049

8.8K 156 12
                                    

"Terus, ngomong-ngomong, persoalan Lo sama adek Lo gimana?" Tanya Reyhan memecahkan keheningan.

"Dia di Australia sekarang," jawab Ian. Saat dilihatnya ketiga temannya itu memasang wajah penasaran penuh tanya, Ian pun menjelaskan secara singkat bagaimana ceritanya sampai Adhara berakhir di sana.

Reyhan dan Rangga mengangguk mengerti. Berbeda dengan Saka yang saat ini berdiam diri. Terdapat perasaan bersalah dihatinya, namun sulit sekali menggerakkan mulutnya untuk mengucapkan maaf pada Ian.

Menyadari hal itu, Rangga membuka suara, "Saka mau ngomong sesuatu tuh." Reyhan dan Ian sontak menoleh kearah Saka.

Saka mengumpat dalam hati, Rangga sialan itu tidak membiarkannya mengambil suasana yang tepat tapi malah mendorongnya hingga mau tak mau ia terpaksa harus mengatakan detik itu juga.

"Tian, gue ... Gue ngerasa salah atas apa yang gue lakuin sebelumnya. Gue minta maaf, tapi gue yakin Lo tau dan ngerti alasan dari semua itu."

Mendengar perkataan maaf dari Saka, Ian pun merangkul temannya itu. Dia sangat mengerti alasan dibalik sikap sensitif Saka terhadap permasalahannya ini. Seharusnya Saka bisa dengan jelas melihat dua perkara yang sebenarnya berbeda ini, namun mungkin, perasaan trauma itu masih tersisa di hatinya, membuat dirinya menyamaratakan setiap kasus yang hampir serupa.

"Iya gue ngerti ka, dan gue juga minta maaf. Tapi yang perlu Lo inget, gue gak sebajingan laki-laki itu, gue tau batasan dan gue gak akan nyakitin Adhara."

Sebelumnya Saka adalah anak tengah dari tiga bersaudara. Mereka bertiga adalah saudara beda ibu dengan satu ayah. Ya, ketiganya memiliki ibu yang berbeda. Memang sebrengsek itu lelaki yang sialnya adalah Ayah Saka.

Semuanya berjalan baik-baik aja awalnya, mereka memang tidak cukup dekat namun tidak pula bermusuhan. Perbedaan usia yang tidak begitu jauh, membuat mereka cukup dekat di masa kecil, akan tetapi seiring berjalannya waktu semuanya sibuk masing-masing.

Abang laki-laki Saka, bernama Bima, tiga tahun lebih tua darinya, dan Saka juga mempunyai seorang adik perempuan bernama Karina yang dua tahun dibawahnya.

Meskipun tidak cukup akrab dan mempunyai banyak interaksi, Saka menyadari perubahan yang terjadi pada diri Karina. Semakin hari, penampilannya semakin lesu dan hampir setiap waktu wajahnya pucat pasi. Saka sudah menanyakan secara langsung pada adiknya, namun jawaban yang Saka terima selalu saja sama, kelelahan karena tugas sekolah.

Saka yang merasa janggal tidak dapat menerima jawaban konyol itu begitu saja. Sampai akhirnya dilihatnya Bima yang memasuki kamar Karina membuat Saka bertanya-tanya. Tepat saat itu, Saka mengetahui alasan sebenarnya.

Ia tidak cukup bodoh untuk memahami suara yang terdengar dari dalam sana, namun sayangnya Saka juga tidak cukup berani untuk memergokinya secara langsung hari itu. Saka marah, tentu saja, namun ia tidak bisa berbuat apapun tanpa rencana, Saka yakin dirinya juga akan ikut habis jika berusaha menghajar Bima detik itu juga.

Setelah dilihatnya Bima keluar dari kamar Karina, Saka berjalan cepat, mengetuk pintu kamar wanita itu, tidak kunjung mendapatkan jawaban, Saka pun akhirnya membuka paksa. Di sudut ruangan itu, terlihat Karina yang tanpa sehelai pun pakaian duduk sembari memeluk kedua kakinya, pandangannya kosong, tampilannya begitu berantakan, tampak jelas kondisinya yang terlihat ketakutan.

Saka berjalan cepat mendekati Karina, memeluknya erat. Awalnya Karina memberontak, dirinya berteriak ketakutan dengan kalimat-kalimat pilu penuh permohonan yang terus diucapkan. Kalimat-kalimat itu adalah kalimat yang mungkin Karina ucapkan pada Bima namun tak pernah didengarkan.

Saka berhasil menenangkan Karina, memperbaiki tampilannya dan berusaha mengajak Karina berbicara. Saka meyakinkan Karina bahwa dia harus segera menceritakan semuanya pada ayah mereka. Namun Karina menggeleng, sampai kapanpun ia tidak akan melakukan hal itu.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang