80 vote untuk next!!!
Brian memandang istrinya yang tidak melepaskan wajah kusut sejak sore hari tadi. Brian tau ada yang tidak beres, namun ia juga tidak ingin memaksa Sintia untuk bercerita, itulah mengapa sejak tadi ia hanya diam saja. Tapi sepertinya, ia tidak bisa membiarkannya lebih lama lagi.
"Ma, apa yang mengganggu mu?"
"Oh, tidak ada kok pa."
"Mama tau kan, mama paling buruk dalam hal berbohong. semuanya terbaca di wajahmu."
Mendengar ucapan suaminya, Sintia tidak dapat lagi menahan air matanya. Ia menangis, yang kemudian ditarik Brian untuk masuk dalam pelukannya. Brian sengaja membiarkan Sintia melepaskan tangisnya terlebih dahulu. Jujur saja, perasaan Sintia memang benar-benar sedang kacau, dan kehangatan Brian adalah apa yang saat ini Sintia butuhkan.
"Maafin mama pa. Mama benar-benar merasa bersalah sama papa untuk apa yang terjadi saat ini. Mama gak pernah mengira hal seperti ini akan terjadi."
"Apa maksudnya dengan meminta maaf? Kamu tidak salah ma. Apa dia masih mengganggu mama?"
Sintia mengangguk samar, namun kemudian menggelengkan kepalanya, dan sekali lagi mengangguk dan menggeleng, ia ragu-ragu dengan jawabannya. Jelas hal itu menciptakan kernyitan dalam pada kening Brian. Apa yang sebenarnya dialami oleh istrinya itu?
"Ma, dengar. Papa tidak ingin ada yang disembunyikan diantara kita. Semuanya harus dibicarakan secara terbuka agar tidak terjadi kesalahpahaman."
"Mama bingung pa. Mama sayang sama papa, mama sayang sama keluarga kita. Tapi, kenapa dia harus datang? Setelah semuanya, setelah mama berhasil melalui segala sesuatunya."
"Mama hanya tidak perlu memikirkannya. Kalian sudah sah berpisah sejak dia tidak ada kabar bertahun-tahun lamanya. Apa lagi yang mama khawatirkan?"
Sintia terdiam. Sungguh, semuanya tidak semudah seperti apa yang Brian bicarakan. Ini bukan hanya sekedar tentang perpisahan antara ia dan Harry. Segala sesuatunya cukup rumit, membuat Sintia benar-benar menghadapi jalan buntu untuk memilih keputusan apa yang harus ia buat.
Brian yang tidak puas dengan Sintia yang memilih untuk bungkam pun hanya bisa pasrah dan menenangkan istrinya saja dalam pelukan. Sekarang ini bukan saatnya bagi Brian untuk mendesak sang istri menjelaskan apa yang terjadi. Ia yakin, Sintia hanya butuh waktu. Setelah hati dan pikirannya jauh lebih tenang, Sintia pasti akan bercerita padanya.
Beberapa waktu berlalu dan tampaknya Sintia sudah berhasil terlelap dalam tidurnya, pelan-pelan Brian bangkit dari tempat tidur. Jika Sintia tidak bisa mengatakannya, maka Brian akan mengusahakan untuk mencaritahu sendiri. Bagaimanapun, ia tidak akan membiarkan orang yang telah membuat istrinya sedih dan terluka, termasuk jika itu adalah mantan suaminya.
Brian mengambil ponselnya, memilih sebuah nomor dan mencoba menghubunginya. Tepat pada deringan ketiga, panggilan itu diangkat.
"Ian, kamu masih ditempat Adhara?"
"Iya pa, malam ini Ian menginap di rumah om Harry. Ada apa?"
"Kamu tau apa yang sebenarnya dilakukan Harry pada mama?"
"Hah, apa maksudnya? Om Harry melakukan sesuatu pada mama?"
"Iya. Dan papa tidak yakin apa yang sebenarnya dilakukan pria itu. Yang jelas itu bukan sesuatu yang baik. Sebelumnya papa sudah berhasil meyakinkan mama bahwa semuanya baik-baik saja, Harry hanya perlu waktu bersama Adhara yang bagaimanapun tetap adalah anaknya. Dan Sintia tetap bisa menjalani hari-hari seperti biasa, bersama kita. Tetapi, belakangan ada yang mengganggu pikirannya, sepertinya Sintia mulai mempertimbangkan untuk kembali bersama pria itu. Dan papa tidak yakin apa alasan sebenarnya."
"Pa, maaf kalau aku harus bilang ini. Tapi, bisa saja mama memang masih mencintai mantan suaminya itu kan? Perpisahan mereka bukan karena sesuatu pada umumnya, wajar jika mama masih menyimpan perasaan untuk om Harry."
"Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, dan papa tau bagaimana Sintia itu. Jika memang alasan kebimbangannya adalah perasaan, papa juga tidak akan memaksa. Tapi saat ini, papa yakin ada hal lain yang tidak sesederhana itu."
"Lalu papa mau aku ngapain?"
"Selama kamu disana, cari tau apa yang sebenarnya Harry inginkan."
"Baiklah."
____________________________
"Daddy?"
"Oh, hai, sweety!"
"Apa yang Daddy lakukan?"
"Bukankah seharusnya Daddy yang bertanya. Ini sudah terlalu larut, mengapa anak daddy ini belum tidur?"
"Adhara gak bisa tidur dad, mau nyari udara segar dulu."
"Kenapa, kamu ada masalah?" Adhara menggeleng samar sebagai jawaban.
"Dad, boleh Adhara tanya sesuatu?"
"Tentu saja."
"Apa daddy masih mencintai mama?" Ada jeda singkat diantara mereka sebelum Harry menjawab pertanyaan itu.
"Cinta ya? Entahlah... Disaat Daddy bahkan tidak mempunyai ingatan tentang kami, bagaimana mungkin daddy bisa tau cinta itu masih ada atu tidak."
"Tapi, kenapa Daddy meminta mama untuk kembali bersama daddy?" Kening Harry berkerut dan kemudian memandang bingung pada Adhara.
"Maaf kalau Adhara lancang, tapi tadi, Adhara tidak sengaja mendengar Daddy mengatakan ingin mama kembali pada daddy. Tidak bisakah Daddy biarkan mama tetap bersama papa?" Harry tertawa hambar.
"Sayang... Mengapa kamu bicara seperti itu? Apakah kamu tidak menyayangi Daddy?"
"Tentu saja Adhara sayang Daddy. Tapi Adhara juga sayang sama mama dan papa. Dan yang Adhara tau, mama bahagia bersama papa." Harry menarik nafas cukup dalam sebelum menjawabnya.
"Adhara, Daddy hanya ingin menebus semuanya. Daddy tau kalau daddy datang terlambat, dan daddy ingin melunasi keterlambatan itu dengan membangun kembali keluarga kita yang utuh. Tidakkah kamu menginginkan keluarga yang bahagia? Ini seharusnya terjadi sejak lama, tapi kecelakaan itu merenggut segalanya. Daddy ingin memperbaiki kesalahan Daddy dengan menjadi ayah dan suami yang baik."
Adhara menangis dengan kepala menggeleng.
"Tidak dad. Daddy tidak boleh begitu. Adhara memang sejak lama ingin tau siapa ayah Adhara. Tapi Adhara rasa ini tidak benar jika harus merusak kebahagiaan papa dan mama."
"Siapa yang tau bahwa Sintia tidak akan bahagia bersama kita? Daddy berjanji akan melakukan apa saja untuk membuat mama mu bahagia."
"Tetap saja dad. Seandainya kita berhasil menjadi keluarga yang utuh dan bahagia, kita tetap sudah melukai papa yang selama ini dengan tulus menyayangi Adhara dan mama!" Harry tertegun.
"Daddy seterlambat itu ya? Sampai kamu lebih mementingkan kebahagiaan Brian dibanding papa kandung kamu sendiri?" Harry menampakkan perasaan sedih dan kecewa, membuat Adhara merasa bersalah.
"Dad, sorry. Adhara tidak bermaksud menyakiti daddy."
"Adhara, Daddy hanya sedang mengusahakan kebahagiaan kamu. Kamu anak daddy satu-satunya, dan Daddy tidak tau lagi apa makna hidup Daddy selain untuk membahagiakan mu. Daddy pikir, dengan kita kembali menjadi keluarga, kamu dan Ian juga tidak lagi mempunyai hambatan dalam hubungan kalian. Tidak ada lagi yang harus merasa kecewa, tidak ada lagi pandangan orang yang akan mencemooh kalian. Daddy hanya ingin kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan."
"Dad, Adhara—,"
"Sudahlah, ini sudah terlalu malam. Kita tidur aja ya." Ucap Harry yang kemudian berlalu meninggalkan Adhara yang masih terpaku di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [END]
RomanceBaca aja sendiri Start : 25 Maret 2023 Finish : 25 Maret 2023 ⚠️⚠️ [Area Brother Sister Complex]