028

16.1K 332 9
                                    

"Mau mampir dulu Van?" Tawar Adhara pada Zevan.

Mereka baru saja hangout bersama ke salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di kota mereka. Jenuh untuk terus-terusan bermain ke mall, Adhara, Marissa, dan Claudia, memutuskan untuk piknik bersama. Dengan membawa tikar dan beberapa makanan sebagai bekal perjalanan mereka.

Dan tidak hanya mereka bertiga saja, karena Zevan, kekasih Marissa yakni Aldo, dan Riko, salah satu gebetan Claudia juga ikut ke dalam agenda mereka hari ini. Untuk urusan piknik, tentunya semakin ramai semakin seru kan.

"Gausah Ra, gue langsung pulang aja ya. Salam sama orang rumah ya Ra." Jawab Zevan yang memang sedang terburu-buru mengejar waktu untuk pemotretan hari ini.

"Oke deh kalau gitu. Makasih ya udah dianter pulang. Hati-hati loh"

"Haha siap, gue balik dulu ya." Kendaraan Zevan pun berlalu meninggalkan halaman rumah Adhara.

"Mamaa!" Adhara masuk ke rumah, berteriak mencari kehadiran sang mama.

"Kenapa sih Dhar teriak-teriak? Kaya di hutan aja"

"Hehehe. Ini kenapa ma kok rame?" Tanya Adhara melihat beberapa orang asing ada disana.

"Haish kamu itu, kan kamu yang minta renovasi kamar!"

"Hah, jadi ini buat renov kamar Adhara???"

"Iya sayang."

"Ihh seneng bangett. Mama gak lupa sama rancangan yang Adhara minta kan ma?"

"Udah aman semuanya. Mama udah kasih tau mau nya kamu gimana. Mama sendiri kok yang tadi milih furniture baru sesuai request kamu."

"Aaaaa terima kasih mama ku sayang" Adhara kegirangan memeluk Sintia.

"Jangan makasih ke mama, ke papa kamu tuh sana. Semua ini kan hadiah dari papa kamu."

"Mana papa nya ma?"

"Di halaman belakang tuh, lagi nyantai di samping kolam."

"Oke ma Adhara kesana dulu ya."

"Jangan lari-lari!" Peringatan dari Sintia itu sudah terlambat, karena Adhara sudah terlebih dulu berlari kegirangan menuju tempat dimana Brian berada.

"Papaa!" Adhara merentangkan tangannya memeluk pundak Brian dari belakang. Lelaki paruh baya itu sedang duduk selonjor di kursi santai sembari memainkan laptopnya.

"Waduh tumben nih begini." Balas Brian.

"Hehe, makasih banyak ya papa ganteng. Adhara sayang sama papa." Lanjut Adhara dan kemudian mengecup pipi Brian.

"Iya iyaa. Kan papa udah janji kemaren. Duduk sini." Brian melipat kakinya, menepuk tempat dimana kakinya yang tadi berselonjor agar diduduki Adhara. Adhara pun menurut.

"Jadi gimana kuliahnya? Udah ada kepastian mau kemana?"

"Kuota SNBP Adhara gak Adhara ambil pa. Kayanya temen Adhara lebih butuh itu."

"Terus kamunya gimana? Mau ambil apa jadinya?"

"Humm" Adhara berdehem dan kemudian tersenyum lebar.

"Udah papa tenang aja. Adhara udah gede kok untuk bisa ngambil keputusan sendiri, jadi papa tinggal tunggu aja hasilnya nanti. Biar surprise"

"Jadi rahasia nih ceritanya? Anak papa udah besar ya, udah pinter main rahasia rahasiaan." Ujar Brian bercandaan dan kemudian menggelitik perut Adhara.

Hal itu membuat Adhara tertawa terbahak-bahak dan setelah berhasil terlepas dari gelitikan itu Adhara segera bangkit dan kabur menjauh, dengan senyum cerah yang masih terbit di wajahnya.

Adhara yang sudah sempat masuk ke dalam rumah, kembali lagi di hadapan Brian. "Paa..." Panggil Adhara pelan.

"Kenapa lagi Adhara?" Jawab Brian dengan candaan, seakan ia sudah lelah menghadapi Adhara.

"Hehehe. Nanti Adhara tidurnya dimana ya?" Adhara cengengesan, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Papa udah minta bibi buat bersihin kamar tamu tadi siang. Bisa langsung kamu tempati. Nanti ambil aja barang-barang yang sekiranya kamu butuhkan."

"Oke deh pa. Makasih lagi ya." Sekali lagi Adhara memberikan kecupan di pipi Brian dan kemudian segera melarikan diri, membuat Brian geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya.

______________

"Loh Abang, ada apa?"

Adhara sedang sibuk melakukan skincare routine nya ketika tiba-tiba ketukan pintu terdengar dari kamar sementaranya itu. Dan ketika ia membuka pintu tersebut Ian lah yang ternyata menjadi pelakunya.

"Kangen."

Mendengar hal itu tentu saja Adhara tertawa. Abangnya bersikap sangat aneh. Tidak biasanya pria penuh gengsi dan plin-plan itu mengatakan kangen secara blak-blakan.

"Abang aneh aneh aja."

"Saya serius Dhar. Rasanya aneh banget karena malam ini kamu jauh dari saya."

"Kita masih di satu rumah yang sama loh bang."

"Tapi rasanya beda Adharaaaa. Ini kamu gak ada niatan buat ngajak saya masuk?"

Adhara melihat sekeliling, setelah dirasa aman barulah Adhara mempersilahkan Ian untuk masuk ke dalam.

Ian mengambil tempat untuk duduk di atas kasur Adhara. Sementara Adhara duduk di meja rias untuk melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat tertunda. Tidak ada percakapan apapun, Adhara hanya sibuk sendiri begitupun dengan Ian yang hanya menatap setiap gerak-gerik Adhara.

"Oke udah siap nih." Seru Adhara dan kemudian berbalik arah hingga kini ia berhadapan dengan abangnya.

"Abang mau tidur disini?" Tanya Adhara.

Tidak menjawab Ian justru mengambil posisi untuk berbaring di tempat tidur, dengan sedikit merapikan posisi untuk mempersilahkan Adhara tidur disampingnya. Adhara yang mengerti pun langsung ikut bergabung bersama Ian.

Keduanya berbaring berhadapan dengan Ian yang memeluk erat tubuh Adhara. Deru nafas Ian dapat Adhara rasakan dengan jelas, begitu pun dengan detak jantung lelaki itu.

"Abang lagi pengen?" Pertanyaan Adhara membuat Ian membeku dan kemudian ia menggelengkan kepalanya.

"Udah buruan kamu tidur." Ucap Ian yang kemudian mengecup kepala Adhara.

Bukannya memejamkan matanya, Adhara justru mendongakkan kepalanya, hendak menyamakan posisi kepalanya dengan Ian. Kemudian ia mengecup bibir Ian.

Mereka saling bertatapan. Hingga kemudian Ian melakukan hal yang sama. Memberikan kecupan di bibir Adhara. Namun setelah memberikan beberapa kecupan, Ian justru semakin gencar membuat kecupan kecupan itu menjadi lumatan. Membuat Adhara memejamkan matanya, menikmati permainan lidah mereka. Cukup lama hal itu terjadi hingga akhirnya Ian berhenti.

Adhara pun mulai memejamkan matanya. Hendak tidur bersama dengan abangnya yang masih bertahan dengan posisi memeluk tubuh mungilnya.

Melihat Adhara nya yang tampak sudah tertidur, Ian memutuskan untuk bangkit dari sana. Hal hal kecil seperti itu sudah cukup untuk menenangkan hati dan pikirannya. Itulah mengapa ia akan kembali ke kamar. Tidak lupa memberikan kecupan di kepala Adhara.

Tepat saat Ian keluar dari kamar itu, ia dikejutkan dengan sesuatu. Karena Brian berdiri disana, memandang tak percaya pada putranya yang keluar dari kamar Adhara berada.

Jam yang sudah menunjukkan lebih dari pukul dua belas malam, membuat Ian yakin bahwa orangtuanya sudah tidur. Namun ternyata ia salah. Kamar tamu yang berada tidak jauh dari tangga membuat Brian dapat melihat dengan mudah ketika ia baru saja kembali dari dapur. Karena dapur mereka pun juga tidak jauh dari tangga.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang