060

9.6K 147 13
                                    

Lama banget ya boo, nungguin vote imbang doang, hmm

Kesel tapi aku lagi seneng karena cerita ini udah tembus 1jt pembaca yeayyyyy!!!

Lop banget buat kalian yang udah mampir apalagi nyempatin vote dan komen. Lop banyak banyak pokoknya.

Baiklah ku persembahkan part terakhir cerita ini kepada kalian semua karena udah bikin cerita aku sampai tembus 1jt huwaaaaaaa

Selamat membaca dan semoga memuaskan ya~~~~

Mengetahui perbuatan anak mereka yang ternyata mengganggu keluarga Brian dan Sintia, mau tidak mau Alex dan Grace kembali menginjakkan kaki ke psikiater yang sebelumnya sudah menjadi tempat kontrol rutin yang mereka kunjungi di awal-awal pertemuannya dengan Harry. Harry tidak baik-baik saja. Dan itu bukan hanya secara fisik, karena nyatanya jiwa dalam dirinya juga tidak dalam kondisi baik.

Bertahun-tahun lalu, dokter sudah mengatakan baik Harry sudah jauh lebih baik. Dia bisa melakukan hal-hal yang ia senangi untuk menyembuhkan bagian lain dalam dirinya yang tidak dapat disentuh dokter ataupun obat-obatan. Karena itu, bertahun-tahun lamanya Grace dan Alex terus bekerja sementara membiarkan putra tunggal mereka menikmati hidup dengan melakukan berbagai hobi yang digemarinya.

Pikiran yang menganggap semuanya sudah baik-baik saja ternyata salah, karena nyatanya, ketika dihadapkan pada masa lalu dan realita kehidupan yang seharusnya ia jalani, Harry kembali terobsesi pada sesuatu yang tidak bisa ia miliki. Baik Sahla maupun Sintia, pada akhirnya tidak benar-benar menjadi miliknya, yang mana itu membuat Harry merasa harga dirinya terluka. Hal yang seharusnya tidak dirasakan oleh orang dengan jiwa yang baik-baik saja. Bukankah seharusnya Harry merasa bahagia jika benar wanita yang ia cintai berbahagia? Bukan malah mengancam dengan masa lalu yang jelas akan menghancurkan hidup wanita yang katanya ia cintai itu.

Syukurnya, di pengobatan kali ini, tidak butuh waktu lama bagi Harry untuk mulai menyembuhkan dirinya. Ia mulai menyadari kesalahannya dan mulai ikhlas menerima kenyataan yang ada. Tidak lagi memaksa seperti apa yang ia lakukan beberapa waktu belakangan. Meski begitu tetap saja Harry masih membutuhkan dampingan keluarganya, karena bagaimanapun dia tetap harus melakukan kontrol rutin ke psikiater dan support system keluarga adalah hal yang sangat dibutuhkan.

Disisi lain, Adhara yang mengetahui kabar Harry dari Grace pun merasa khawatir. Namun ia juga senang, karena dengan begini tidak ada lagi alasan bagi Sintia untuk mengakhiri pernikahannya dengan Brian. Nyatanya, bagaimana pun buruknya masalalu Sintia, Brian tetap menjadi orang paling pertama yang akan menerimanya dengan segala cinta yang ia punya.

"Ian, kamu yakin dengan keputusan mu ini?" Tanya Brian. Saat ini hanya ada ia dan putranya yang sedang duduk di ruang tengah, sementara Adhara bersama Sintia sedang menyiapkan makan malam.

"Harus berapa kali aku bilang kalau ini adalah apa yang aku dan Adhara inginkan pa."

"Jujur saja, papa ingin kalian berdua bahagia. Tapi disisi lain, ada perasaan tidak nyaman mengingat Adhara sudah papa anggap seperti anak sendiri."

"Tidak akan ada yang berubah pa. Setelah aku dan Adhara menikah, dia tetap akan menjadi anak papa, dan anak kami ya akan menjadi cucu papa. Apalagi yang papa pikirkan?" Mendengar jawaban sang anak Brian hanya bisa menarik nafas panjang, bagaimanapun sepertinya keputusan Ian dan Adhara tidak akan berubah.

"Papa, Ian, ayo sini, makanannya udah siap nih!" Seru Adhara memanggil keduanya. Mendengar panggilan itupun Brian dan Ian segera beranjak dari tempat duduk mereka menuju ruang makan.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang