057

4K 92 0
                                    

Karena sejak terakhir kali aku cek komen kalian satu-satu, lebih banyak yang memilih langsung tamat, So, sekarang ini aku persembahkan untuk kalian, hasil tulisan kebut-kebutan ku ini~

Btw jangan lupa bote dan komen untuk kelanjutannya yaaa

Selamat membaca sampai ending ~

🎉 SELAMAT SATU TAHUN CRAZY BROTHER🎉

"""""""

Adhara pergi setelah Sintia memilih untuk berhenti mendengar apapun lagi. Entah kemana wanita itu pergi, yang jelas dia pasti butuh untuk mencari ketenangannya sendiri.

Sementara untuk Sintia, ia masih setia mengurung dirinya di kamar. Merenungi masalah bertubi-tubi yang mendadak menghantam kehidupannya.

Disisi lain, Brian dan Ian, ayah dan anak itu justru kembali bertemu di meja makan. Setelah waktu semalaman telah terlewati, barulah tampak dengan jelas bekas pukulan Brian di wajah putranya yang menyebabkan memar biru keunguan dengan sobekan sobekan halus di sekitarnya.

"Dasar anak bodoh. Bajingan brengsek. Bagaimana bisa sampai melakukan itu?!!" Sepertinya kemarahan Brian belum surut juga, bahkan setelah memakan waktu semalaman pun kepalanya masih tetap mendidih ketika bertemu dengan anaknya itu.

"Papa sudah tau semuanya sejak awal, kenapa harus begitu marah?" Tidak seperti kemarin yang memasrahkan dirinya, kini Ian sudah berani menjawab, karena ia rasa dia tidak bisa hanya diam saja karena penjelasannya juga mungkin akan dibutuhkan.

"Yang aku tau putra ku tidak akan sebodoh itu sampai menghamili adiknya!"

"Adhara bukan adik ku lagi. Papa dan mama Sintia akan cerai kan? Maka aku dan Adhara juga gak ada hubungan kakak-adik lagi."

Brian tersentak, ekspresi wajahnya menegang. Jelas saja dia terkejut dengan ucapan Ian yang tiba-tiba membahas perceraiannya. Hal yang sebenarnya sama sekali belum terpikirkan oleh Brian.

"Kenapa kaget? Aku lihat surat perceraian itu di meja. Coba jelasin, apa alasannya? Kenapa tiba-tiba mau cerai sama istri yang paling anda cintai itu?"

"Jaga ucapanmu Ian. Tidak ada yang akan bercerai!"

"Oh ya? Terus kertas yang aku lihat itu apa?"

"Stop bicara omong kosong! Surat apa yang kamu maksud?" Ian beranjak dari ruang makan, menuju meja tempat ia menemukan kertas berisi surat perceraian milik orang tuanya.

"Sialan, apa-apaan ini?!" Jelas saja Brian semakin naik pitam. Dia sama sekali tidak tahu-menahu perihal surat cerai ini. Mengapa Sintia bisa-bisanya mengajukan perceraian?

Dengan langkah tergesa dan marah Brian berjalan cepat menuju kamar Sintia. Menggedornya cukup kuat membuat wanita yang berada didalamnya dengan kesal membukakan pintu itu.

"Apa maksudnya ini?!" Ucapan Brian penuh penekanan, tampak jelas amarahnya kian memuncak sekarang.

"Kamu, udah lihat?"

"Apa. Maksudnya. Ini. ?!" Brian kembali menekankan tiap kata dalam ucapannya karena belum mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

"Aku hanya mempercepatnya. Gimanapun, pada akhirnya kamu tetap akan menceraikan aku kan?"

"Omong kosong apa itu?! Lagipula, kamu gak berhak untuk ini Sintia. Aku yang seharusnya mengajukan gugatan!"

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang