ketika petang beranjak datang. Aku masih berada di kantor. Setelah obrolan panjang dengan Eli sore tadi, otomatis membuat pekerjaanku tertunda dan menyebabkan aku harus lembur untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Mungkin aku baru bisa menyelesaikannya sekitar jam sembilan, atau malah nanti tengah malam. Yang jelas aku tidak mau menundanya samapai besok karena besok adalah weekend dan aku tidak ingin pikiranku masih terbelenggu dengan berkas-berkas dingin yang masih belum tersentuh di kantor. Setelah menikah, aku ingin menghabiskan waktu liburanku di rumah bersama suamiku.
Dering telepon membuyarkan konsentrasiku. Nama 'suamiku' tertera dilayar, dan tentu saja membuatku menunda kembali pekerjaan untuk mengangkat telepon itu.
"Iya sayang...." Beberapa hari ini panggilan sayang, honey, love atau semacamnya menjadi panggilan familiar kami sehingga menyebabkan efek kehidupan rumah tangga kami menjadi begitu hangat sehangat mentari pagi.
"Kenapa belum pulang?" aku mendengar suara pintu di tutup. "Aku baru saja sampai di rumah dan melihat rumah kosong."
Aku berdehem kecil. Lupa pamit pada Reinard bahwa hari ini aku harus lembur.
"Maaf....aku lupa memberitahukannya padamu bahwa hari ini aku lembur." Ada sedikit nada kecewa dalam suaraku. Seharusnya di jam segini aku sudah berada di rumah dan melayaninya.
"Lembur? Sendirian?"
"Iya."
'Tapi diluar hujan deras sayang...."
Aku tertawa. "Hujannya di luar honey, dan aku berada di dalam gedung. Mustahil bisa basah...." Aku ingin menggodanya dengan kalimat erotis, namun urung kulakukan. Karena aku bisa saja berlari pulang sekarang setelah mengatakan hal itu.
"Baiklah....jam berapa kamu pulang?" Tanya Reinard kemudian. "Aku akan menjemputmu."
"Tidak perlu. Aku bisa memesan taksi nanti." Sahutku. Hari ini aku memang tidak membawa mobil karena alat transportasiku itu sedang dalam perbaikan di bengkel.
"Kamu yakin aku tidak perlu menjemputmu sayang?"
"Yap! Seribu persen. Aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku, dan tunggulah di rumah." Aku menggigit bibirku. "Dan usahakan jangan tertidur oke?"
Kudengar Reinard tergelak. Akhir-akhir ini aku sering mendengarnya tertawa dan aku merasa sangat bahagia. Image Reinard yang dingin dan kaku perlahan mulai menghilang.
"Baiklah...baiklah....aku akan menunggu dan sama sekali tidak akan terpejam, meskipun kamu akan pulang subuh."
Aku tertawa. Setelah saling bertukar kalimat 'miss you' dan 'love you'. Akhirnya aku kembali mematikan ponselku.
*****
Tepat pukul sepuluh malam, aku selesai dengan pekerjaanku. Setelah mematikan laptop,disusul lampu ruang kerjaku dan menutup pintu, aku bergegas turun menuju lobi. Suasana sudah sangat sepi, hanya ada seorang security yang duduk terkantuk-kantuk di pojokan. Melihatku, security itu tersenyum, dan aku membalasnya dengan senyuman sambil berjalan keluar gedung.
Hujan masih mengguyur, meskipun tak sederas tadi. Aku mengutuki diriku sendiri yang tidak membawa payung atau tadi menolak dengan tegas ketika suamiku menawarkan diri untuk menjemputku. Ketika waktu sudah beranjak malam, aku yakin dia sudah tertidur dan aku juga tidak tega untuk menyuruhnya datang.
"Aku tahu, kamu pasti bingung kan?" sebuah suara familiar membuaku menoleh. Seketika senyumku mengembang ketika sosok itu berjalan menuju ke arahku.
"Sayang.....kenapa sampai sini?" kebahagiaanku membuncah ketika suamiku tiba-tiba sudah berdiri di depanku membawa sebuah payung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
Literatura Kobiecaaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.