'Jul, malam ini aku lembur'
Begitulah akhirnya, tepat di jam sepuluh malam bunyi pesan singkat dari Reinard muncul di layar ponselku.
Aku mendesah pelan. Selalu saja merasa kecewa setiap kali ia tak ada di rumah seperti ini. Seraa diabaikan, serasa tidak penting.
Malam sudah beranjak, dan aku belum mampu memejamkan mataku. Apa lagi? Pasti karena empat gelas kopi yang aku minum siang tadi. Aku rasa untuk satu minggu ke depan efek cafein ini belum bakalan hilang dari tubuhku.
Sejak tadi yang aku lakukan hanya berputar-putar saja di kasur. Mencoba memejamkan mata, namun meskipun kucoba berkali-kali tetap saja gagal. Bukannya mataku kian berat, justru malah sebaliknya.
Karena merasa malam ini hanya akan aku lalui dengan mata tak terpejam, akhirnya aku berniat untuk menelpon Reza.
"Za, lo ada acara enggak?"
"Kenapa nek? Gue Free, sexy and single!"
"Hust! Jangan sebut-sebut judul lagunya Bang Suju dengan mulut lemes lo itu! Kasihan kang Siwon dan sohib-sohibnya!"
"Eh Jul, lo telepon gue sebenernya mau ngapain sih? Bikin males aja deh!" protes Reza kesal.
Aku terkekah. Memang level pemarah Reza itu sudah melebihi rata-rata. Ia manusia paling pemarah yang pernah aku temui selama ini.
"Keluar yok!"
"Hah! Gue enggak salah denger ini?"
"Enggak. Selama kuping lo enggak banyak kotorannya sih gue rasa aman-aman aja."
"Mau gue jambak Jul?" teriaknya nyaring.
Aku kembali terkekah.
"Gue bosen di rumah sendirian Rez."
"Lha prince charming lo kemana?" tanya Reza kemudian. "Tumben-tumbenan ngajak keluar malem. Gue pikir lo kesambet."
"Serius. Gue kesepian."
"Lah, emang boleh keluar sama suami lo Jul? Kan biasanya wanita bersuami itu enggak boleh kelayapan malem. Pa-ma-li!"
"Kayak mak gue deh." Decakku sebal. "Si doi lagi lembur. Gue dirumah sendirian. Enggak bisa tidur."
"Yaudaaah....kita kemana sekarang? Gue juga bosen ini. Semenjak Eli hilang ditelan bumi, hidup gue juga jadi anak rumahan aja deh kayaknya."
Aku terkikik kecil. Tiba-tiba merindukan Eli juga. Bagaimana kabar wanita itu di London sekarang? Apa baik-baik saja? Apa dia juga sudah menemukan ketenangan batin di sana, jauh dari Doni dan segudang permasalahan hidupnya.
"Jul....lo diem aja?" suara Reza mengaburkan monolog di kepalaku.
"Eh....iya....em....kita ke tempat biasa aja yok." Tempat biasa yang ku maksud adalah sebuah bar kecil di pinggir kota. Bar itu milik salah satu teman Reza. Tempatnya memang kecil, namun cukup nyaman untuk berkumpul bersama teman dan menghabiskan malam.
"Okai. Gue tunggu di sana ya."
Setelah mematikan ponsel, aku segera berganti baju. Setelah cukup dengan polesan make up, segera kuraih kunci mobil dan meninggalkan rumah.
Untuk kali ini, aku sama sekali tidak ingin meminta ijin pada suamiku.
****
"Halo.....lama sekali kalian tidak berkunjung?" Arnold, sang bartender sekaligus pemilik bar menyapaku ketika aku baru sampai.
Aku mengulas senyum seraya meletakkan tas tanganku di atas meja. Di sampingku, Reza sudah terlihat asyik dengan martini-nya.
"Ya...aku sibuk." Aku duduk di sebuah kursi tepat di samping Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.