037

11.8K 298 41
                                    

Ternyata udah nyampe target dari tadi pagi ya. Maaf aku baru liat hehe.

Selamat membaca~

____________________________________

Ian dengan tergesa-gesa mengendarai mobilnya. Bahkan lampu lalu lintas pun tidak lagi ia hiraukan. Ia bener-bener takut sesuatu yang buruk terjadi pada Adhara. Waktu singkat yang telah mereka lalui bersama membuat Ian mengetahui dengan pasti bahwa apa yang terjadi akan membuatnya begitu terpukul.

Ketika Mobil Ian sudah terparkir di garasi, Ian pun melangkah turun dan memasuki rumahnya. Namun tidak seperti dugaannya, Adhara tampak baik-baik saja. Yah setidaknya tidak seburuk yang Ian pikirkan.

Di ruang makan itu Adhara duduk, bersama dengan Marissa, Claudia, dan Sintia yang masih setia menemani Adhara disampingnya. Meski hanya dua suapan, setidaknya Adhara sudah makan sesuatu sekarang.

"Dhar..." Panggilan lirih Ian mendekati meja makan tempat dimana Adhara berada.

Adhara menoleh, namun itu hanya sesaat sebelum ia mengalihkan pandangannya. Dan Ian rasa, Adhara butuh waktu untuk bisa benar-benar menghadapi Ian setelah semua yang terjadi. Bagaimanapun hal ini jelas akan membuat kecanggungan terlebih jika membaca komentar dari orang-orang diluar sana. Meski video yang beredar hanyalah hoax, namun komentar yang bertebaran adalah sesuatu yang memang sebenarnya terjadi diantara mereka.

"Ma, Ian minta maaf. Tapi Ian janji bakal ngurus dan nyelesaikan semua ini secepatnya." Ujar Ian memandang Sintia. Mendengar hal itu Sintia menghela nafasnya.

"Mama yang harusnya minta maaf. Kalau bukan karena mama semua ini jelas tidak akan terjadi."

"Ma!" Adhara tak senang.

Sudah berapa kali Adhara katakan pada mama nya agar tidak menyalahkan dirinya sendiri. Karena ketika melihat Sintia yang menyalahkan dirinya, justru Adhara semakin merasa bersalah karena ada hal lain yang tidak diketahui olehnya.

"Enggak ma, mama gak salah apa-apa. Cuma Hani yang bermasalah disini dan dia satu-satunya alasan semua ini terjadi. Mama udah coba hubungi orangtua Hani? Apa mereka juga terlibat?"

"Mama udah hubungi mereka. Tapi ayah dan ibu Hani gak lagi di Indonesia. Mereka lagi liburan tepat sehari sebelum kejadian ini. Kemungkinan besar mereka memang gak tau apa-apa."

Ian mengambil tempat untuk duduk di kursi, memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Di keheningan itu tiba-tiba handphone Ian berdering, dan nama Brian tertera disana.

"Halo pa?"

"Mama sama Adhara gimana keadaannya? Sintia pasti sedih banget sekarang."

"Kayanya udah lebih baik pa. Ini kami lagi ngumpul di meja makan, sama temen Adhara juga."

"Papa udah hubungi orang buat hapus video itu. Tapi kamu tau kan walaupun video itu udah gak ada, orang-orang udah berasumsi soal kalian. Sekarang semuanya tergantung sama kalian, mau biarin berita ini gitu aja sampai hilang sendiri atau mau nyerang balik Hani. Dia udah terjerat pasal loh ini, fitnah dan pencemar nama baik. Papa bisa langsung hubungi pengacara kita kalau kamu mau."

"Gimanapun caranya aku mau Hani dapet ganjarannya pa. Apapun yang bisa jatuhin dia harus kita lakuin."

"Yaudah papa percayakan sama kamu. Tapi yang paling utama pastikan kondisi mama dan Adhara baik-baik aja, jangan sampai mereka terlalu kepikiran atau bahkan telat makan. Papa belum bisa pulang sekarang, masih banyak yang harus diurus."

"Iya pa, biar Ian yang atur sisanya. Makasih pa."

________________________

Brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang