"Dia ingin memiliki seorang anak dari kamu."
Kalimat dari ibu Ayu tadi siang masih menari-nari di pikiranku. Bahkan sampai malam ini, ketika kami dalam perjalanan pulang menuju Jakarta.
Aku melirik Reinard yang mengemudi dengan tenang di sampingku. Suamiku ini memang berusia lebih muda dariku, namun ia ternyata lebih siap lahir batin dengan menerima kehadiran seorang anak di kehidupan kami.
Beberapa kali aku memang sempat mendengar beberapa orang membicarakan tentang kekuatan seorang anak dalam sebuah keluarga. Bahwasanya anak adalah sebagai ikatan kuat hubungan antara suami-istri. Sebuah pernikahan akan sempurna dengan kehadiran seorang anak, bukan begitu?
"Rei...." Dengungku pelan kemudian. Aku menatap ke arahnya.
"Hmmm..." Reinard menjawabku tanpa menoleh. Rupanya ia tengah asyik dengan lagu 'way back home' yang terputar di dalam mobil kami.
"Bagaimana menurutmu dengan kehadiran seorang anak di pernikahan kita?" tanyaku pelan-pelan, ingin melihat respon dari Reinard. Setidaknya aku bia tahu jika apa yang dikatakan Ibu Ayu itu ada benarnya. Bukannya aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ibu Ayu kepadaku, hanya saja aku ingin memastikan. Secara sampai saat ini, untuk perihal tentang anak, aku memang belum begitu antusias. Bahkan ada masa dimana aku selalu meminta Reinard menggunakan pengaman ketika aku dalam masa subur. Dan sejauh ini suamiku selalu menerimanya dan tidak pernah protes.
"Apa maksud kamu Jul?" mobil berhenti, ketika lampu merah menghadang kami.
Suamiku menoleh ke arahku dengan alis bertaut.
"Emm....."aku memilin-milin ujung rokku, lalu menegakkan badanku untuk menatap Reinard dengan berani. "Apa kamu sudah pengen punya anak?!"
Mata Reinard membulat tiba-tiba namun sedetik kemudian ia malah tertawa.
"Julia...Julia...." Ia mengelus rambutku. "Siapa sih yang gak pengen punya keturunan." Lanjutnya santai sambil memainkan gigi mobilnya karena lampu tiba-tiba berubah menjadi hijau dan kendaran di depan kami mulai melaju dengan lambat.
"Ih....kok responnya gitu sih!" sungutku kesal sambil melipat tangan di depan dada. aku pikir Reinard akan mengangguk dengan wajah berbinar sambil berkata. "Pengen Jul....pengen bangeet....yok....program...yok..."
"Lha aku harus ngerespon gimana coba?!" Sahut Reinard. Tangannya terulur mematikan alunan music di dalam mobil kami. Mungkin ia sedang bersiap dengan pembicaraan yang serius diantara kami.
Aku tidak menjawab, hanya membuang wajahku ke arah jendela. Menatap sederet pedangang kaki lima di pinggir jalan yang ramai pembeli. Ada penjual pecel lele, bakso, mie goreng, nasi goreng dan banyak sekali. Andai tadi tidak makan di panti, aku pasti sudah mengajak Reinard untuk berhenti dan mampir.
"Jul....." panggil Reinard lembut.
"Apa?!"
"Idih....kok suaranya sewot gitu?"
Aku mendengkus.
"Habis, ditanya beneran jawabannya malah gitu."
Reinard tertawa kecil.
"Kenapa sih, tiba-tiba kamu ngomongin masalah anak?"
Aku tak menyahut, lalu menoleh. "Cuma ngerasa bersalah aja sama kami karena selama ini enggak peka sama keinginan kamu sayang....."
Reinard tersenyum, dan aku akui senyumannya benar-benar memabukkanku. Tiba-tiba saja salah satu tangannya meraih tanganku dan menautkan jemarinya di jemariku.
"Atas dasar apa kamu tiba-tiba ngomong begitu sayang...?"
"Emm....ibu Ayu tadi bilang sama aku, kalau kamu pengen punya anak. Dari aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.