"Kenapa sih mbak, akhir-akhir ini aku lihat kok enggak bersemangat gitu?" tanya Rini siang ini ketika kita sedang makan siang di kantin.
Aku tidak menyahut, pura-pura focus dengan nasi langgi di depanku. Sejak beberapa hari lalu, aku jarang bertemu suamiku. Jikapun bertemu, paling ketika ia pulang sebentar di pagi hri untuk mandi, berganti pakaian lalu kembali menuju rumah sakit. Bahkan untuk acara sarapan pun kami sering melewatkannya.
Berkali-kali ia meminta maaf padaku, dan memelukku dengan hangat ketika hendak melangkah keluar rumah dan memintaku untuk berhati-hati dalam bekerja. Meskipun aku tahu bahwa sorot mata lelah tampak menggantung di wajahnya, namun apa yang bisa aku lakukan selain tetap mendukung apapun kegiatannya.
"Lagi marahan ya sama mas Reinard?" tanya Rini sekali lagi.
"Enggak." Aku mengambil tissue lantas menyeka bibirku dengan benda tersebut. "Justru aku jarang ketemu sama dia."
"Lha kenapa?"
"Sibuk sama pekerjaannya Rin."
"Emang sibuk banget ya mbak?"
Aku mengangguk setelah menenggak air putihku.
"Bangeeet Rin. Apalagi dia harus on call setiap waktu. Dokter jantung di rumah sakit cuma dua orang, dan yang satu baru residen."
Rini manggut-manggut. Wanita itu kemudian menyandarkan tubuhnya di badan kursi dan seperti memikirkan sesuatu.
"Kayaknya aku harus mikir-mikir deh kalau nanti dilamar sama seorang dokter." Cicitnya tiba-tiba.
Aku mengerutkan alis.
"Kenapa memang?"
Rini menghela nafas, ia mencondongkan tubuhnya ke arahku dengan wajah serius.
"Kalau ditinggalin terus kayak mbak Julia, kan aku nanti kesepian. Mana aku orangnya paling enggak suka dicuekin."
Aku tertawa. "Ya yang namanya wanita itu enggak ada yang mau dicuekin Rin. Tapi hidup setelah menikah itu bukan Cuma sekedar cinta, tapi isi perut juga penting. Kalau termehek-mehek terus tentang cinta, terus enggak dapet duit juga mau makan apa?"
Rini tergelak. "Sejak kapan mbak Julia bisa berfikir seperti itu?"
Aku memutar bola mata. "Entahlah. Sejak suamiku sering kerja lembur mungkin."kataku sambil mengaduk-aduk nasi di depanku.
Kami sama-sama tergelak.
"Pada ngomongin apa?" sebuah suara tiba-tiba menginterupsi. Aku dan Rini menoleh bersamaan.
"Eh mas Reinard!" Rini tersenyum lebar. "Umur panjang, diomongin tiba-tiba datang."
Reinard tersenyum, lalu menarik kursi di sampingku untuk duduk.
Aku cukup terkejut melihatnya tiba-tiba datang. Karena pagi tadi ia sudah bergegas berangkat hanya setelah mengambil baju ganti tanpa mandi. Aku pikir ia akan sangat sibuk sampai nanti malam, tapi ternyata ia malah berada di kantorku sekarang.
"Enggak sibuk?" tanyaku ketika pria itu sudah duduk di sampingku. Baunya wangi dan dandanannya begitu rapi. Membuat rasa rindu yang selama ini aku tahan bergejolak tiba-tiba.
"Aku mengambil cuti mulai besok." Sahutnya dengan tenang. "Untuk mengajakmu jalan-jalan."
"Cieee.....jalan-jalan...." Rini yang duduk diam di depan kami mulai mengolok.
""Jalan-jalan?" aku menaikkan alis. "Kemana? Aku sibuk. Pekerjaanku banyak."
Reinard seolah tak memperdulikan apa yang aku katakan. Kini pandangannya beralih pada Rini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.