If tomorrow doesn't exist

144 18 8
                                    


Taeyeon mengintarin halaman rumahnya, hari ini dia sedang libur kerja dan berhubung di weekend gini gak ada jadwal meeting bikin dia gabut, jadinya dia cuma nyiramin tanaman di sekitar halaman belakang. Sebenernya Taeyeon gak terlalu suka tanaman, tapi semua aktivitas rutin ini dia lakuin sesuai sama arahan dokternya biar dia gak stress ketika dirumah, dokter bilang kalau kita rawat tanaman dari bibit sampai tumbuh dengan subur, itu bentuk refleksi tubuh kita dalam menghadapi semua emosi. Baik itu sedih, kecewa, bahagia ataupun marah.

Sehabis kelar nyiramin semua tanaman, dia cuma mandangi beberapa bunga hias dan kaktus yang sekarang membesar dan mekar. Dia tersenyum menatap sejumlah tumbuhan yang udah nemenin dia berproses selama tiga tahun kebelakang, bahkan dia gak sadar soal kebiasaannya yang suka ngobrol sama tanaman-tanaman itu. Yang pasti Taeyeon sadar kalau mereka juga makhluk hidup; keduanya saling terkoneksi satu sama lain.

Lagi asyik-asyiknya selonjoran di bangku taman, tiba-tiba Rose datang menghampiri sembari membawa satu bucket bunga mawar hitam.

Perempuan berambut pirang itu menyerahkan bucket itu pada Taeyeon dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Lagi?" tanya Taeyeon menerimanya, ia kaget meski sedikit mulai terbiasa karena beberapa hari ini dia sering menerima paket bunga yang dia sendiri tau siapa pengirimnya.

Rose mengangguk seadanya, dia terlalu malas menanggapi, jujur sedari awal dia udah gak suka dengan adanya interaksi Wendy dan kakak sepupunya itu, bagi Rose kemunculan Wendy di kota ini lagi cuma bisa menggali luka Taeyeon yang sudah perlahan sembuh.

Adik mana yang tega lihat kakaknya menderita? Apalagi karena cinta.

"Obat kamu dimana? Kok aku gak pernah lihat kamu minum lagi?" tanya Rose kemudian,

Taeyeon cuma tersenyum tipis sembari mengeluarkan tangkai-tangkai bunga itu dari bucket, lalu menggali tanah kosong yang masih tersisa diantara tanamannya, ia mau mencoba menanam kembali bunga-bunga itu. Taeyeon berharap, setiap bunga yang kembali tumbuh dan mekar, bisa mewakili perasaannya untuk bebas.

Taeyeon ingin hidup kembali;seperti potongan-potongan mawar yang berhasil berkembang dan berfotosintesis dengan baik di halaman rumahnya.

"Aku udah mulai berhenti, dr. Yoona yang nyaranin buat stop"

Rose agak kaget, namun sedikit takjub dengan perubahan kakaknya yang bisa di bilang membaik.

"Sejak kapan?"

"Udah dua minggu, awalnya berat pasca putus obat. Tapi dr. Yoona bilang kalau kurangi dosis pelan-pelan pasti bisa"

Rose tersenyum, ia menatap perempuan dewasa di depannya ini dengan tatapan teduh. Kejadian beberapa tahun lalu cukup berat untuk mereka berdua, dia gak tega kalau Taeyeon harus ngalamin hal ini lagi. Tapi mungkin dia bisa bernafas lega sekarang. Karena memang perubahan dari Taeyeon sangat signifikan, tentunya membaik.

"Kamu okay kan? Apalagi semenjak dia muncul lagi?"

"Aku udah gapapa kok, Je. Jujur aku seneng dia balik, apalagi dengan kondisi yang sehat dan kelihatan lebih baik. Meski hatiku masih belum total sembuh dari trauma, aku udah maafin dia dari lama, Wendy gak sesalah itu"

Percobaan pembunuhan oleh Mingyu tiga tahun lalu membuat Taeyeon mengalami serangan panik, ia juga sempat takut untuk keluar rumah dalam kurun waktu yang lama. Semua hal ini menghambat pekerjaan Taeyeon dan kondisi kesehatannya, oleh karena itu keluarga dan orang terdekatnya mendukungnya untuk berobat ke tenaga ahli. Gak cuma Psikiater, Taeyeon juga rutin sebulan sekali mengunjungi Psikolognya untuk mengobati luka batin. Sebab gak bisa di pungkiri kalau di selingkuhi dan di tinggal pergi tanpa kabar dari orang yang kita sayang bikin kita menderita dan terluka.

Hard PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang