chapter 51

111 16 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu

Adeh.... akhirnya up, sorry soalnya mempersiapkan diri buat ujian, di tambah perpisahan sekolah...

Oke mari lanjut...

Di vote atuh🐼

dan komennya 😘

🔪Happy reading 🔪

"Sebentar Farrel udah pulang? Kalian tidak ada niat untuk menjemputnya?" Tanya Nenek Fatimah di selah makannya.

Kini keluarga Pradipta tengah sarapan pagi, di mana waktu ini mereka sekeluarga tengah berkumpul untuk makan bersama.

Daffa yang sedang menyodorkan sendok di mulutnya, seketika terhenti dan melirik ibunya. "Farrel siapa?" Tanyanya seolah ia tak mengenal putranya sendiri.

Nenek Fatimah mengerutkan keningnya. "Putra sulung mu!" Tekannya dengan tatapan penuh kepedihan.

Daffa melanjutkan makannya, dengan mimik tak acuh, "saya tidak memiliki putra bernama Farrel!" Jawabannya dengan Entang.

Nenek Fatimah melirik putra semata wayangnya dengan tatapan penuh kekecewaan, "bisa-bisanya lidah kamu mengucapkan itu Daffa! Dia itu darah daging mu!" Tuturnya dengan manik mata berkaca.

Melihat ekspresi ibunya, Daffa lebih memilih menghentikan makannya dan meninggalkan meja makan.

Nenek Fatimah terlihat lemas, dan melirik Sera yang sedari tadi hanya menyimak, "Sera!" Panggilnya.

"Iyah Bu!"

"Kenapa sikap kamu juga berubah sama Farrel! Kamu juga seolah tak memperdulikan keberadaan putra sulung mu! Kamu lupa bagaimana bahaginya kamu pada saat putra pertama kamu lahir di dunia ini?" Nenek Fatimah beralih berbincang ke menentu-nya.

Sera terdiam, pikiran-nya menerawang jauh di masa lampau, di mana ia melahirkan putra pertamanya, di mana bibir kecil yang pertama kali memanggilnya dengan sebutan 'Bunda'. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca. "karena itu Bu! Saya merasa kecewa, putra kebanggaan saya itu, melakukan hal-hal di luar nalar. Saya merasa gagal dalam mendidik-nya Bu!" Lirihnya dengan air mata yang sudah mengalir duluan di pipinya.

"Ini alasan kamu menjauhinya? Dia sekarang membutuhkan sandaran, dan dukungan dari kamu! Ibu yang melahirkannya!" Tekan Nenek Fatimah dengan mata memerahnya. Kemudian mengalihkan pandangannya sembari menggeleng lemah. "Tidak ada lagi yang memperdulikan Farrel. Sepertinya rumah ini bukan tempat yang baik untuk dia!" Lanjut-nya kemudian, lalu menatap menantunya.

Sera sontak mendongak menatap Mertuanya, "ibu mau mengambil Farrel lagi?" Tanya Sera dengan wajah khawatir.

Nenek Fatimah terdiam-tidak menggubris pertanyaan menantunya. Dia berdiri dari tempat duduk lalu pergi meninggalkan meja makan.

_____ARKAN_____

Nadia mendorong pintu dengan kesusahan, karena tangan yang ia gunakan membuka pintu, tengah memegang tas jinjingan, sementara tangan yang satunya, sedang memegang erat pergelangan suaminya.

Sebenarnya tas jinjingan itu Arkan yang ingin membawanya, tapi berhubung sang istri melarangnya jadi yasudah, ia menurur saja.

"Assalamualaikum!" Ucap Arkan dengan sorok mata mencari, seolah mengharapkan sambutan dari orang-orang rumah.

Arkan melirik ke sana kemari, mencari orang rumah. "BUNDA!" panggilnya dengan nada di besarkan tapi nihil-tidak ada balasan.

"FARREL!" Nenek Fatimah tiba-tiba datang menghampiri sambil merentangkan tangannya, lalu dalam hitungan detik, tangannya pun mendarat dan mendekap erat Cucunya. "Maaf yah nenek engga pergi jemput!" Ujarnya lalu melepaskan pelukannya.

ARKAN |END| Belum RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang