Aku melihat mobil Reinard berhenti di depan café. Dari balik kaca jendela lebar ini, aku bisa melihatnya turun dari mobil dengan gaya yang begitu alami namun mampu membuat siapapun yang melihatnya berdecak karena tergoda. Ia terlihat piawai melepas sunglass yang dipakainya lalu memasukkan barang itu ke saku kemejanya. Tampilannya pun begitu stylish dengan kemeja garis yang dimasukkan ke dalam celana jeans belel warna light blue dengan sepatu kets putih yang memperlihatkan kesan santai.
"Suamiku tampan ya pa?" kataku dengan senyum nakal pada papa yang sejak tadi duduk di seberangku.
Papa hanya mencebik. Satu jam yang lalu pria yang usianya lebih dari setengah abad ini menelponku dan mengajakku beserta Reinard untuk makan siang bersama. Awalnya aku menolak karena siang ini aku ingin pergi berbelanja bulanan bersama suamiku. Namun ketika Reinard mendapat telepon dari Wina tentang pasien, ia akhirnya menyuruhku untuk bertemu papa dulu dan akan menyusul.
Jadi beginilah akhirnya, aku menunggunya bersama papa.
"Siang pah...." Reinard menyapa papa ketika sudah sampai di depan kami.
Papa tersenyum. "Duduk Rei."
"Maaf, lama nungguin ya pa? tadi pasiennya agak ribet." Reinard lantas duduk di sampingku. "Maafin ya nunggu lama." Ia mengelus pipiku lembut.
Aku tersenyum dengan sedikit malu. Pasalnya ada papa dan suamiku itu bertingkah seolah kami hanya berdua.
"Ehemm...." Papa berdeham, sepertinya ia juga merasa tidak nyaman melihat interaksi kami. "Kamu mau pesen apa? Papa sama Julia sudah pesan. Tinggal kamu." Papa mengulurkan buku menu.
Reinard menerima buku menu tersebut. Tak terlalu lama memilih, ia akhirnya memilih zuppa soup dengan cokelat panas. Makan siang kami terasa hangat dan menyenangkan, dengan disertai pembicaraan-pembicaraan ringan seputaran pekerjaanku, Reinard dan juga papa.
"Papa mau bilang sesuatu." Papa menyeka bibirnya dengan tissue. Nasi di mejanya sudah habis, dan aku tahu ia ingin mengatakan sesuatu yang sejak tadi masih disimpannya.
Aku meletakkan garpu yang ku pegang, sedangkan Reinard menyesap minumannya.
"Papa mau pensiun." Lanjut papa.
Aku dan Reinard saling pandang. Jika papa menginginkan pensiun, itu berarti papa juga ingin menyerahkan posisinya pada orang lain. Dan aku tahu orang yang dimaksud papa itu siapa.
"Rei, kamu ya yang ganti'in papa." Papa menatap Reinard serius.
Aku kenal papa dengan baik, bagaimanapun juga aku sudah bersama pria ini sejak aku bayi. Papa berkemaunan keras, ia tidak mudah percaya dengan orang lain dan sekalinya percaya, papa akan menaruh kepercayaan pada orang itu dengan sangat baik. Hebatnya papa yaitu bisa membaca apakah orang itu benar-benar bisa dipercaya atau tidak.
Maka dari itu mustahil menolak tawaran papa ketika papa sudah sangat percaya dengan Reinard. Tapi aku mengembalikan semuanya pada suamiku. Bagaimanapun juga, basic Reinard berbeda dengan papa. Reinard dokter, papa pengusaha.
"Pa...." Sahut Reinard lembut. Wajahnya terlihat ragu-ragu.
Aku meremas pahanya pelan, untuk memberinya keberanian. Jikapun ia tidak mau menggantikan papa, aku masih akan tetap mendukungnya.
"Bukannya saya tidak mau pa. tapi sepertinya saya belum mampu untuk melakukan itu."
Papa tersenyum. Sepertinya ia sudah mengira jika Reinard akan mengatakan hal ini.
"Papa mengerti." Sahutnya lugas. "Papa juga tidak minta kamu untuk langung terjun di lapangan. Belajarlah pelan-pelan." Papa menenggak air putihnya. "Papa akan meminta sekertaris papa untuk mengajari kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin (Selesai)
ChickLitaku menikah dengan pria yang mempunyai segudang rahasia di dalam hidupnya.