HN-07

3.7K 108 2
                                    

"Jika kesalahan ku saja engkau maafkan mengapa kesalahan nya juga tak engkau maafkan"

-Hanawa Ameira Rexall

''''

Siang harinya kini Dhanes sedang duduk di ruang tamu seorang diri pikirannya masih tertuju pada perkataan Nek Tari pagi tadi. "mau bagaimanapun ini semua bukan salah Nawa ia hanya ingin masuk pesantren memperdalam ilmu agamanya Dhanes izinkan saja iya okey rileks"

Zahra datang menghampiri Dhanes lalu duduk di samping Dhanes

"Pah"

"Iyah Ra kenapa?"

"Pah Zahra mohon tolong jangan kaya gini kasihan Nawa dia ngga ada salah apapun dia ngga terlibat sama sekali dengan urusan Abang tolong lah Zahra harus gimana lagi supaya papah mau izinin Nawa masuk pesantren pah, apa perlu Zahra mengemis pada papah?"

Dhanes terdiam ia semakin merasa bersalah pada Nawa putrinya benar apa yang di katakan Zahra Nawa tidak terlibat sama sekali ia masih muda masih remaja tapi ia sudah bisa membela abangnya seperti itu kasih sayang nya terhadap abangnya begitu besar Dhanes tahu ia salah dan ini semua harus segera di akhiri

Dhanes tersenyum mengelus puncak kepala Zahra. "Kamu sholat Dzuhur gih bentar lagi adzan kan lebih baik sholat di awak waktu"

"Iyah lah" Zahra menurut ia beranjak pergi ke kamarnya yang berada di samping kamar Nawa sedikit ia melirik namun ia tak berkutik langsung saja ia masuk ke dalam kamarnya membersihkan dirinya lalu mulai membuka Al-Quran nya selagi menunggu adzan Dzuhur

Dhanes pergi ke lantai 2 yang dimana disana terdapat kamar Nawa dan juga kamar Zahra ia berhenti di depan pintu kamar Nawa mengetuknya dengan perlahan

"Buka aja Bun, pintunya ngga di kunci juga" Ujar Nawa ia masih sibuk dengan aktivitasnya yaitu membaca kitab yaitu kitab Safinah yang pernah ia pelajari di pengajian nya di Jawa

Dhanes mulai membuka pintu kmar Nawa ia melihat putri kecilnya itu sedang asyik duduk lesehan di karpet bulunya yang berwarna merah maroon dengan sebuah kitab di tangan nya

"Nawa makan nanti, bunda duluan saja Nawa akan menyusul" Ucapnya tanpa menoleh sama sekali ia tak menyadari bahwa yang datang bukanlah Nadia melainkan Dhanes

"Nawa"

Suara bariton khas milik Dhanes masuk dengan bebasnya ke pendengaran Nawa ia terkesiap dengan suara itu sangat tidak asing tentu ia tahu siapa pemilik suara bariton itu

"P-papah?" Cicit Nawa ia langsung menoleh ke arah Dhanes dan benar saja Dhanes lah yang sedang berdiri menghadapnya

"Nawaa sayang" Dhanes mulai mensejajarkan dirinya dengan Nawa dengan mulai ikut duduk lesehan di samping putrinya

Nawa terperanjat ia hendak bangkit namun Dhanes mencekal tangannya
"Papah mau bicara sama kamu nak" ucapnya Nawa ia hanya diam memperbaiki posisinya seperti semula pandangan nya lurus ke depan ia tak mau menatap wajah sang papah

"Kamu masih marah sama papah?" Tanya Dhanes Nawa hanya diam lidahnya keluh tak sanggup melontarkan kata apapun

"Maafin papah nak, papah khilaf putri kecil papah mau masuk pesantren kan? Papah akan izinkan asal kamu mau bicara lagi dengan papah mana suara canda tawamu yang papah rindukan sudah berhari hari papah tak mendengar itu ayolah nak, jangan seperti ini papah menyesal" Ujar Dhanes ia mengeluarkan semua unek unek yang ada di hatinya

HANAZKAR [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang