Bagian 6

1.3K 68 0
                                    

Aku menarik nafas panjang—berulang kali—untuk mengurangi degup jantungku yang kian tak terkendali. Tak pernah kusangka jika hari pernikahanku akan tiba secepat ini. Ralat. Maksudku yah....aku bingung menjelaskannya. Dulu Ketika aku belum menemukan seseorang yang mau menikahiku, rasanya waktu berjalan begitu lama—meskipun aku tak begitu peduli tentang pernikahan—namun ketika hari ini aku dihadapkan pada kenyataan itu, menikah dengan pria asing yang tiba-tiba datang dalam hidupku dan bersedia menikahiku, rasanya begitu cepat.

"Jul....rileks." Eli menepuk pundakku dari belakang. Aku menatap wanita itu dari balik cermin lalu tersenyum. Oww....sungguh senyumku dibalik make up ini sangat tidak natural.

Aku meremas pelan tangan Eli yang masih berada di pundakku sambil mengangguk.

"Jul, ijab qabul segera dimulai!" Mama dari arah pintu masuk kamar berseru.

Aku Kembali menarik nafas Panjang. Kulihat Eli mempersiapkan sebuah kursi di depan layar televisi yang tersambung dengan ballroom hotel sementara MUA-ku, mbak Kia sedang Kembali men-touch-up ulang make-up ku. Setelah dirasa semua beres, aku dibantu untuk duduk di kursi yang telah disiapkan Eli tadi. Mengenakan sanggul berat dan pakaian adat jawa seperti ini sedikit membuatku kerepotan, karena aku tidak pernah memakainya. Namun kepercayaan diriku meningkat drastis, karena kuakui aku begitu cantik dengan pakaian seperti ini.

Dari layar televisi, aku melihat tamu undangan yang mulai duduk rapi di kursi mereka masing-masing, Reza sebagai pemandu acara sudah memperlihatkan kepiawaiannya untuk membuat acara lebih hidup. Ada papa di sana, duduk bersisian dengan penghulu, beberapa saksi yang tak begitu aku kenal dan....

Astaga!

Benarkan itu Reinard?

Aku serasa ingin pingsan melihat betapa tampannya calon suamiku di balik beskap putih yang dipakainya. Jantungku Kembali bergedup kencang, bukan memikirkan bagaimana dia akan mengucapkan kalimat ijab qobul nanti, karena aku yakin dia lebih dari bisa karena sudah berlatih beberapa hari. Melainkan memikirkan bagaimana malam pertama kami nanti. Bagaimana kami memulainya dan.....

"Jul." tepukan tangan Eli di pundakku menghalau pikiran kotorku di saat-saat terpenting dalam hidupku ini. "Acara segera dimulai."

Di layar televisi aku melihat semua sudah bersiap. Bahkan sudah tak terdengar cuap-cuap Reza dibalik microphone karen aku yakin dia juga sudah ikut duduk diantara undangan. Sebenarnya kemarin ia menawarkan diri untuk menjadi saksi, namun aku tolak dengan tegas.

"Sorry, gue enggak mau pernikahan gue enggak sah karena jenis kelamin lo yang gak jelas!" dan tentu saja aku mendapatkan banyak umpatan darinya.

Aku menahan nafas Ketika papa sudah menyodorkan tangannya, bersiap menyerahkan putri tercintanya pada Reinard. Aku yang awalnya sudah deg-deg'an kini membeku di tempat. Ucapan papa, dan serentetan kalimat ijab qabul yang lancar dari mulut Reinard otomatis membuat mataku basah. Begitu juga mama dan Eli yang kulihat juga mengusap air mata. Ketika seluruh tamu yang datang mengucapkan syukur saat semua saksi mengatakan 'sah,sah,sah' berulang kali, air mataku kembali mengalir.

Dan detik ini juga, meskipun aku masih belum benar-benar percaya, aku resmi menjadi nyonya Reinard Saputra.

*****

Selesai ijab qabul, mama dan Eli membawaku turun dari kamar hotel ke ballroom. Seluruh tamu undangan menatapku dengan senyum Ketika kami tiba di depan pintu, pun Reinard yang tak henti menatapku meskipun sesekali ia menoleh kea rah lain. inilah awal pertemuan kami menjadi sepasang suami-itri, di depan pelaminan. Di tengah-tengah kegembiraan para undangan yang mengucapkan selamat.

"Terimakasih, kamu hebat." Bisikku di sela-sela menyalami tamu. Mungkin sudah lebih dari setengah jam kami berdiri dan memasang senyum sumringah menerima ucapana selamat dari para undangan. Sejujurnya aku ingin segera duduk, melepaskan heels-ku, melepas sanggulku yang serasa menghantam kepalaku dan tentu saja kebaya yang melilit badanku ini. mandi dengan air hangat, dan tentu saja melakukan kewajiban kami sebagai suami-istri. Akh, betapa menyenangkannya....

Klandestin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang