Hari minggu, adalah hari paling membahagiakan karena aku bisa bersantai di rumah untuk bermalas-malasan atau sekedar olahraga cardio. Aku memang paling malas datang ke tempat gym untuk berolahraga, alhasil jika ada kesempatan aku selalu menggelar matras di rumah untuk melakukan hal tersebut.
Aku sedang melipat matras ketika Reinard keluar dari kamar. Wajahnya khas i bangun tidur, namun sama sekali tidak membuat aura tampannya memudar meskipun ia terlihat berantakan. Sudah beberapa minggu tinggal dengan Reinard, aku tahu beberapa kebiasannya. Ia paling tidak suka tidur dengan lampu padam, berkebalikan denganku. Untung saja, dia masih bisa menggunakan lampu tidur. Aku sering juga mendapatinya mengigau tidak jelas, dan tepukan di pundaknya berhasil membuatnya kembali tidur dengan tenang layaknya bayi.
"Mau dibuatin sarapan?" aku meletakkan matrasku di pojok. Salah satu tanganku terulur menarik handuk di pundak lantas menyeka keringat di pelipisku. "Kamu mau makan apa?"
Reinard menatapku, kulihat wajahnya tiba-tiba memerah. Aku menunduk, astaga! Aku hanya mengenakan bra olahraga yang memperlihatkan pusarku serta celana training yang mengikuti lekuk tubuhku.
Aku histeris, segera berlari ke dalam kamar dan mengambil sebuah kaos yang agak besar. Selama ini aku sudah sering berolahraga di depan Reinard, namun biasanya aku menggunakan kaos sebagai atasan. Hanya saja aku pikir hari ini dia belum bangun jadi aku bisa mencoba memakai pakaian olahragaku yang baru.
"Sorry.....sorry...kalau bikin kamu enggak nyaman." Kataku ketika sudah keluar kamar.
Reinard tertawa, kali ini ia bisa memandangku dengan leluasa. "Jangan memakai pakaian itu di depan pria lain ya Jul." ia menarik handuk yang masih aku genggam dan menyeka sisa keringat di wajahku.
Aku tersipu. Sepagi ini sudah mendapatkan gombalan yang aduhai dari suamiku.
Akh, sebenarnya jika aku tanpa busana pun aku tidak yakin jika dia akan berhasrat padaku.
"Oh ya, kamu mau makan apa?" aku mencoba menetralkan perasaan termehek-mehekku di pagi hari seperti ini. "Nasi goreng selimut gimana?"
"Nasi goreng selimut?"
Aku berjalan menuju kulkas. "Iya. Selimutnya dari telur dadar." Sahutku sambil membuka kulkas lalu mengambil telur beserta daun loncang dari sana.
"Baiklah, kalau gitu aku yang buat telur dadarnya ya?"
Aku menoleh dan mendapati Reinard sudah memegang spatula sambil tersenyum.
"OKE!" aku mengangguk antusias.
Kami mulai bergelut dengan tugas kami masing-masing. Reinard sibuk dengan telur-telur yang akan di gorengnya. Meskipun tangannya terlihat kaku, tapi ia berhasil memecah telur tanpa membuat cangkangnya masuk ke dalam mangkuk. Sedang aku sibuk menyiapkan bumbunya. Karena sedang malas mengulek, aku menggunakan food chopper tanpa susah-susah capek.
Tidak lebih dari dua puluh menit, akhirnya nasi goring selimut kami jadi. Makanan sederhana yang menjadi sangat luar biasa bagiku karena aku memasaknya dengan seeorang yang istimewa. Sepanjang menjadi suami-isti, baru kali ini kami masak bersama. Biasanya aku yang menyiapkan dan Reinard tinggal makan. Tapi kami lebih sering memesan makanan. Pikirku, aku tidak pandai memasak, dan aku rasa Reinard akan bosan jika hanya makan itu-itu saja.
"Jul, minggu depan sibuk enggak?" Tanya Reinard di sela-sela makan.
Aku menghabiskan kunyahanku.
"Enggak begitu sih."
"Bisa ambil cuti?"
"Cuti?" Aku mengerutkan alisku. "Kenapa?"
"Marina minta kita datang ke Perancis untuk merayakan ulangtahun pernikahannya." Reinard meneguk air putihnya. "Kalau kamu bisa cuti, bagaimana kalau kita datang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
Chick-Litaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.