Semakin mendekati hari-H, aku dan Reinard makin disibukkan oleh berbagai macam kegiatan menjelang pernikahan. Setelah beberapa hari yang lalu kami sempat menghadiri acara makan malam keluarga, dan secara resmi diperkenalkanku dengan keluarga besar Saputra. Bahkan kakak perempuan Reinard yang berada di Perancis pun hadir dalam acara ini. Namanya Marina, seorang chef dan memiliki seorang anak perempuan blasteran Indo-Perancis bernama Lili.
Keluarga Saputra menyambut kedatanganku dengan baik, meskipun aku masih berusaha menyesuaikan diri dengan segala kebaikan yang Teguh Saputra—papa Reinard—berikan kepadaku. Entah kenapa, aku masih merasa canggung berada di depannya. Mungkin karena kami memang baru saja bertemu beberapa kali.
Namun aku benar-benar merasa tersanjung dengan kebaikan Marina, dia memintaku untuk menjaga Reinard dengan baik karena pria itu satu-satunya adik sekaligus saudara yang ia miliki. Terlebih lagi ketika mama dan papa mereka memutuskan bercerai Ketika Reinard duduk di bangku SMA, Marina hanya hidup berdua dengan Reinard sepanjang waktu karena papa mereka sibuk dengan bisnisnya.
Begitulah, semua hal mengalir seperti air. Selain sibuk beradaptasi dengan keluarga baru kami masing-masing, kami juga disibukkan dengan undangan, souvenir pernikahan, gedung resepsi dan bahkan kami sibuk menatap sebuah apartement baru kami yang akan kami tinggali nanti. Aku tidak tahu apa alasan Reinard memilih apartement yang sedikit lebih jauh dari tempat kerja kami. Apartement ini berada di pinggiran kota, dan tidak terlalu ramai. Namun pemandangan yang dihadirkan sungguh luar biasa. Kami bisa menikmati kerlip indah lampu kota di malam hari, juga sunset yang begitu memukau.
Mungkin inilah alasan Reinard memilih apartement ini. Bahkan aku juga tidak tahu kapan Reinard memiliki salah satu unit di Gedung apartement ini. Ketika pertama kali kami datang, kondisinya sudah berdebu. Seperti apartement yang sudah lama tidak ditinggali. Aku yakin Reinard sudah lama membelinya, dan ini bukanlah hadiah pernikahan darinya untukku.
Hari ini, dua hari menjelang pernikahan adalah hari terakhirku untuk bersenang-senang sebelum besok aku mulai dipingit tidak boleh keluar rumah meskipun hanya ke minimarket untuk membeli sabun mandi. Jadilah, hari ini aku, Reza dan Eli melakukan bridal shower kecil-kecilan di apartement Reza. Sebenarnya aku tidak berninat melakukan acara seperti ini, karena membuang-buang waktu. Namun tentu saja kedua sahabatku itu tidak terima dengan 'penolakanku' dan berhasil menjemputku di kantor sore tadi. Untung saja, aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku sejak kemarin dan menyerahkan sisanya pada Rini—asisten kepercayaanku selama aku cuti menikah dan bulan madu.
"Gimana menjelang hari H Jul?" tanya Reza Ketika kami tiduran di lantai—bertiga. Kepala kami berkumpul menjadi satu membentuk lingkaran. Suasana sekeliling kami sudah cukup berantakan. Ada sisa-sisa kertas warna-warni yang berceceran, dinding-dinding yang dihias dengan banyak balon dan tulisan-tulisan dan yang tidak kalap adalah wajahku yang kini sudah lebih buruk dari make-up badut ulangtahun. Penuh comeng karena mereka berdua benar-benar mengerjaiku habis-habisan kali ini.
"Cukup bisa diatasi." Jawabku sambil terus menatap langit-langit yang berwarna putih bersih.
"Enggak deg-deg'an?"
"Elaaah....lo tahu sendiri jawabannya kan?" timpal Eli cepat.
"Ya gue kan basa-basi neeeeeek." Sungut Reza kesal.
Aku meringis mendengar kedua sahabatku saling beradu mulut seperti itu. Hal yang setiap hari kudengarkan, dan aku lebih dari biasa.
Ku akui, aku benar-benar tidak bisa melukiskan perasaanku sekarang. Antara cemas, takut dan tentu saja deg-deg'an. Sudah beberapa hari ini aku insomnia dan berakhir dengan menenggak obat tidur, meskipun aku tahu efek sampingnya akan sangat berbahaya jika aku terus-menerus mengkonsumsi itu. Namun aku harap, setelah menikah dan semua rentetan keribetan pernikahan ini selesai, aku sudah bisa kembali mengatur jadwal tidurku menjadi normal lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.