> Keputusan Yang Berat

5.4K 484 13
                                    

Haechan terpaku. Ia tidak ingin masa lalunya kembali terulang.

'Dijual, katanya? Lebih baik aku menjadi pelayan di Kafe selamanya daripada dijual pada teman James dan hidup mewah.' batin Haechan.

Lalu dari mana ia mendapatkan uang tiga ratus ribu dolar itu?

Padahal baru beberapa menit yang lalu, keputusannya sudah bulat untuk menolak menikah dengan Mark dan mencari uang untuk membayar hutang dengan cara lain.

Ia menyeka air mata yang membasahi pipinya. Setelah itu Haechan memejamkan matanya sambil mengatur napas menenangkan diri.

"Tidak ada cara lain!"

Ia bangkit kemudian keluar dari kamar. Haechan berjalan menuruni anak tangga dan berpapasan dengan seorang pelayan.

Pelayan itu menunduk hormat pada Haechan.

"Tunggu." panggil Haechan.

Pelayan itu berhenti.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya.

"Hmm... Mark ada dimana, ya?" tanya Haechan. Tidak mungkin ia mencari cari Mark di mansion sebesar ini.

"Mr sedang berada di ruang tamu sebelah barat, Tuan." jawab pelayan itu.

Haechan mengerutkan dahinya. Ia tidak tahu di mana itu ruang tamu sebelah barat.

Si pelayan sepertinya bisa membaca kebingungan di wajah Haechan.

"Mau saya antarkan?" tanyanya.

"Boleh." jawab Haechan. Kemudian ia mengikuti langkah pelayan itu.

~

~

Mereka sampai di ruang tamu yang begitu indah. Haechan pernah ke sini tapi ia tidak tahu kalau ini adalah 'ruang tamu sebelah barat'.

Haechan melihat Mark dengan dua pria berbaju hitam sedang berjabat tangan. Sepertinya mereka sudah selesai.

Kedua pria berbaju hitam itu pamit dan segera pergi dari ruangan itu. Keduanya tersenyum kaku ketika berpapasan dengan Haechan.

Mark menoleh ketika menyadari Haechan ada di sana.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan." ucap si pelayan.

"Ya, terima kasih." jawab Haechan sopan.

Si pelayan tersenyum hangat, kemudian pergi sehingga di ruangan besar itu hanya ada mereka berdua.

Haechan berjalan mendekati Mark.

"Ada yang ingin ku bicarakan." ucapnya serius. Mark kembali duduk di sofa. Haechan duduk di depannya.

"Tentang apa?" tanya Mark sambil mengambil sebatang rokok, lalu menyalakannya.

Haechan kesal karena Mark malah merokok. Rasanya ia ingin membuan rokok itu jauh jauh, tapi lebih baik ia diam saja. Ia melanjutkan ucapannya.

"Tentang kontrak."

"Bukankah tadi kau sudah menolaknya?" tanya Mark sambil menghisap rokoknya. Haechan menutup mulut dan hidungnya.

"Sebelum aku bicara, bisakah kau membuang rokok itu dulu?" tanya Haechan tidak bisa menahannya. Ia paling benci rokok.

Mark tersenyum miring sambil menghisap lagi rokoknya. Tapi reaksi selanjutnya membuat Haechan kaget. Mark mematikan rokok itu di asbak.

"Sudah." sahut Mark.

Haechan menyipitkan matanya sebentar, lalu menghela napas.

"Aku punya kesepakatan baru." ucap Haechan.

𝙈𝙞𝙧𝙖𝙜𝙚 𝙤𝙛 𝙇𝙤𝙫𝙚 | markhyuck ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang