Thingkin bout you

129 13 6
                                    

Bertahun-tahun hidup dalam kepahitan atas trauma gak mudah bagi seorang Taeyeon, pahit dan manis pasti udah di rasakan berkali-kali. Banyak juga pelajaran hidup yang bisa di petik dari hidup yang berkutat dengan duka akibat di tinggal pergi oleh sang mantan untuk selama-lamanya.

Bukan Taeyeon gak mau move on, dari tahun pertama sejak Tiffany meninggal dunia, dia juga udah berusaha. Tapi selalu ada hal yang menggagalkan nya untuk kabur dari rasa bersalah itu, yakni terror.

Berkali-kali saat dia mencoba untuk dekat dengan orang baru, pasti teror-teror bodoh muncul ke hidupnya. Seseorang yang selama ini bikin dia mati penasaran. Siapa dalang dibalik pelaku ini?

Apakah orang ini memang gak suka lihat Taeyeon bahagia dan merelakan kepergian sang kekasih? Atau dia hanya seorang idiot bodoh yang suka mengganggu hidup orang lain semata. Gak ada yang bisa kasih jawaban pasti, tapi yang Taeyeon tau, teror-teror bodoh itu gak lagi muncul semenjak dia balik lagi ke Korea.

Terutama waktu ketemu sosok Wendy, entah kenapa mendadak perasaan takut akan teror dan trauma akan masalalu itu hilang begitu aja. Taeyeon ngerasa jadi lebih berani ngejalani hidup, bahkan dia gak lagi takut di cap sebagai orang aneh karena punya seksual yang menyimpang dari norma kehidupan. Taeyeon gak lagi perduli sama omongan orang tentang hidupnya, apalagi cercaan dari papa mama sendiri, kalau detik ini juga di suruh pergi dari rumah? Dia rela.

Tapi, puji tuhan soal masalah seksualitas itu. Keluarganya mulai kasih respon yang baik semenjak Taeyeon setuju untuk balik ke kota ini, apalagi untuk meneruskan bisnis keluarga, tentu aja sang papa dan mama udah gak mau ikut campur.

Taeyeon tersenyum sendiri, menatap figura sang mantan kekasih yang masih ia simpan dengan baik di ruang kerjanya yang tentu aja siapapun gak bakal tahu, termasuk Wendy. Hatinya menghangat saat melihat pose dua sepasang kasih yang sedang berpelukan itu. Kalau flashback kemasa dulu, kerasa banget yaa indahnya? 

Kalau aja Tiffany masih hidup, gimana ya kehidupan dia sekarang? Apakah dia bakal bisa baikan sama keluarganya, atau Taeyeon bisa ngerasain mimpin satu perusahaan kayak sekarang? Dan tentunya, akankah takdir membawa dia bertemu dengan Wendy juga?

Ia menghusap air mata yang gak sengaja jatuh membasahi pipi secara beriringan, meski makin di usap, makin deras ia jatuh. 

Awalnya suara itu samar-samar, ia menggit bibirnya untuk meredam suara tangisan itu, dia gak mau kedengaran orang lain, soalnya posisi dia sekarang lagi di kantor, tepatnya di anak perusahaan yang besok bakal di resmikan. Kan gak etis kalau sampai orang lain tau kalau CEO nya nangis sesenggukan begini.

"Udah gausah di tahan, tangisin aja" bujuk sebuah suara yang terdengar lembut terdengar dari balik pintu, sebenernya wanita ini dari tadi udah ngetuk pintu dengan ritme pelan, cuma mungkin Taeyeonnya gak denger karena terlalu larut dalam tangisan, yaudah mau gak mau dia masuk karena khawatir.

"Jessi?" 

"Iyaa, sorry kalo saya lancang. Tadi saya udah ketuk tapi gak ada jawaban, maaf saya masuk karena terlalu khawatir" ucapnya lagi.

Taeyeon agak tertegun sama jawaban itu, diam-diam ia mencoba memberhentikan isak tangisnya meski sulit, tapi beberapa menit kemudian cara itu berhasil juga.

"Makasih ya, udah mau nemenin" ucap Taeyeon tulus, ia bangkit dari posisi nya sejak tadi duduk di lantai, kini dia berjalan menuju sofa tempat dimana Jessica mengistirahatkan dirinya. 

Sejak beberapa menit lalu, Jessica cuma diam untuk menunggu Taeyeon puas menangis, dan Taeyeon lumayan bersyukur tentang itu, dengan diam nya Jessica dia merasa gak sendiri dan gak juga di paksa untuk terlihat kuat.

"Take a deep breath, Taeyeon. Saya tau kamu masih belum bisa lupa sama rasa sakitmu. Gapapa, everything gonna be okay. Ada saya disini kapanpun kamu butuh saya"

Taeyeon mencoba mengangguk mantap sembari tersenyum, dia mengelap ingusnya yang sejak tadi meler efek habis nangis, tuh kan kalau lagi mode begini itu wibawa boss seketika hilang.

"Masih nangisin foto dari paket kemarin ya?" tanya Jessica hati-hati, takut pertanyaanya melukai wanita itu.

"Bukan"

"Terus? Apa yang buat kamu jadi hancur begini?"

"Aku gak perduli kalau memang benar dia selingkuh, yang buat aku sedih kenapa teror bodoh ini masih berlanjut waktu aku baru buka hati lagi. Tiga tahun Jess!"

Jessica menghela nafasnya, ia kini mendekati dimana posisi Taeyeon duduk. Dia menyiapkan seluruh telinga dan dadanya untuk mendengarkan keluh kesah sang bos yang kesekian kalinya.

"Tiga tahun aku coba berdamai, tiga tahun juga aku jatuh bangun buat survive. Memang aku salah apa sampai harus ngerasain semua ini? Aku juga gak pengen Tiffany meninggal, gak ada yang mau di tinggal pasangannya mati, Jess! Tapi kenapa? Apa alasan dia ganggu saya terus?" ucapnya dengan menggebu-gebu, Taeyeon terlalu frustasi. Perihal teror dengan kotak hadiah yang di lapisi pita merah balik lagi kehidupnya setelah sekian lama.

Awalnya Taeyeon dapat paket semacam ini waktu dia mengenyam kuliah di negeri matahari, gak cuma di kampus, bahkan paket itu selalu datang sampai ke apartemen nya juga. Isi paketnya bermacam-macam, kadang berisi surat dengan noda darah, kadang juga boneka voddo yang berisi foto dirinya.

Dan sekarang juga demikian, satu paket datang ke kantor baru ini yang lokasinya di Negara lain, yang berisikan satu foto, gambar dua orang yang paling Taeyeon kenal.

"Jadi, gimana selanjutnya? Kamu masih mau lanjut sama dia? Bukannya seharusnya kamu di rugikan? Ini pelaku sampai tau loh lokasi perusahaan kita padahal kita juga belum anauncement ke publik. Pasti pelaku gak jauh-jauh dari orang sekitar kita" 

Jessica mencoba untuk netral, meski di hati kecilnya dia juga gak tega lihat Taeyeon begini. Meski Taeyeon punya posisi penting sebagai atasannya, tapi gak bohong kalau dia juga perduli, toh mereka mulai dekat akhir-akhir ini sebagai teman. Sejak insiden Taeyeon mabuk di Jepang waktu itu, Jessica mulai memposisikan dirinya sejajar, karena dia merasa di balik sikap tegasnya wanita itu, dia menyimpan banyak sekali luka. Dan Jessica ingat betul betapa terlukanya Taeyeon menangisi sang kekasih yang ia duga berselingkuh.

Tapi bukan Taeyeon kan namanya kalau gak jago nyimpan luka dengan baik, toh selama ini dia berusaha gak terjadi apa-apa, di depan Wendy juga dia masih bisa hahahihi kayak gak ada kejadian. Kalau ada ajang penghargaan sebagai aktor terbaik tahun ini, mungkin dia yang jadi juara.

"Saya bakal cari orang itu, saya gak perduli sama perselingkuhan bodoh Wendy, saya yakin dia pada akhirnya dia bakal balik ke saya juga"

Jessica menggerukan kedua alisnya, ia menatap ke arah Taeyeon dengan heran. Kok bisa ada orang sebucin dan setolol ini dalam mencintai, padahal udah jelas-jelas di selingkuhi kok masih mau aja?

"Kamu yakin? Mau sampai kapan kamu bertahan?"

"Sampai aku capek mungkin? Haha hidup memang lucu ya, Jess? Waktu kita lagi sayang-sayangnya,pada akhirnya semua orang bakal ninggalin kita sendirian. Terlalu sakit, aku gak mau lagi ngerasain itu"

Ucap Taeyeon yang sedikit tertawa miris sembari meremas satu foto yang berisi gambar dua orang yang sedang berciuman, dengan kata-kata yang bertuliskan dengan spidol merah,

 'pembunuh kayak lo gak bakal bisa bahagia' begitu lah isi kata-katanya.

Dan foto kedua wanita itu tentu aja Irene dan Wendy yang di ambil di dalam mobil di parkiran kantor Irene.




Tbc.



Hard PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang