Langit temaram;Taeyeon memandangi langit malam yang terasa sepi walau bertabur bintang, dia duduk di salah satu kursi yang tersedia di balkon lantai dua rumah yang ia tempati seorang diri, mungkin kata sepi udah gak lagi ada artinnya di hidup dia.
Botol wine yang menemani bahkan tinggal seperempat lagi, gak terasa dari tadi dia cuma bengong ngelihatin pemandangan di halaman rumahnya sambil minum-minum gak jelas.
Ia mengambil ponselnya, saat melihat layar yang menyala, yang menunjukan waktu sudah pukul 03.10 dini hari, dengan cepat ia mengetik satu nama pada daftar kontak di ponsel tersebut, lalu memencet tombol speaker saat panggilan berlangsung,
"Pesenin saya tiket jam 7 nanti"
"Kamu yakin? Ini udah jam segini juga yang ada kamu sakit karena kelelahan"
"Saya gak minta pendapat kamu, Jessi. Saya butuh terbang ke Tokyo hari ini juga" ucapnya penuh penekanan.
"Wendy lagi? Mau sampai kapan kamu lebih mentingin dia dibanding diri sendiri Kim Taeyeon? Kalau kamu drop, perusahaan kamu juga bakal jadi terancam. Tolong jangan egois, mending kamu istirahat dulu, lusa baru kesini. Biar semua aku yang handle" cerca Jessica dengan suara yang terdengar ngotot, dia benci lihat bos nya mode bucin begini. Gak bisa profesional dalam kerja, kan jadi dia yang repot ngurusin semuanya.
Suara yang semula meninggi itu pun kini berubah jadi isakan tangis, meski berusaha di tahan, tapi seseorang di sebrang telepon mampu mendengarnya.
"Shht.. yauda tenangin diri dulu yaa? Aku memang gak terlalu kenal kamu, tapi yang pasti aku tau kamu gak pantas di giniin apapun masalahnya. kalau butuh apapun hubungi aku aja ya?"
Panggilan telepon ini masih menggantung, seluruh percakapan hanya diisi tangisan yang masih coba di tahan, Jessica masih setia menunggu boss nya itu untuk tenang sebelum benar-benar memutuskan panggilan mereka.
"Kalau kamu emang ngerti saya, kamu cukup ikuti apa yang salah bilang Jessi, saya lagi benci tempat ini.."
"Okaay-okaay, jam sepuluh aku pesenin tiket buat kamu, sekarang pergi tidur ya? Seharian ini kamu belum ada istirahat sama sekali. Gak ada pengecualian, kamu mau pecat aku karena hal ini juga gak masalah, bye Taeyeon. Nanti tiket bakal aku kirim lewat chat"
Panggilan yang berdurasi kurang lebih tigapuluh menitan itu pun berakhir juga.
Tapi, tangisan dari wanita berumur tiga puluh tiga ini gak juga berkesudahan, mendadak dia merasa dunia begitu jahat padanya, meskipun jauh di lubuk hatinya dia juga gak bisa membenci sang kekasih yang menyebabkan patah hati.
...
"Wendy, ntar sore gapapa kan kalo harus jemput gue lagi?"
Irene menatap kearah wanita yang sedang mengetik beberapa kalimat pada layar ponselnya, wanita itu terlihat serius sampai-sampai gak mengindahkan perkataannya.
"Lo dengerin gue gak sih?"
"Iyaaa, bawel. Ntar sore gue jemput. Gue gak bisa nolak juga karena terlanjur ngomong mau ngerawat lo"
"Oh lo gak ikhlas? Yauda gak usah gue bisa sendiri"
Irene mencoba buru-buru melepas seatbeltnya dari kursi penumpang, tapi dengan sigap Wendy tahan.
"Sorry, Rene. Gue gak maksud. Gue senang kok bantuin lo, sorry ya gue lagi bales chat Kak Taeyeon tadi"
"Oh yaudah, dia udah flight?"
"Udah, barusan aja"
"Dia gak marah soal kemarin?"
"Enggak, gue yang gak bilang kalau abis ketemu lo sih, gue mikirin perasaan dia juga"