50

714 37 0
                                    


Aku melihat bibir pucat itu tersenyum kepadaku dengan mata sayunya yang tak berhenti menatapku. Wanita di atas tempat tidur itu terlihat berkedip beberapa kali, mungkin ia sedikit terkejut dengan kedatanganku yang mendadak ini.

"Oh, aku bawakan beberapa buah segar." Buru-buru aku meletakkan bingkisan buah yang sejak tadi ku pegang ke atas nakas. Aku merasa kikuk ditatap dengan sorot seperti itu. seandainya saja aku bisa mengeluarkan aksi protesku, bahwa aku bukan artis atau seseorang yang dikasihani karena bukan wanita pertama di hati Reinard. Namun bibirku tetap terkatup. Aku hanya ingin terlihat sebagai wanita anggun di depan Rena, agar ia bisa berfikir bahwa Reinard memang tidak salah dalam memilih istri meskipun aku berusia lebih tua.

"Makasih udah datang mbak.....Namaku Rena...." Rena mengulurkan tangannya. Namun bukannya menerima uluran tangan itu, aku malah menoleh pada Reinard yang berdiri di sampingku. Entah apa maksudku dengan menatap suamiku seperti itu. apakah aku sedang meminta pertimbangan, apa aku perlu membalas sambutan Rena terhadapku?

Reinard hanya mengerjapkan matanya lalu tersenyum tipis.

"Iya....makasih." aku akhirnya menerima uluran tangan itu. jemari ringkih yang kupegang ini terasa sangat dingin. Ada sedikit perasaan bersalah di hatiku, karena tidak mengijinkan Reinard menemuinya beberapa hari terakhir. Namun perasaan bersalah itu segera ku tepis. Bukankah Reinard pria beristri? Untuk apa ia menunggu wanita lain selain istrinya?

"Mas Reinard sering bercerita tentang mbak Julia. Ternyata dari deket, mbak Julia sangat cantik."

Apakah dia sedang memujiku? Atau hanya ingin mengambil hatiku agar aku tidak bersikap kejam kepadanya?

"Benarkah dia sering menceritakan aku padamu?" aku melirik Reinard dan kulihat pria-ku itu tenang-tenang saja.

Rena mengangguk. "Iya. Dan juga sering memperlihatkan foto mbak Julia padaku."

Aku menunduk, menahan senyum yang hampir saja muncul tak terkendali dari bibirku.Bagaimanapun juga hatiku terasa sangat bahagia mendengar apa yang Rena katakan.

"Mari kita duduk Jul." Aku lihat Reinard sudah menggeser kursi dan meletakkannya di samping tempat tidur. Sedetik kemudian, ia telah membimbingku agar duduk di kursi tersebut, sedangkan ia duduk di kursi satunya.

Sebenarnya aku ingin segera mengajak Reinard pulang. Aku tidak berfikir ia akan mengajakku duduk dan berbicara beberapa hal ringan dengan Rena. Aku tidak suka berasa-basi, apalagi beberapa kali Reinard dengan sengaja mengambilkan Rena minum ketika gadis itu. merasa kehausan atau bahkan menyelimuti tubuh gadis itu ketika selimut Rena tersingkap. Aku risih, dan jujur saja aku cemburu. Hal-hal semacam itu seharusnya hanya dilakukan kepadaku.

Namun bagaimanapun juga, mereka adalah sahabat sejak kecil. Punya sebuah ikatan tak kasat mata yang aku tidak berhak untuk memutuskannya.

******

Sekitar pukul Sembilan malam, akhirnya kami sampai di rumah. Aku segera menjatuhkan tubuh penatku di atas kasur, sedangkan Reinard segera mengambil handuk dan berjalan masuk kedalam kamar mandi. Aku hanya melirik ketika suamiku masuk dan menutup pintu kamar mandi, lalu memejamkan mata dengan salah satu tangan berada di atas dahi. Rasanya mengantuk dan sangatlelah, apalagi dengan beban pikiran yang terus menganggu akhir-akhir ini.

Entah berapa lama pikiranku berada di antara alam nyata dan alam tidur. Tiba-tiba sebuah benda kenyal dan dingin menyentuh bibirku. Aku tersentak dan membuka mata perlahan. Reinard sudah berada di atasku dengan bibir tersenyum.

"Rei....aku ngantuk." Erangku lirih mencoba memberikannya pengertian bahwa aku sedang malas untuk meladeninya.Namun, suamiku sedang dalam mode siap tempur, sehingga bagaimanapun aku mengelak, tidak akan pernah ada gunanya. Badannya sudah wangi, dan rambutnya juga masih basah. Wajahnya terlihat begitu segar, apalagi dipadukan dengan piyama tidur warna lime yang dikenakannya. Membuat kulit putihnya semakin bersinar.

Klandestin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang