008

47.6K 649 1
                                    

Aku bangun cukup pagi hari ini. Entah mengapa perasaan gembira setelah menghabiskan waktu bersama Adhara membuatku lebih bersemangat untuk menjalani hari.

Sebelum turun, ku sempatkan memasuki kamar Adhara. Kini ku tau, gadis itu punya kebiasaan tidak mengunci kamarnya ketika tidur, bahkan menutup kaca balkon pun tidak. Terlalu santai pikirku.

Melihat gadis ku itu sedang tertidur pulas, aku tak berniat mengganggu. Aku mengerti kelelahannya kemarin. Tidak cukup dengan menghabiskan banyak waktu diluar dengan melakukan aktifitas yang panjang, setelah di rumah ia bahkan harus dimarahi oleh mama karena masalah itu.

Kasihan sekali.

Meski dalam keadaan tidur sekalipun, kemolekan wajah Adhara tak luntur sedikitpun. Senyum samar yang ia tampilkan dalam tidurnya, semakin meyakinkanku bahwa ia benar-benar adalah bidadari yang datang kedalam hidupku.

Aku mengecup puncak kepalanya, sembari menyingkirkan rambut-rambut halus yang menutupi area wajahnya. Melihat bagaimana bulu mata lentik nya itu terpejam benar-benar pemandangan yang sangat indah bagiku.

Setelah puas memandangi keindahan surga dunia itu, aku pun keluar dari kamarnya. Menuruni tangga menuju tempat dimana papa berada. Dapat kulihat papa sedang menyeruput kopi di teras dengan ditemani oleh istri tercintanya, mama.

Aku sudah berjanji pada papa untuk pergi ke kantornya hari ini. Berhubung ini hari Minggu, tidak ada orang disana, maka dengan itu kami bisa mengecek keadaan sekitar dengan leluasa.

"Ayo pa," ucapku setelah bergabung bersama kedua orang tuaku.

"Oh iya, ayo." Papa segera meletakkan kopinya, bersiap untuk pamitan pada mama.

"Loh, Ian gak sarapan dulu?" Tanya mama, raut wajahnya terlihat penuh kasih sayang.

"Enggak ma, nanti aja. gampang itu," jawabku yang kemudian berpamitan juga padanya, lalu kucium punggung tangannya yang kuning L
langsat.

"Ian, Adhara gak diajak? Dulu dia paling seneng itu kalo ikut ke kantor," ujar papa padaku.

"Udah Ian bangunin pa, tapi Adhara gak bangun-bangun. Mungkin dia kecapean."

"Ya sudah kalau begitu. Kami berangkat dulu ya ma." Papa mencium kening mama diakhir kalimatnya. Sungguh pasangan yang harmonis, kan?

"Iyaa. Hati-hati ya pa, Ian." Aku dan papa mengangguk dan kemudian berlalu pergi, membawa mobil membelah jalanan menuju kantor dimana aku akan bekerja nantinya.

___________

"Udah yuk main airnya, kamu belum sarapan loh Dhar." Tegur mama padaku.

Setelah perbincangan kami berakhir, aku dan mama memutuskan untuk berenang. Sudah lama sekali rasanya aku tidak menghabiskan waktu berdua saja dengan mama seperti ini.

"Iya ma, bentar lagii."

Padahal aku sudah mandi, namun melihat mama yang bersemangat mengajakku untuk berenang, tentu saja aku tidak sanggup untuk menolaknya. Aku sangat menyayangi mamaku itu.

Setelah bersih-bersih dan berganti pakaian, mama menyajikan sarapan untukku.

Oh tidak!

Ini adalah makanan yang ku take away tadi malam. Setelah dilihat pada pagi hari begini, rasanya makanan-makanan itu tampak semakin banyak dari sebelumnya.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, memasang tampang bersalah. "Maaf ma, hehe," ujarku cengengesan.

Mama hanya menggelengkan kepalanya. Tidak ingin memperpanjang masalah yang sudah berakhir itu.

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang