Hal yang membuat aku terheran-heran pada diriku sendiri adalah, kenapa aku bisa makan lele goreng ini dengan begitu lahap. Padahal biasanya, aku paling menghindari makanan pinggir jalan. Selain bising dan tidak nyaman, juga karena makanannya tidak terlalu bersih. Hanya saja hari ini berbeda. Aku melupakan rasa spaghetti, atau jenis makanan barat lainnya. Karena makanan ini ternyata jauh lebih enak dan lebih menggoda lidahku.
Apakah ini karena jabang bayiku yang menginginkannya?
Aku tiba-tiba merasa geli sendiri.
Bayiku, kenapa kamu lucu sekali?
"Julia....kamu makannya pelan-pelan." Reinard mengambil selembar tissue lantas memberikannya kepadaku.
Aku mengangkat dagu kemudian meringis. Menyelesaikan suapan terakhirku sebelum akhirnya cuci tangan dan minum.
"Kamu aneh lho." Gumam Reinard sebelum akhirnya menyesap teh hangatnya. Aku lihat jika piring suamiku sudah kosong. Ia tampaknya juga menikmati acara makan malam kami. Mungkin lain waktu aku akan mengajak Reinard untuk berburu makanan kaki lima lain. Dan aku merencanakan untuk makan nasi goreng nanti.
"Kenapa memang?" aku mengusap bibirku dengan tissue, lalu melemparkan pandangan ke segala penjuru. Mataku tiba-tiba menangkap penjual kembang gula yang tak jauh dari tempat kami makan. liurku kembali terbit.
"Habis ini kita duduk di bangku itu ya Rei. Aku mau beli itu. kayaknya enak, manis gitu." Aku menunjuk ke arah penjual kembang gula.
"Kamu yakin honey? Perutmu masih muat?" Reinard mengeryit.
"He'em."anggukku mantap. "Pengen banget ini."
"Yaudah, tunggu ya. Aku bayar dulu terus kita kesana."
Sementara Reinard membayar, aku sudah tidak sabar dan meninggalkannya lebih dulu untuk membeli kembang gula. Lagi-lagi aku merasa aneh dengan diriku sendiri. Biasanya aku sangat menghindari gula, apalagi diolah seperti ini. Gula hanya akan membuat kaloriku menumpuk dan membuat tubuhku gemuk. Tapi aku benar-benar tidak bisa mengontrol keinginanku.
Saat Reinard datang, aku sudah duduk manis di sebuah bangku sambil nyemil kembang gula itu. ada perasaan puas di dalam hatiku ketika rasa manis itu meleleh di mulutku.
"Kamu mau?" aku menyodorkan kembang gula itu pada Reinard dan tentu saja suamiku menggeleng tidak mau.
"Ayolah...." Bujukku. Dan tanpa menunggu respon Reinard lagi, aku sudah menyumpal mulut suamiku dengan makanan tersebut. Mau tidak mau, Reinard akhirnya menelannya.
"Gimana, enak kaaaan?" aku tersenyum puas.
"Jul....." Reinard menatapku. "Hari ini kamu kenapa? Kamu sakit? atau ada sesuatu? Enggak biasanya lho kamu mau makan di pinggir jalan, apalagi makan makanan kayak begini."
Aku terdiam sesaat, kemudian merebahkan kepalaku di pundak suamiku. Mungkin tempat dan waktunya kurang pas, tak sesuai ekspektasiku untuk memberi tahu kabar bahagia tentang kehamilanku. Namun, Reinard harus tahu. Moment bagaimanapun tak penting sekarang, yang jelas aku ingin berbagi kebahagiaan ini dengan suamiku. Sekarang!
"Aku hamil. Delapan minggu."kalimat itu lancar keluar dari mulutku yang penuh dengan kembang gula.
Sedetik, dua detik Reinard tidak memberi tanggapan apapun.
"Kamu bilang apa?" tanyanya beberapa saat kemudian dengan suara bergetar.
Aku mengangkat kepalaku dan mata kami saling bertemu.
"Aku bilang kalau aku—"
Aku belum menyelesaikan kalimatku saat Reinard tiba-tiba menangkup pipiku dan mencium bibirku dengan lembut. Mataku membeliak, tidak menyangka jika respon Reinard akan seperti ini.
"Makasih....makasih sayang....." kata Reinard ketika ia menjeda ciuman kami. Aku melihat matanya basah. Mungkin terharu karena aku bisa memberinya keturunan.
Aku mengusap air mata di pipi Reinard. "Kenapa menangis?" godaku. "sejak kapan suamiku menjadi secengeng ini?"
"Aku terharu Julia, karena bahagia. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap biasa saja setelah mendengar berita yang sangat mengejutkan ini? Kenapa tidak mengatakannya sejak awal?"
"Aku juga baru tahu siang tadi Rei. Aku tidak menyangka jika sudah telat menstruasi lebih dari sebulan. Dan seharusnya aku mengatakan kejutan ini di restoran tadi. Tapi...ternyata memberitahu kabar bahagia dengan makan kembang gula di pinggir jalan seperti ini juga jauh lebih menyenangkan." Aku tidak sedang berusaha menghibur diriku sendiri, tapi aku benar-benar bahagia bisa bersama Reinard dengan duduk di tempat ini sambil memakan kembang gula.
Reinard mengecup bibirku lagi. "Maaf...aku akan lebih memperhatikanmu sekarang."
Aku mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya percaya. Kami kembali berpelukan dan menghabiskan kembang gula bersama, sambil bercerita banyak hal.
*****
Aku pikir, saat hamil adalah waktu kita untuk berpuasa dari hal-hal yang berbau menyenangkan suami, atau bercinta sampai pagi. Tapi ternyata, itu diluar ekspektasiku. Sampai di rumah suamiku malah kembali melumat bibirku dan tak memepersilakanku untuk mengucapkan satu kalimat pun.
Nafasnya terdengar memburu, saat tangannya dengan lincah membuka resleting dressku. Aku melenguh, apalagi saat bibir Reinard turun di leherku dan mengigitinya dengan penuh perasaan, membuat seluruh tubuhku menegang.
"Apa kita tidak apa-apa melakukannya saat aku hamil?" akhirnya aku berhasil menyerukan pertanyaanku.
"Aku akan melakukannya dengan perlahan." Sahut Reinard. Ia meremas dadaku yang sudah menegang, dan kembali membuatku mengerang karena sensasi nikmatnya.
Suamiku menjatuhkan badanku di kasur dengan perlahan. Aku yang memang pada dasarnya tidak bisa hanya menerima, langsung merubah posisi dengan berada di atasnya. Dengan cepat ku buka kemeja dan celana yang dipakai suamiku dan membuangnya ke sembarang tempat. Begitu juga Reinard, ia berhasil meloloskan bra-ku dengan mudah lalu melemparnya sampai benda itu tersangkut di atas kursi meja riasku.
"Aku tidak ingin kamu mendominasi honey...." Reinard menarik tanganku, dan sedetik kemudian, aku sudah berada di pangkuan Reinard. Ia melahap bibirku, meremas dadaku dan membuat beberapa tanda meras di leherku. Aku menjerit kecil, sambil meremas rambutnya.
Kami benar-benar menikmati malam ini dengan penuh gairah yang meledak-ledak. Entah sudah berapa kali aku menyeka keringat yang membasahi pelipis suamiku. Semuanya terasa hangat, apalagi saat milik kami bersatu, dan Reinard memainkannya dengan lembut. Tentu saja aku tidak bisa berkata jangan atau tidak.
Aku tidak yakin, tapi entah kenapa gairahku naik menjadi dua kali lipat ketika hamil.
******
Berita kehamilanku tentu saja disambut dengan ucapan bahagia dari semua orang. Apalagi kedua orang tuaku yang memang menginginkan seorang cucu sejak dari awal kami menikah.
Saat aku mengabarkan berita itu melalui telepon, mama langsung menyuruhku untuk datang makan malam ke rumah. Dan benar saja, saat aku dan Reinard tiba, mama sudah menyiapkan jamuan layaknya sebuah pesta kondangan.
"Mama berlebihan banget deh!" aku mengambil gelas dan meletakkannya diatas meja. "Kebanyakan makanan kayak gini mubadzir." Aku mengedik kepada Reinard yang sudah duduk berhadapan dengan papa di meja makan.
Reinard hanya tersenyum lalu melanjutkan perbincangannya dengan papa. Sementara ini keadaan aman tanpa kalimat-kalimat rusuh Rosa, karena gadis itu sedang ada acara bersama teman-temannya.
"Ya enggak apa-apa, orang menyambut calon keluarga baru kok." Mama melepas apronnya lalu menarik kursi di samping papa dan duduk di sana.
"Iya Jul. mulai sekarang, kamu harus menjaga kondisi kamu. Jangan mudah stress, makanan yang teratur. Jangan seenak sendiri lagi." Timpal papa.
"Iya....iya....Julia bakal patuh deh sama papa."
"Oh ya pa, ngomong-ngomong soal menjaga kondisi agar tidak stress, boleh enggak aku ajak Julia bulan madu kedua?" tanya Reinard kemudian, tanpa menoleh ke arahku. Ia fokus menatap papa dengan bibir menyunggingkan senyum.
"Apa? Bulan madu kedua pas aku lagi hamil?!!"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.