"Reinard?!" aku memekik tertahan. Masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat di depanku saat ini.
"Kamu beneran Reinard kan?" aku menjelajah tubuhnya dari pundak hingga turun ke pinggang. "Kamu bukan genderuwo yang menyamar 'kan?!"
"Hust!" Reinard mencekal kedua tanganku. "Suaminya jauh-jauh datang, udah capek! Malah difitnah jadi genderuwo. Balik lagi nih...." Ia hendak berbalik, wajahnya terlihat kesal padaku.
"Tunggu!" aku menariknya. "Kamu beneran Reinard bukan? Secara suamiku itu lagi kerja di rumah sakit."
Reinard mendengus pasrah.
"Gimana bikin istriku ini percaya kalau aku bener suaminya?"
"Emm....." aku pura-pura berfikir. Sedikit jail sama suami sendiri boleh lah ya....
"Kalau kamu beneran suami aku, coba sebutin berapa ukuran bra yang biasa aku pakek?!" aku menaikkan alisku dengan sedikit menggoda.
Reinard melotot padaku, lalu mencondongkan tubuhnya mendekat ke arahku dan berkata dengan setengah berbisik.
"38B!"
Aku tertawa ngakak.
"Benar! Aku percaya seratus persen." Lantas, ku tarik suamiku masuk ke dalam kamar, tak lupa juga kopernya.
"Kamu katanya sibuk? Terus kenapa bisa sampek sini? Kapan pesen tiketnya? Lagi pengen kasih suprize aku ya....?" Cecarku ketika Reinard kini duduk di sofa sambil melepas sepatunya. Sedangkan aku berdiri di depannya, menunggu suamiku menjawab semua pertanyaanku sekaligus.
"Jul...." Reinard mendongak menatapku. "Bisa enggak tanyanya nanti aja? Ini aku baru sampai lho, haus...."
Aku nyengir. Segera berbalik dan mengambil sebotol air mineral di atas nakas.
"Sorry....sorry....soalnya aku bener-bener terkejut." Aku mendudukkan tubuhku di sampingnya dan menyodorkan air mineral itu. "Kamu capek ya?"
Reinard menghela nafas, lalu menenggak minumannya dengan cepat. Setelah air mineral itu tinggal sedikit, ia merangkulku dengan mesra.
'Banget!"
"Terus kenapa tiba-tiba sampai sini?"
"Awalnya emang juga gak akan nyusulin kamu sih..." ia menyandarkan tubuhnya di sofa. Raut lelah jelas Nampak dari air mukanya. Aku kasihan juga melihatnya kelelahan seperti ini.
"Terus kok bisa sampai sini?"
"Tadi dari universitas ngabarin kalau acara perkuliahan diundur minggu depan sayang...yaudah, daripada gabut di rumah, mending aku nyusulin kamu."
Aku melongo. Sejak kapan suamiku punya bahasa 'gabut' dalam hidupnya. Bukannya selama ini jikapun sendirian, ia akan memilih untuk membaca buku dan sejenisnya.
"Sayang..." aku mendekat ke arahnya dan tiduran di dadanya. "Sejak kapan sih ada kata gabut dalam kamus hidup kamu?"
Reinard menunduk menatapku. "Sejak nikah sama kamu." Sahutnya dan mencubit pipiku gemas. "Kok aku ngerasa kangen banget sih sama kamu?" ia lalu mendorong tubuhku sampai terlentang di atas sofa.
"Eh...mau ngapain?!" tanyaku ketika ia sudah berada di atasku.
"Ya kangen-kangenan lah....." Reinard mencium keningku, lalu turun ke kedua pipiku, hidung dan berakhir di bibirku. Aku menjerit nyaring ketika bibirnya tiba-tiba menggigit daguku dengan gemas.
"Ya ampuuuun!" sebuah suara membuatku dan Reinard langsung menegakkan tubuh. Di depan pintu, Rosa tampak terkejut dengan menutupi mulutnya dengan telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
Chick-Litaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.