the end

373 22 19
                                    

اَلسَّلَامُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Happy reading...

Daffa memegang hadle pintu lalu memutarnya secara perlahan, terlihat kondisi paruh baya itu sudah semakin membaik. Tapi yah begitu, dia hidup namun tak memiliki arwah. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, tatapannya kosong, dan nampak lesuh. Rasa bersalah dan traumanya seolah menghantui setiap langkahnya.

Saat ini, ia memasuki sebuah ruangan yang selalu menjadi saksi bisu atas kekejamannya kepada putra sulungnya yang sudah almarhum. Terakhir ia menginjak tempat itu untuk memberikan tendangan yang mengakibatkan si sulung dirawat dirumah sakit.

Daffa menatap sekelilingnya yang nampak rapi dan bersih, Langkahnya mengarah ke sebuah tempat yakni meja belajar yang berada di depan lemari kaca. Lalu terduduk di sana.

Tangan kakarnya meraih peci yang berada di atas Al-Qur'an, kamudian mengusap lembut benda itu. Bau parfum khas Arkan yang begitu tak menyengat membuatnya seketika menjadi nyaman.

"Maafin Papa Farrel, Seandainya yang pergi Papa saja!" Gumamnya dengan mata berkaca.

Tatapanya terlihkan ke arah laci meja yang nampak terbuka sedikit, dengan penasaran dia membukanya dengan luas lalu mengambil beberapa barang didalam sana.

Terlihat ada mainan mobil-mobilan berukuran mini berwarna merah milik Arkan kecil. Dan itu membuat Daffa mengingat kenangan beberapa tahun lalu. Mainan mobil-mobilan itu adalah hadiah darinya untuk Arkan kecil pada saat usia si sulung menginjak sepuluh tahun. Ternyata hadiah itu masih tersimpan rapi.

Pria paruh baya itu semakin dibuat sedih, seolah ada penekanan didalam dadanya. Ia menelan ludah dengan kasar lalu mengalihkan tatapanya ke arah amplop berwarna coklat.

To Papa, Ada tulisan tersebut dibagian luar amplop.

Daffa mengerutkan keningnya, ternyata surat ini adalah untuknya. Tanpa berpikir panjang dia langsung membuka amplop itu lalu melihat isinya.

Terlihat ada dua kertas didalamnya, salah satu diantaranya ada yang nampak begitu lusuh dan di penuhi silotip bening, terlihat jelas kertas itu habis di sobek kecil, namun Arkan sudah merakitnya bagaikan puzzel.

Tapi terlihat Daffa lebih mengutamakan untuk membaca isi surat yang kertasnya yang lebih baik.

Untuk Papa Daffa

Pah, Aku engga pernah melakukan hal itu, Bara lompat sendiri ke jalan dan ketabrak mobil, terus dua temannya nuduh aku. Aku paham ini adalah jebakan yang aku engga tau apa maksudnya.

Kalo memang Papa udah yakin dengan keputusan Papa untuk membawa aku pergi ke Bandung dan mengasingkan aku disana, aku ihklas kok.

Aku sayang banget sama Papa, Tapi aku malah mengecewakan. Aku minta maaf karena tidak becus menjadi putra sulungmu, di mana seharuasnya aku memberi contoh yang baik untuk adik-adik, malah aku berbuat kesalahan dan mencoreng nama baik keluarga.

Tapi, Satu yang aku minta, Papa maafin aku yah. Aku takut kalo nanti aku pergi selamanya tapi belum mendapatkan maaf dari Papa.

Farrel Arkan Pradipta

20 juni 2017

Setelah membaca surat dari si sulung, tiba-tiba air mata Daffa jatuh begitu saja. Rasa sedih begitu menyelimutinya.

Surat itu seharusnya dibaca dari tiga tahun yang lalu, tapi ia baru menemukannya.

"Farrel!" panggilnya tapi terdengar tertahan dengan isakan tangis kecil.

"Penyesalan selalu datang di akhir Daffa!" Ternyata sedari tadi sang ibu mengamati putra semata wayangnya bersedih. Tapi, ia lebih memilih terdiam dan mengamati tingkah putranya.

"Ibu benar!" lirihnya tanpa menatap Nenek Fatimah yang sudah berjalan ke arahnya.

Daffa lebih memilih untuk mengabaikan, seolah terang-terangan memperlihatkan kehancurannya atas kepergia si sulung. Ia meletakan secarit kertas yang ia pegang lalu beralih mengambil kertas yang dipenuhi selotip sebelumnya, lalu memperhatiakan kertas lusuh itu.

Awalnya ia sedikit bingung, tapi lama-lama ia sudah paham dengan isi kertas lusuh itu. Ternyata kertas itu adalah hasil ulangan matematika Arkan yang sudah disobek-sobek oleh Bara, ke jadian itu juga ditampakan pada CCTV.

Daffa menatap nanar kertas itu, ia tahu kertas ini begtu berarti untuk putranya itu.

Nenek Fatimah menatap iba Putranya, ia memegang bahu Daffa dengan lembut.

Daffa yang merasakan ke hangatan tangan sang ibu, langsung memegang tangan itu sambil menunjukan kertas lusuh itu. "Ini kertas ulanganya Farrel pada saat dia belum ke Bandung."

Nenek Fatimah mendekap mulutnya dengan mata berkaca menahan agar tangisnya tak pecah. Seketika ia mengingat sesuatu sebelum Arkan pindah ke Apartemen. "Ibu pernah lihat, Farrel simpan sesuatu di lemari." Ia sontak membuka pintu lemari yang tak jauh dari jangkaunnya.

Daffa menoleh ke arah Nenek Fatimah yang sedang membungkuk sambil mengotak atik isi lemari Arkan. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, wanita langsia itu langsung memperlihatkan ke putrannya.

Yah, Itu adalah Kanfas yang berukuran empat puluh kali empat puluh dengan lukisan indah di dalammnya. Terlihat disana ada Daffa dan Arkan yang tengah tersenyum lebar dengan setelan jas berwarna hitam. Keduanya begitu kompak bagaikan adik dan kakak yang sedang berfoto.

Mata Daffa seketika memanas. Ia ingat, lukisan ini pernah di berikan oleh Arkan pasca ulang tahunnya tempo hari. "aku ingat Farrel pernah ngasi ini ke aku!" Ujarnya dengan isakan kencang.

Arkan tau, dia tak akan pernah bisa berfoto dengan Papanya, sehingga merancang lukisan itu dengan modal imajinasinya sendiri.

Ia memeluk lukisan itu dengan erat, air mata yang turun begitu deras, seolah menumpahkan segala kesedihan dan penyesalannya. "FARREL PAPA MINTA MAAF!" Erangnya di selah tangisannya.

"Selamat jalan Farrel Arkan Pradipta, Putra sulungku yang dahulunya enggan untuk ku akui. Tapi, Setelah dia pergi justru menimbulkan rasa sesal bertubi-tubi! Papa minta maaf!"

Dan yah, Arkan adalah karakter utama dalam cerita ini. Tapi, dalam sudut pandang keluarganya dia hanyalah pemeran pembantu sama halnya bayangan, ada tidaknya itu tak berarti. Tetapi setelah dia meninggal justru menimbulkan penyesalan dari berbagai pihak, terutama pada Daffa.

Di akhir hidupnya, dia sudah melaksanakan tugas dan menui semua janjinya. Seperti terbongkarnya kejadian tiga tahun lalu, serta terbuktinya siapa dalang di balik menuduhnya mengenai tentang narkoba, ditambah ia sudah melaksanakan perintah orang tuannya untuk menikah dan menjaga Nadia.

Dan terakhir ia sudah berguna dan membanggakan Daffa.

Dan yah....  ini adalah akhir dari cerita ini....

The and

Huhhhhhh 

Gimana? Ada yang mau disampaikam sama author manis, cantik nan baik ini....

Jujur sih belum rela kalo cerita ini aku endingin... tapi mau ginama lagi... kalo ada awal pasti ada akhir...

Dah seneng baca komenan kalian... dari cerita ini aku menemukan banyak pengalaman baru, serta teman baru...

Salah satunya kak taaa🙂

Aku menciptakan karya ini, karena sesuatu yang enggna untuk kujelaskan...

Semoga karya ini bisa memberikan pembelajaran buat kita....

Vote dulu yah cintaku....

Artmanda455

ARKAN |END| Belum RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang