"Mbak, enggak ikut jalan nih?" tanya Rosa ketika dilihatnya aku cuma berguling-guling saja di kasur semenjak sampai tadi. Bosan sekali hidupku hari ini, mana Reinard belum bisa dihubungi lagi sejak aku mendarat tadi. Membuat mood-ku yang sudah buruk menjadi lebih buruk.
Aku menutup majalah fashion yang ku baca lalu mendongak, menatap Rosa yang sudah berganti baju dan berbau wangi.
"Lah, udah mau keluar aja? Emang enggak capek?"
"Enggak lah. Namanya liburan ya enggak boleh ada kesempatan buat tiduran kayak kain pel enggak guna gitu." Saat menyebut 'kain pel enggak guna' entah kenapa Rosa menatapku dengan penuh ejekan.
Aku berdecak sebal. "terus-terusin deh ngeledekin mbak!" aku bangkit dari posisiku kemudian mengambil air putih di atas nakas. Sambil minum aku menatap ke luar jendela hotel. Cuaca memang begitu cerah sore ini, suasana asyik sekali jika bisa keluar lalu jalan-jalan menikmati suasana. Tapi sayangnya tidak ada Reinard dan aku yakin semuanya tidak akan menarik. Kalau pergi dengan Rosa dan teman-temannya apalagi. Aku pasti sudah mirip dengan ibu-ibu yang mengiringi anak-anaknya jalan-jalan.
"Besok ajalah Ros jalan sama temen-temen kamu. Hari ini temenin mbak aja ya?" aku meletakkan botol air mineralku di atas meja.
"Yaaaah enggak bisa dong mbak. Besok itu seharian udah sibuk. Pagi-pagi sekali aku harus udah datang buat acara jumpa fans EXO. Enggak bisa ah! Aku enggak mau ya, jadwalku berantakan gara-gara nurutin mbak Julia!" Rosa menyambar tas selempangnya.
Aku mencebik. "Ya udah lah terserah kamu aja!" kataku pada akhirnya. Tau begini, dulu aku enggak pernah menyodorkan diri untuk menemaninya. Benar kata orang, jangan pernah membuat keputusan ketika hatimu sedang kecewa.
"Beneran enggak ikut? Mau shopping nih."
"Enggak!" aku memberikan kode dengan tanganku agar Rosa segera pergi.
"Yaudah. See you mbak Julia yang super enggak asyik!" kata Rosa sambil melenggang pergi. Tak berselang lama kemudian, aku sudah mendengarnya menutup pintu kamar.
Selepas Rosa pergi, suasana kembali menjadi hening. Aku tiduran tengkurap di kasur dengan menghela nafas bosan. Berkali-kali kuambil ponselku, untuk menge-cek notifikasi pesan dari Reinard yang masuk—barangkali—namun nihil. Suamiku itu pasti terlampau sibuk sampai melupakan istrinya yang sekarang sedang dalam mode gabut di negeri orang.
"Akh....bisa gila aku kalau kayak begini!" seruku sebal lalu beranjak dari kasur. Ku tarik koperku yang sejak datang tadi belum pindah dari tempatnya. Aku sama sekali belum merapikan isi koperku. Bahkan aku belum membukanya sama sekali. Akhirnya, setelah hampir dua jam, baru aku punya niat untuk mengeksekusi isinya.
Pertama yang kulakukan adalah mengambil peralatan mandiku dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam jazucci aku mencoba menenagkan diriku dengan berendam sambil memutar beberapa lagu klasik yang mungkin bisa merubah moodku. Setelah cukup lama berendam, aku akhirnya menyerah dan keluar. Berganti baju, dan ku lanjutkan dengan berdandan secantik mungkin. Kenapa? Entahlah, aku tiba-tiba punya keinginan untuk keluar dari kamar. Rasa lapar mendera perutku, dan aku rasa aku juga perlu mencuci mataku. Siapa tahu menemukan sesuatu untuk ku beli dan ku oleh-olehkan untuk suamiku tercinta nanti.
Aku meninggalkan kamar hotel ketika petang mulai beranjak di cakrawala. Tempat pertama yang aku tuju adalah restoran yang tak jauh dari hotel. Di sana aku menikmati makan malamku dengan nikmat sambil seekali membuka pekerjaan.
Setelah puas makan, aku melanjutkan ke salah satu mall yang letaknya juga tak jauh dari hotel. Tidak ingin naik kendaraan umum, aku lebih memilih untuk berjalan kaki. Lumayan, biar sehat. Lagipula, disini aku merasa tak canggung jika berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya berjalan kaki, karena banyak juga orang-orang yang sepertiku. Menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.