052

5.6K 132 0
                                    

"Ian?!"

Tentu saja Adhara sangat terkejut dengan kehadiran Ian dihadapannya saat ini. Mereka tinggal dan hidup dalam jarak yang cukup jauh, jadi tidak mungkin tiba-tiba Ian akan datang untuk menjemputnya seperti halnya dulu yang seringkali mereka lakukan.

"Aku khawatir." Ucap Ian.

"Aku juga minta maaf kalau kamu marah sama ucapan ku kemarin. Aku gak bermaksud mengenyampingkan kamu, dan supaya kamu gak berpikir aku gak memprioritaskan kamu, aku disini sekarang." Sambungnya lagi.

Mendengar hal itu Adhara segera menghambur kedalam pelukan pria itu, melepaskan segala beban beban berat yang belakangan ini menghampirinya. Tangisan tidak dapat ia tahan, dalam dekapan pria pujaannya Adhara menangis, sedih, terharu, bahagia, takut, semua perasaan itu bercampur jadi satu.

"It's okay honey, aku disini sekarang."

_______________________

"Bisa jelaskan gimana caranya kamu bisa nemuin aku disitu? Canberra luas Ian, gak mungkin kamu bisa langsung tau dimana aku berada gitu aja." Adhara mencoba mengintrogasi Ian saat merasakan keganjalan dari kedatangan pria itu. Dan untuk Fani, melihat Adhara yang tampaknya butuh waktu pribadi, ia pun memutuskan untuk kembali lebih dulu.

"Okey, tapi sebelum aku kasih tau, kamu harus janji gak bakal marah ya!" Mendengar kalimat Ian tersebut malah membuat Adhara memicingkan matanya.

"Sebelum kamu berangkat, aku sempat menghubungkan lokasi hp kamu. Sorry. Aku tau aku salah karena melanggar privasi kamu, tapi aku takut kamu kenapa-napa disini." Mendengar penjelasan Ian Adhara hanya bisa menarik nafas pasrah, mau marah juga energinya sudah tidak ada. Toh yang Ian lakukan tentunya karena kepedulian lelaki itu padanya.

Setelah itu Adhara memilih untuk diam. Dan dalam keheningan itu Adhara dan Ian berusaha menghabiskan makanan di hadapan mereka. Ian yakin ada yang tidak beres dengan wanitanya itu.

"Baby, bisa kasih tau aku sekarang apa yang mengganggu pikiran kamu? Aku tau kamu lagi gak baik-baik aja."

"Aku takut buat ngomongin ini..."

"Apa yang kamu takutin? Aku udah disini, Dhar."

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Adhara berujar cepat.

"Aku hamil."

Dua kata itu berhasil membuat Ian mati kutu. Ian benar-benar belum siap dengan hal ini. Kondisi di rumah benar-benar belum stabil dan suatu kabar baru sudah hadir kembali di kehidupan mereka.

"Dhar—,"

"Aku tau ini gak tepat dan kita bahkan udah sempat pisah. Tapi aku bener bener gak melakukan sama siapapun selain sama kamu!" Adhara memotong ucapan Ian membuat lelaki itu panik, tentu saja bukan itu yang ia ingin bicarakan. Dan Ian sangat yakin bahwa sekalipun Andhara hamil, janin di perutnya sudah pasti adalah anaknya.

"Apa yang kamu omongin dhar, udah pasti itu anak kita. Udah berapa usia kandungannya?" Adhara menatap Ian, mencoba mencari keyakinan dari ucapan pria itu.

"Jalan empat Minggu. Aku bingung banget harus apa, aku gatau harus ngapain, aku takut ..."

Ian meraih tangan Adhara, menggenggamnya erat untuk memberikan kekuatan pada kekasihnya.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang