Setelah memperkenalkan Reinard pada seluruh karyawanku, kami memutuskan untuk makan siang sebelum Reinard Kembali ke rumah sakit. Aku pikir acara perkenalan 'calon-suami' ini akan berlangsung kurang dari sepuluh menit, namun realitanya adalah banyak sekali yang mengajak Reinard bercakap bahkan sampai hal sepele sekalipun, contohnya 'klinik kecantikan rumah sakit buka jama berapa?'
Aku tahu mereka sedang mencari perhatian. Tapi please, itu norak! Ketika kalian bisa menemukan banyak sekali hal-hal tentang rumah sakit milik keluarga Saputra mulai dari facebook sampai Instagram. Bahkan kalian bisa menemukan situs webnya dan disana jelas tertulis pukul berapa sang dokter kecantikan itu praktek.
"Jul....mau makan apa?" suara Reinard langsung membuatku menoleh. Sejak tadi kami tidak berbicara satu sama lain karena aku masih cukup kesal dengan perlakukan karyawan-karyawanku pada Reinard tadi. Sudah jelas pria yang dari tadi mereka curi perhatiannya adalah calon suami bos mereka, tapi kelihatannya mereka sama sekali tidak peduli.
Pria berbau wangi itu terlihat santai dalam mengemudi. Pandangannya lurus ke depan, memperlihatkan hidung lancipnya yang mempesona dari arah samping. Membuat imajinasi liarku Kembali berontak. Andai saja, hidung itu bisa aku cium.
Akh Julia! Pemikiran macam apa itu! Ingatlah apa yang membuatmu berada di samping Reinard sekarang? Tak lebih dari sebuah perjodohan orang tua. Lantas, apakah harus dengan begitu mudahnya kamu menyukainya hanya karena dia tampan dan lebih muda? Ingatlah, menyukai hanya akan membuatmu tersiksa dan belum tentu Reinard yang muda dan multitalenta ini menyukaimu juga.
Tidak! Dia sudah mengatakan tertarik padaku.
Hei wanita tua! Tidak seharusnya di usiamu sekarang masih termakan oleh gombalan-gombalan tengik macam begitu. Di usiamu ini kamu harus bisa realistis. Ingat apa yang Reinard katakan selain ia tertarik padamu? Karena ia begitu menghormati orangtuanya. Mengerti?!
"Akh!" tanpa sadar aku mengacak-acak rambutku.
"Kenapa?" Reinard menatapku panik. Ia segera menepikan mobilnya.
"Pusing?"
Aku mengangkat dagu. Ingin menggeleng dan mengatakan 'tidak' Ketika tangannya tiba-tiba sudah terulur dan meraba keningku. Dadaku berdesir. Ini kedua kalinya kami bersentuhan. Pertama Ketika kami pertama kali bertemu dan saling berjabat tangan. Tapi waktu itu dadaku biasa saja Ketika ia menyentuhku, namun sekarang kenapa rasanya lain? ada sesuatu yang meletup-letup di dadaku, dan aku tidak bisa menggambarkannya dengan jelas.
"Aku....hanya teringat pekerjaan." Aku menepis tangannya terburu-buru.
"Tapi wajahmu merah sekali Julia."
Bolehkah aku menghilang sekarang?
Aku tdak yakin apakah Reinard sedang mengejekku atau memang sedang mencoba meng-anamnesa keadaanku—karena dia seorang dokter. Namun dilihat dari ekspresinya, sepertinya ia memang tidak menyadari kalau perubahan rona muka-ku karena gugup.
"Tidak...aku tidak apa-apa." Aku tersenyum kecil. "Bisakah kamu Kembali menjalankan mobil? Aku sudah lapar."
Reinard mengangguk meski sedikit agak ragu. Tangannya Kembali memutar setir agar mobil Kembali masuk jalan raya.
"Oh ya, kamu belum menjawab pertanyaanku tadi." Katanya setelah mobil Kembali melenggang di jalan. "Mau makan dimana?"
Sebenarnya aku ingin sekali makan nasi padang. Sudah lama sekali aku tidak menikmati makanan itu karena Eli mengajakku berdiet belakangan ini. Namun kali ini, aku butuh kalori yang banyak untuk berfikir realistis. Siapa tahu monolog liar di kepalaku tadi diebabkan karena aku lapar.
"Sebenarnya aku ingin nasi padang." Jawabku jujur. "Tapi aku tidak yakin jika kamu mau."
"Ide bagus. Kebetulan aku juga ingin makan berat sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
Chick-Litaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.