29

803 35 0
                                    


"Karena saya adalah mertua anda."

Kalimat itu memang bisa aku dengar dengan jelas meskipun suara lagu di café ini mengalun ke segala penjuru. Namun alih-alih meyakinkah pendengaranku, aku jutru merasa apa yang ku dengar itu salah.

Mertuaku? Bagaimana bisa? Bukankah sudah jelas kalau mertuaku adalah Saputra, seorang lelaki yang menjodohkan kami, bahkan menikahkan kami. Sudah jelas pula nama belakang suamiku juga Saputra, bukannya Anton.

"Mertua?" aku memandang pak Anton penuh ketidak percayaan. "Bapak jangan bercanda."

"Apa saya terlihat bercanda sekarang?" pria itu justru balik menatapku.

Aku membuang pandang ke segala penjuru. Entah ke arah mana, tapi yang jelas aku ingin menghindari tatapan mata penuh intimidasi tersebut.

"Reinard anak pungut keluarga Saputra." Suara pak Anton kembali berdenging di telingaku. "Dulu Reinard tinggal di panti asuhan."

Kembali aku merasa jika kepalaku sedang dihantam oleh ribuan batu. Belum selesai keterkejutanku dengan pak Anton yang mengaku sebagai ayah dari suamiku, kini aku kembali terkejut ketika mendengar Reinard diambil dari panti asuhan. Kabar yang diberikan pak Anton itu laksana rentetan peluru yang menghujan jantungku.

Ini bohong bukan? Kalau ini fakta, kenapa Reinard, Marina atau bahkan keluarganya tidak pernah mengatakan apapun kepadaku.

"Anda jangan membuat kebohongan pak!" kataku kemudian dengan mata menyala marah. "Anda sedang menginginkan apa dari saya dan Reinard? Jika uang, akan saya berikan. Tapi bapak jangan pernah muncul di depan kami lagi." Rahangku mengeras.

"Sudah saya bilang, kalau saya tidak menginginkan uang dari anda mbak Julia." Ia mengedikkan bahunya. "Beberapa saat yang lalu, Reinard sudah memberikannya pada saya. Cukup banyak. Jadi sisanya masih ada."

Aku meremas ujung bajuku. Benar bukan, pria ini memang tak terlihat sebagai pria baik-baik. Dia punya maksud terselubung atas tindakannya. Tapi yang menjadi pertanyaanku adalah, kenapa Reinard bersedia memberinya uang?

"Kenapa suami saya memberi anda uang?" tanyaku skeptis.

"Tentu saja untuk menutup mulut saya agar tidak menemui anda dan menceritakan semua ini." Jawab Pak Anton santai. "Anda tahu, Reinard adalah seorang bayi yang ditinggalkan orang tuanya sewaktu dia bayi. Suatu saat, istri saya yang tidak memiliki anak datang ke panti asuhan yang Reinard tinggali dan bertemu dia. Lalu kami mengadopsinya menjadi anak kami. Tapi sayang—" pria itu menjeda kalimatnya, dan aku menunggu dengan mata panas menahan tangis.

"Sayangnya, dia lebih memilih meninggalkan kami dan pergi pada keluarga Saputra." Lanjut pak Anton."Jadi bukankah normal jika saya sebagai ayahnya juga, memiminta sesuatu pada anak saya yang udah sukses?!"

"Cukup pak!" potongku cepat. Dadaku sakit mendengar cerita itu, meskipun tidak sepenuhnya percaya. "Bapak jangan mengarang cerita yang tidak-tidak. Karena saya tidak akan percaya!" aku bangkit dari kursiku. Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu aku dengarkan dari pria di depanku ini.

"Saya akan menganggap jika pertemuan hari ini dan kalimat bapak itu tidak pernah ada." Aku mengambil tasku, bersiap untuk pergi.

"Saya tidak meminta anda percaya Julia. Tapi itu faktanya." Sahut pak Anton, dan aku tidak mau menoleh padanya. "Panti asuhan itu ada di daerah Bandung. Dan Reinard akan ke sana beberapa hari sekali. Kalau anda tidak percaya, tanyakan sendiri pada Reinard."

Aku menggigit bibir, namun berhasil mengabaikan kalimat itu dan pergi begitu saja meninggalkannya tanpa pamit.

****

Klandestin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang