Sepulangnya dari gedung penyiaran tadi, keduanya saling diam. Wendy hanya berusaha fokus menyetir dengan wajah yang masih pucat, tanpa suara dan hanya suara nafas yang berat terdengar yang bikin Taeyeon agak gak nyaman.
"Aku boleh nyalain lagu?" tanya nya mencoba memulai obrolan, menyalakan ponselnya untuk menyambungkan bluetooth di music player mobil tersebut, sementara Wendy cuma mengangguk mengiyakan.
Tumben banget, pikirnya. Biasanya Wendy bakal rewel kalo soal musik, dia gak suka playlistnya di ganti sembarangan sama orang lain termasuk Kak Taeyeon, ataupun Seulgi. Tiap hari dia bakal ngulang playlist yang sama sampai Taeyeon agak hapal sama isi lagu-lagu itu sangkin bosennya.
Sejak tadi, tepatnya beberapa menit lalu saat Taeyeon menyusul Wendy ke rooftop untuk ngerokok bareng, Wanita itu udah terlanjur aneh sikapnya. Diem doang gak ada ngomong sama sekali, bahkan gak ada nanya gimana hasil meeting mereka kali ini. Biasanya, mereka bakal ngobrol banyak soal evaluasi meeting tiap project untuk menunjang pekerjaan mereka, Wendy agak detail soal itu. Tapi kali ini, nyapa Taeyeon aja dia enggak. Alhasil Taeyeon cuma nemenin dia ngerokok dalam kebisuan.
"kamu kenapa, Wen? gak biasanya gini" tutur kata Taeyeon kali ini agak lembut, takut menyinggung.
Wendy cuma menggeleng lemah, mencoba tersenyum tipis. Pandangan nya masih setia pada jalanan malam yang kini sepi dari laju kendaraan. Taeyeon menggangguk memahami bahwa keadaan hati wanita di sampingnya ini sedang buruk, dia pun enggan ikut campur terlalu dalam.
Sesampainya di depan kediaman Wanita yang lebih tua, Taeyeon hendak turun setelah merapikan semua barangnya. Namun sebelum itu, ia melepaskan seatbelt Wendy, lalu menarik wanita itu untuk hanyut kedalam pelukan hangat nya.
"kalo ada apa-apa, jangan sungkan buat cerita, aku bakal selalu disini buat kamu, gak cuma buat have fun doang, Wen. Aku bakal jadi sosok kakak yang baik buat kamu" Kalimat penenang itu berhasil bikin tangisan Wendy pecah, Wendy menangis dengan terisak-isak di pundak Taeyeon yang masih setia mengelus punggungnya. Begitu terus hingga beberapa menit kedepepan, itu pun tangisannya tak kunjung reda.
"kak, aku boleh nginep?"
Wendy terlalu takut pulang kerumah, rumah yang penuh kenangan manis sekaligus pahit baginya. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia benci untuk menangis seorang diri, padahal sebelumnya Wendy tipe orang yang selalu menyembunyikan perasaannya, bahkan di depan orang yang dia sayang sekalipun.
"tentu aja, tiap hari juga boleh" ucapnya sambil tersenyum lembut, senyuman paling lembut yang pernah Wendy lihat di sepanjang hidupnya, hingga tanpa sadar, ia mengayunkan satu ciuman yang juga paling lembut malam itu, masih di dalam mobil yang selalu menyaksikan kegiatan intim mereka.
...
"kok gabilang-bilang kalo sakit, kan gue pengen jenguk keadaan lo"
Pagi buta gini, Seulgi udah setia nongkrong di meja kerja Wendy, ia agak khawatir sama keadaan sahabatnya yang balik lagi kayak zombie. Padahal semenjak ketemu sama Taeyeon di club malam saat itu, kehidupan Wendy mulai ada gairah, wanita itu juga lebih menjaga penampilannya dengan baik meski tiap hari harus menggerutu sebal.
Keberadaan Taeyeon sedikit mengubah hidup Wendy kearah yang lebih baik, dan Seulgi diam-diam menyadari hal tersebut. Maklum lah, Seulgi orangnya cukup sensitif terhadap hal di sekelilingnya, makanya ia juga sedikit curiga dengan kedekatan antara Taeyeon dan Wendy meskipun keduanya selalu meyangkal.
"Gue gapapa, Seul. cuma flu doang kok. makasih ya udah khawatir" Wendy mencoba tersenyum mencoba meyakinkan, namun gagal. Seulgi paling tau keadaan wanita itu melibihi apapun.
"Sampai kapan sih lo nyoba buat sok kuat di depan gue? muka lo gak cocok akting begitu"
"Gue ketemu Irene"