51

663 35 0
                                    

"Selamat ibu, sudah hamil delapan minggu."

Suara dokter cantika, spesialis obsgyn itu benar-benar seperti oase bagiku. Aku seperti bukan berada di dunia nyata sekarang. Apakah aku memang sedang bermimpi?

"Jadi saya hamil dok?" perlahan, tanganku reflek mengelus perutku yang masih datar.

Dokter Cantika tersenyum. Mungkin ia sedang menertawakan eskpresiku yang lucu karena mendapatkan kabar semenggembirakan ini.

"Iya bu Julia. Sekarang sudah memasuki minggu ke delapan." Ia menyerahkan hasil USG kepadaku.

Aku menerima hasil USG tersebut dengan tangan bergetar. Mataku basah ketika menatap foto bayiku yang masih belum jelas itu di hasil USG. Ini adalah anakku, buah cinta berhargaku bersama Reinard yang sangat aku cintai. Tidak sabar aku memberitahukan kabar bahagia ini kepada suamiku. Atau akankah aku memberikannya kejutan dengan mengajaknya makan malam romantic di sebuah restoran? Akh, sepertinya ide yang bagus.

"Terimakasih dok...." Aku mengusap sisa air mata di sudut mataku.

Dokter cantika mengangguk. "Sudah ratusan kali saya melihat ekspresi bahagia dari seorang calon ibu setiap mereka mendapatkan kabar bahwa mereka hamil bu. Dan itu juga turut membuat saya bahagia." Sahutnya.

Aku tersenyum. Memang, apalagi yang diharapakan seorang wanita setelah menikah selain memiliki keturunan dan pernikahan yang bahagia? Aku rasa kedua hal itu adalah impian terbesar dari semua wanita di dunia ini.

"Apa ibu Julia sering mengalami mual muntah akhir-akhir ini?"

Aku terdiam sesaat. Berfikir. Dan baru teringat jika beberapa minggu terakhir badanku sering merasa tidak enak, sering mual di pagi hari dan menghindari beberapa makanan tertentu. Aku tidak pernah mengira jika hal-hal yang aku alami itu adalah bagian dari janinku yang bertumbuh di dalam perut. Aku pikir hanya stress, dan aku mengacuhkannya. Oh.....maafkan mama nak. Selama beberapa minggu ini, mama tidak memberimu asupan nutrisi yang baik.

"Masih bisa terkendali dok." Sahutku.

"Bagus. Kalau memang tidak benar-benar parah, ibu Julia cukup beristirahat di rumah jika mual muntah mendera."

Aku mengucapkan banyak terimakasih kepada dokter Cantika, dan setelah bercakap-cakap tentang beberapa hal seputaran kehamilan yang belum aku tahu, aku segera pamit untuk undur diri.

****

"Kamu dimana?" tanyaku ketika sudah berada di balik kemudi. Satu tanganku memegang ponsel di depan telinga, sedangkan tanganku yang lain mengangkat tinggi foto bayiku dalam bentuk USG itu. bibirku terus tersenyum, tidak sabar untuk memberitahu suamiku bahwa aku tengah hamil sekarang.

"Masih di rumah sakit sayang...." Sahut Reinard dari balik telepon. "Kenapa?"

"Nanti malem sibuk enggak?" tanyaku lagi dengan semangat.

"Enggak. Kenapa sih?"

"Kita dinner bareng yang honey...." Jawabku manja.

"Tumben."

"Ihh.....kok tumben sih. Aku mau kasih tahu kamu sesuatu. Sebuah kejutan."

"Sesuatu apa?"

"Ya rahasia dong! Kalau aku kasih tau kamu sekarang namanya bukan kejutan lagi."

"Hhmmm.....apa sih. Bikin penasaran."

"Harus dong!" kekahku lalu menyimpan foto USG bayiku ke dalam tas untuk nanti aku perlihatkan kepada Reinard saat makan malam nanti.

"Yaudah.....makan malem dimana nih?"

"Em....aku pilih-pilih dulu ya. Nanti aku kasih tau kita enaknya makan dimana."

Klandestin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang