> Now You Believe?

5K 448 1
                                    

"What the fuck!" umpat pria itu.

"Jangan dekati priaku lagi!" ancam Mark dengan nada rendah, lalu menatap pria itu tajam.

Pria itu langsung ketakukan dan pergi.

Baru saja Haechan ingin berbicara, Mark sudah menarik tangannya. Mereka menaiki tangga, kemudian menuju ruang VIP yang tersedia di club tersebut.

"Apa apaan tadi kau—"

Tiba tiba Mark menciumnya tanpa izin.

Kaki Haechan rasanya lemas. Tanpa sadar Haechan melingkarkan tangannya di leher Mark.

Sedangkan Mark menciumi Haechan seperti itu adalah ciuman terakhir mereka.

Mark melepaskan ciumannya dan Haechan mencoba mengatur napasnya.

"Damn, I miss you so much." bisik Mark. Hati Haechan seketika terasa hangat. Mark tidak tahu betapa Haechan merindukannya.

Tapi Haechan mengalihkan pembicaraan.

"Apa apaan tadi? Kau menonjok pria itu?" bisik Haechan.

"Ia menyentuhmu." ucap Mark singkat.

"Lalu?" tanya Haechan.

"Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku." ucap Mark sambil mengunci tangannya di pinggang Haechan.

"Tapi kau boleh menyentuh siapa saja?" tanya Haechan.

Mark mengerutkan dahinya.
"Apa?"

"Aku tahu kau tadi mencium seorang wanita berpakaian mini di bar." ucap Haechan sakit hati. Ia mencoba melepaskan tangan Mark.

"Aku tidak menciumnya. Dia yang menciumku." sahut Mark membela diri.

"Apa bedanya, Mark?" tanya Haechan.

"Beda." jawab Mark singkat.

"Tapi bibirmu tetap menyentuh bibirnya." ucap Haechan dengan nada dingin.

"Itu bukan keinginanku, Haechan. Ia tiba tiba menciumku." jawab Mark dengan jujur. Memang begitu kenyataannya.

"Mark, Ayo hentikan semua ini." ucap Haechan tiba tiba.

Mark mengerutkan dahinya.
"Hentikan apa?" tanyanya bingung.

"Semua ini. Entah apa ini, aku sendiri juga tidak tahu." ucap Haechan lesu.

"Haechan, aku—"

"Tolonglah, Mark. Jangan egois. Kalau kau tidak mencintaiku, tidak perlu menciumku berkali kali seolah kau mencintaiku." ucap Haechan lirih sambil menyentuh bibir Mark.

"Kau tahu aku begitu mencintaimu, tapi semua perasaan ini tidak penting lagi. Jadi tolong jangan egois. Aku sudah cukup dengan semua ini. Jangan kau menciumku lagi seolah ka—"

Mark menciumnya lagi, kali ini lebih agresif.

Haechan frustasi pada dirinya sendiri. Mengapa ia tidak bisa menolak ciuman Mark?

"Haechan, goddamn it! I need you in my life. I want you!" bisik Mark.

"Please don't say that." ucap Haechan. Ia mulai menangis. Mengapa ia menjadi seperti ini? Moodnya selalu naik turun.

'Jangan ucapkan itu seolah kau mencintaiku. Rasanya begitu menyakitkan.' batin Haechan.

Mark berbisik di telinga Haechan.
"Kenapa aku tidak boleh mengatakan aku membutuhkanmu?"

"Tidak ada alasan kau membutuhkanku, Mark. Dan itu cukup menyakitiku. Apa kau sekali saja bisa berhenti menyakitiku?" tanya Haechan pelan.

Mark terdiam. Ia sudah yakin sekarang. Tidak mungkin ada kesalahan dengan semua ini.

Ketika ia melihat Haechan disentuh pria lain, ia cemburu. Ia tidak ingin apa yang menjadi miliknya disentuh oleh orang lain.

Kejadian tadi membuatnya yakin.

"Bagaimana kalau alasanku membutuhkanmu karena aku mencintaimu, Ms. Lee?" tanya Mark tepat di telinga Haechan.

Haechan terbelalak.
'Apa Mark serius dengan ucapannya?' batinnya tak percaya.

Haechan mendorong tubuh Mark.
"Kau bohong!" tuduh Haechan.

Mark mengangkat alisnya tidak percaya.
"Kenapa kau pikir aku bohong?" tanyanya.

"Kau ingin membuatku kembali memikirkan tentang kontrak itu, bukan? Agar kau mendapatkan perusahaan ayahku? Kenapa kau begitu rakus dengan kekuasaan, Mark? Apa tidak cukup kekayaan yang kau miliki sekarang?" tanya Haechan sedikit kesal.

Mark kaget mendengar ucapan Haechan. Ketika Mark hendak berargumen, Haechan sudah memotongnya kembali.

"Jangan jangan kau tidak jadi menikah dengan Jaemin karena ia sudah dikeluarkan dari daftar keluarga Seo? Hanya karena itu kau menelantarkannya?" tanya Haechan mencoba untuk kuat.

"Haechan, kau tidak mengerti." ucap Mark mencoba memberi pengertian.

"Oh, tentu saja aku tidak mengerti. Dan aku tidak ingin mengerti tentang apa yang terjadi sebenarnya! Dan kau—kau baru saja berbohong dengan perasaanmu, bukan? Kenapa kau harus berpura pura mencintaiku, Mark? Bisakah sekali saja kau berhenti menyakitiku?" tanya Haechan depresi.

Mark mengepalkan tangannya.

Ia berjalan mendekati Haechan, membuatnya mundur sampai punggungnya menyentuh tembok.

"Kenapa kau tidak percaya kalau aku mencintaimu, Haechan? Akhirnya aku bisa mengakui perasaanku tapi kau malah tidak percaya." ucap Mark sambil menatap Haechan dalam dalam.

"Kau menghindari ku selama dua Minggu, dan kau tiba tiba datang dengan mengatakan mencintaiku?" tanya Haechan menuntut penjelasan.

"Damn it, aku tidak menghindari mu, Haechan. Aku benar benar sibuk." ucap Mark frustasi.

"Lalu buktikan kalau kau benar benar mencintaiku." ucap Haechan membuat Mark mengangkat alisnya.

"Buktikan? Bagaimana?" tanya Mark.

Haechan masih tidak bisa percaya Mark mencintainya. Kemungkinannya begitu kecil untuk Mark mencintainya.

Lalu tatapan Haechan jatuh ke gelas yang berada di atas meja. Ia menelan salivanya ragu.

"Pecahkan gelas itu denga tanganmu. Kalau kau melakukannya, aku mempercayaimu." ucap Haechan sambil menunjuk gelas yang berada di atas meja.

Mark menoleh. Dia terdiam sejenak.

'Dengan begitu pasti ia mengakui kebohongannya. Tidak mungkin ia melakukannya.' batin Haechan yakin ketika melihat Mark terdiam.

Mark berjalan menuju meja. Ia mengambil gelas itu. Mark menatap tajam gelas yang ia pegang.

Dan aksi selanjutnya membuat Haechan kaget. Mark memecahkan gelas itu dengan tangannya.

Haechan terbelalak. Ia menutup mulutnya tak percaya.

Darah di telapak tangan Mark menetes ke lantai. Pecahan gelas berjatuhan ke lantai dan beberapa masih menempel di tangannya.

"Apa sekarang kau mempercayaiku?" tanya Mark sambil menatap Haechan. Tanpa mempedulikan banyaknya darah yang sudah mengalir dari tangannya.










BERSAMBUNG

𝙈𝙞𝙧𝙖𝙜𝙚 𝙤𝙛 𝙇𝙤𝙫𝙚 | markhyuck ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang