011

44.4K 578 1
                                    

Adhara terbangun dari tidur nyenyak nya, tubuhnya sakit seluruhnya. Jelas siapa lagi pelakunya jika bukan Sebastian Orlando yang menggempurnya habis-habisan tadi malam.

Oke, sejak Adhara menerima sepuluh juta itu dari Ian, maka kini separuh hidupnya berada ditangan Ian. Adhara memang menyetujui kesepakatan itu, tapi siapa yang tau bahwa melakukannya kali ini akan sangat berbeda?

Pertama kali ia melakukannya bersama Ian hari itu, tidak sampai separah ini. Bukankah katanya pengalaman pertama itu menyakitkan? Namun kenapa melakukan untuk kedua kalinya justru lebih meremukkan tubuh Adhara?

Adhara tau alasannya.

Ian melakukannya cukup kasar hari ini. Jika kemaren hanya permainan sesaat, yang kali ini jauh lebih memabukkan. Adhara tidak benar-benar membencinya, karena setiap sentuhan yang Ian berikan membawa kenikmatan tersendiri untuk Adhara.

Tiba-tiba sebuah tangan kekar melilit pinggang Adhara, membuatnya mau tidak mau mengurungkan niatnya untuk bangkit dari tempat tidur.

"Morning ..." Sapaan lembut itu hanya dibalas deheman Adhara.

Merasa Adharanya hanya diam saja, Ian mencium kening wanitanya itu. Menghirup aroma rambut Adhara cukup lama. Hingga kemudian tangannya mulai menggerilya di tubuh polos Adhara.

"Abang ..." Adhara merasa aneh pada tubuhnya, meminta Ian menghentikan permainannya.

"Kenapa?" Tanya Ian dengan wajah gusar ketika Adhara membuat jarak diantara tubuh mereka.

"Katanya Abang gak gila, tapi apa sekarang? Adhara jadi bolos sekolah gara-gara Abang!"

Ian mencari ponselnya, melihat sudah jam berapa sekarang ini. Ia kemudian tertawa ketika menyadari sudah pukul sembilan pagi.

"Maaf yaa" ujar Ian yang kembali mempersempit jaraknya dengan Adhara, memeluk tubuh ramping itu dan kemudian mengecup hingga melumat bibir manis yang kini menjadi candu untuknya.

"Ahh" desahan keluar dari mulut Adhara ketika tangan Ian mulai memainkan payudaranya.

"Abangg udah dong. Ini masih sakit banget ..." Keluh Adhara.

"Sakit?" Adhara menganggguk, merasakan bagaimana kewanitaannya terasa perih karena bermain cukup kasar dan sangat lama tadi malam.

"Lagian Abang nafsu banget, pertama kali di pesta itu gak sampai kayak gini."

"Jelas beda Dhar, waktu itu saya gak tau siapa kamu. Sekarang saya bisa melihat dengan jelas wajah kamu dan melakukannya dalam keadaan benar-benar sadar. Rasanya lebih menyenangkan." Ujar Ian yang kemudian mengecup sudut bibir Adhara, berterimakasih untuk apa yang mereka lakukan tadi malam.

"Terus sekarang gimana caranya Adhara jelasin ke mama papa? Adhara udah bolos, gak pulang ke rumah lagi"

Ian diam sejenak, ia juga berpikir bagaimana membohongi orang tua mereka.

"Biar saya yang mengurusnya, kamu mandi gih? Atau... Mau ronde selanjutnya?"

"Dasar iblis, gamauuuu" Adhara kemudian bangkit dari tempat tidur, berlari menjauh dari Ian menuju kamar mandi. Hal itu membuat Ian tertawa dan sesuatu dibawahnya tegak sempurna, Adhara berlari dalam keadaan telanjang bulat! Sepertinya ia tidak menyadari hal itu.

___________

"Ma, Adhara gak ada di rumah ya?" Adhara melihat Ian yang duduk di sampingnya itu menelpon Sintia, menanyakan tentang dirinya yang padahal sedang bersama pria itu.

Adhara panik bukan main ketika melihat handphone nya mendapatkan banyak pesan dan panggilan dari sang mama. Melihat hal itu Ian segera bertindak, menelpon Sintia entah untuk apa.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang