31

795 31 0
                                    


"Gimana Rin, suamiku udah pergi 'kan?" tanyaku di balik telepon siang itu. Sudah beberapa jam aku menunggu kabar dari Rini apakah Reinard masih menungguku di kantor atau tidak.

Aku mendengar Rini menghela nafas.

"Udah mbak. Ada operasi katanya." Sahutnya kemudian.

Aku menghela nafas lega.

"Mbak! Ada masalah apa sih?" tanya Rini kemudian. "Mas Reinard yang biasanya on dan enggak ada cela, tadi berantakan banget."

Aku tidak segera menjawab. Kuayunkan langkahku ke tepi jendela. Mataku menerawang jauh, pada hamparan kota Jakarta yang masih tetap terlihat begitu sibuk meskipun aku melihatnya dari ketinggian. Di bawah sana beberapa ruas jalan tampak macet. Bisa kubayangkan betapa sumpeknya terjebak macet di tengah hari seperti ini dalam kondisi dikejar deadline pekerjaan.

"Biasa lah Rin. Suami istri." Sahutku kemudian.

"Iyadeeeh mbak, tapi kasihan bener lho suami mbak Julia tadi."

Aku hanya mengulas senyum yang tak bisa terbaca oleh Rini.

"Mbak Julia beneran enggak ngantor hari ini?"

"Kenapa memang?"

"Kerjaan banyak mbak."

Aku mengusap wajah. Menyadari jika masalah rumah tangga tidak perlu sampai membuat waktu bekerja menjadi kacau, dan aku juga tidak seharusnya membawa masalahku ini pada pekerjaan. Aku punya klien, mereka percaya padaku dan tentu saja tidak peduli dengan hidupku. Jadi kenapa aku masih berada di sini sekarang?

"Yaudah Rin, setengah jam lagi aku berangkat ngantor." Kataku. "Oh ya, tolong beli'in aku selimut sama bantal ya." Ada sebuah ide yang tiba-tiba muncul di benakku.

"Buat apa mbak?"

"Mungkin untuk beberapa hari ke depan aku mau tidur di kantor Rin. Lembur." Dalihku sebelum menutup telepon.

*****

Untung saja aku selalu menaruh baju ganti di dalam mobilku, sehingga aku tidak perlu susah payah nge-mall hanya untuk membeli baju buat ke kantor. Aku memang sengaja menaruh beberapa lembar baju dan sepatu di mobil karena sering lembur dan mendadak keluar kota. Jadi daripada pulang, aku lebih memilih menyimpan beberapa kebutuhan harianku di sana. Tak kusangka, jika semua itu juga berguna saat aku menghadapi masalah dengan suamiku seperti ini.

Sebelum ke kantor, aku mampir dulu di sebuah café untuk membeli kopi. Konsentrasiku di perlukan hari ini, mengingat semalam aku juga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ternyata tidur tanpa Reinard di sampingku benar-benar tidak mengasyikkan. Hatiku ngilu tiap melihat bantal di sampingku kosong. Memikirkan apa yang dilakukannya tanpa aku.

"Terimakasih mbak...." Aku menerima gelas kopiku pada waiters tersebut. Lalu berjalan menuju mobil.

Cuaca siang ini begitu terik, aku berjalan tergesa agar segera sampai di dalam mobil. namun ketika baru saja membuka pintu civic putihku, suara seseorang menahanku.

"Permisi...."

Aku menoleh. Mendapati seorang pria berjalan menuju ke arahku. Wajah pria itu asing, dan aku rasa baru pertama kali ini aku bertemu dengannya. Ia tinggi, dengan gaya pakaian santai. Hanya mengenakan kaos abu dengan celana jeans biru belel.

"Iya." Aku mengurungkan niat masuk ke dalam mobil.

"Maaf, apa barang ini punya anda?" ia memperlihatkan sebuah dompet kulit warna coklat dan itu adalah milikku.

"Sebentar." Aku membuka totebagku. Meskipun aku yakin jika itu milikku, namun aku perlu memastsikannya lagi jika benda itu memang tidak ada di dalam tasku.

Klandestin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang