021

21.8K 433 48
                                    

Jam sudah menunjuk angka sebelas kurang lima menit. Adhara kelewat batas. Ia terlena dengan keseruan di hadapannya saat ini membuatnya lupa bahwa ia harus segera pulang. Adhara dan teman-temannya terlalu bergembira untuk kelulusan yang sudah di depan mata. Membuat Adhara sekali lagi mencoba meminum alkohol, meski dengan sedikit paksaan.

Tidak seperti sebelumnya. Saat ini Adhara tau apa yang ia minum, dan ia tau batasan untuk menjaga dirinya tetap tersadar. Itu yang awalnya Adhara pikirkan hingga sesaat kemudian ia menyadari bahwa ia sudah melewati waktu yang ditentukan.

Biasanya jikalau akan pulang larut malam Adhara akan berasalan dan mengatakan untuk menginap di rumah Marissa atau Claudia. Namun sialnya, Sebastian Orlando itu menghalanginya.

Adhara menelpon ke nomor Sintia, meminta izin untuk menginap, dan tau apa yang ia dapatkan? Ian yang mengangkat telepon itu! Tentu saja dengan tegas pria itu menolak dan tidak mengizinkan Adhara untuk menginap. Yang kemudian menetapkan Adhara untuk tidak pulang lewat dari pukul sepuluh malam.

"Gila! Gue udah kelewatan!" Teriak Adhara panik.

"Ha?! Kenapa Ra?!" Tanya Marissa.

"Gue harus pulang jam sepuluh, ini udah lewat banget." Keluh nya.

"Yah, kok cepet banget. Nginap aja udah" tawar Marissa.

"Gak bisa, ini bang Ian yang nyuruh, gue takut lah."

"Tapi Claudia lagi kemana juga kita gatau. Dari tadi keliatan tu anak."

"Gue pulang sendiri aja deh gak papa. Asal sampe rumah aman nyawa gue"

"Enggak ah, Lo minum loh tadi, takut gue Lo kenapa-napa. NAHH, itu sama Zevan aja."

"Zevann!" Marissa beralih memanggil pria bernana Zevan itu.

"Kenapa sa?" Tanya Zevan ketika ia sudah berada di hadapan Marissa dan Adhara.

"Lo anter Adhara pulang dulu ya. Buru-buru dia soalnya." Ujar Marissa.

"Eh gak perlu. Gak enak gue ngerepotin Lo lagi..." Ucap Adhara tak enak hati.

"Udah gapapa lagi, santai aja. Ayo" Dengan tanpa beban Zevan membawa Adhara keluar club menuju tempat dimana motornya terparkir.

"Makasih ya. Gue banyak ngerepotin Lo hari ini." Ujar Adhara.

"Santai Ra, gue gapapa lagi. Asal Lo gak lupa sama janji Lo tadi."

"Hm, janji apa?"

"Tuh kan udah lupa aja. Segampang itu gue dilupain kali ya?"

"Eh gak gitu ..."

"Lo janji bakal traktir gue makan loh"

"Oh iya soal itu! Aman aman, atur aja waktunya nanti kalau Lo lagi senggang."

"Gue mah senggang terus kalo buat Lo."

"Bukannya Lo model ya? Liburan gini gak banyak job?"

"Buat Lo mah bisa gue batalin semuanya."

"Dihh, gombal! Udah ah ayo kalau mau nganter pulang, gue takut banget dimarahin tau."

"Pegangan yang kuat deh, gue bakal ngebut."

Tadinya Adhara ragu untuk berpegangan langsung di pinggang Zevan, hingga akhirnya ia hanya memegang ujung jaketnya saja. Namun ketika pria itu benar-benar membawa motornya dengan kecepatan tinggi, mau tidak mau Adhara memeluk erat Zevan karena refleks nya agar tidak terjatuh.

Benar-benar hanya dalam waktu singkat mereka tiba di halaman rumah Adhara. Adhara merasa jantung dan nyawanya tertinggal di tengah jalan, wajahnya benar-benar pucat dan ketakutan karena Zevan.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang