Dua puluh delapan;Sepanjang itu Wendy hidup di dunia ini baru kali ini juga dia merasa benar-benar keluar dari jalur karena mukul orang lain, apalagi di tempat umum. Jujur selama ini dia gak pernah juga seberani ini ngeluapin emosinya, meskipun dengan cara yang salah.
"Anjing, sini lo" tantang Mingyu yang hendak memukul nya lagi, sementara Wendy sudah bersiap memasang kuda-kuda untuk melawan.
Tapi naas, Irene yang dari tadi berdiri kebingungan ngelihat mereka yang bikin situasi makin rumit. Apalagi aksi barusan bikin orang-orang makin ramai berkerumun, bahkan ada juga yang ngambil beberapa gambar untuk di dokumentasikan tanpa berniat membantu, sakit!
Irene teriak, suaranya bergetar hebat seiring tubuhnya yang ikut bergetar.
"Cukup ya, gausa kayak bocah kalian berdua" cercanya kesal, matanya bahkan udah sembab karena dari tadi cuma bisa nangis dalam diam, akhirnya Wendy sama Mingyu gak jadi pukul-pukulan lihat orang yang mereka sayang nangis begini.
"Maaf, Rene. Aku gak maksud, aku terlalu emosi lihat dia ikut campur"
"Engga, Rene. Gue cuma pengen belain lo dari cowo brengsek kayak dia.."
"Cukup, Wen. Gue gak butuh belaan lo, ini masalah gue jadi stop ikut campur!"
Wendy total diam, entah kenapa kata-kata Irene barusan jauh lebih sakit dari caci makian Mingyu padanya, dia memandang mata Irene dengan tatapan tak percaya.
"Tapi kan.. dia maksa lo dari tadi, gue gak suka" Wendy nyoba membela diri, kan dia gak salah nolong wanita yang dia tau tubuhnya masih banyak luka akibat kecelakan, hati nuraninya terlalu besar untuk ngelihat Irene di tarik-tarik paksa kayak tadi, meskipun awalnya dia gak sengaja balik ke gedung ini waktu lihat hape Irene ketinggalan di mobilnya.
"Udah ya, Wen. Gue gak butuh rasa gak suka lo, mending pergi dari sini karena kalian udah bikin kegaduhan" ucap Irene tegas, sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka berdua. Mungkin Irene terlalu malu, kehidupan pribadinya jadi bahan tontonan orang-orang.
Sementara Wendy cuma bisa cengo menatap kepergian wanita itu, hatinya terlalu sakit menerima kenyataan, apalagi waktu lihat lelaki di depannya yang natap dia sambil senyum ngejek, seolah-olah Wendy orang yang paling gagal di dunia.
Dengan berat hati, ia melangkahkan kaki nya untuk pergi dari situ, lagi pula dari tadi dia nahan banget untuk air matanya gak jatuh, malu dong kalau sampai di lihat Mingyu dia nangis sesenggukan.
Bener aja, sesampainya dia di dalam mobil, dia nangis kayak orang gila. Cukup penyasalan Wendy soal tidur bareng mantan, apalagi sampai harus membohongi pasangannya yang udah terlalu baik buatnya. Apalagi sekarang, harus menerima kenyataan bahwa pipinya baru aja meninggalkan bekas memar kebiruan, akibat di pukul oleh tunangan mantannya.
Bekas memar ini bakal selalu dia ingat, seperti bekas kissmark yang masih belum hilang di lehernya yang coba ia tutupi dengan foundation.
...
"Siapa yang mukul lo? Kasih tau gue sekarang! Kak Taeyeon? Berani-berani ya dia nyentuh sahabat gue kayak gini" cerca Seulgi panjang lebar waktu sampai di apartement ini, dia baru aja dapet chat dari Wendy untuk nemenin dia yang gak bisa masuk lagi ke kantor.
Tentu aja, Seulgi secara suka rela untuk ikutan ijin kerja buat mastiin keadaan sahabat baiknya itu, toh Wendy udah dia anggap lebih dari keluarga, bahkan mungkin di urutan pertama sebagai prioritas.
"Bukan, Gi. Kak Taeyeon gak salah apa-apa, bahkan dia sebaik itu memperlakukan gue sebagai manusia"
"Ya terus siapa? Gue greget pengen nampol orangnya"
Wendy tampak menimang-nimang jawaban apa yang harus dia ucapkan, takut bikin Seulgi kaget dan marah. Bingung juga kan harus cerita kejadian ini dari mana.
Tapi, yang namanya udah sahabat karib juga harus cerita pada akhirnya.
"Mingyu, Gi. Tunangannya Irene.."
"What?! Lo gak bercanda kan, Wen?"
Wendy cuma menggeleng lemah sebagai jawaban, ia mengelus pipi kanannya yang memar karena merasa nyerinya belum kunjung hilang, ngelihat itu Seulgi jadi ikutan kasian, buru-buru ia ambil kompresan es baru yang terletak di meja buat ia tempelkan ke pipi Wendy.
"Gue gak tau lo udah sejauh apa nyembunyiin cerita ini, tapi yang pasti gue bakal nunggu lo cerita sendiri ke gue dengan keadaan sadar, Kak Taeyeon belum tau soal ini kan?"
Wendy mengangguk kembali sebagai jawaban, kini matanya kembali berkaca-kaca karena keinget sama kesalahannya sama wanita yang lebih tua.
"Syukur deh, gue gak mau lo berdua pisah, Kak Taeyeon segitu sayangnya sama lo karena segitu paniknya waktu lo ijin sakit. Lo tau itu kan?"
"Iya, dia ada ngehubungin lo gak, Gi? Kemarin dia nelfonin gue berkali-kali gue gak angkat, ternyata udah di apart gue aja padahal sebelumnya lagi di Jepang buat urusan kerja"
"Iyalah, dia nelfon gue sampai tiga kali karena gak gue angkat awalnya, kan gue lagi ada meeting jam segitu, gue jelasin aja kalau kita lagi gak bareng"
Damn, tubuh Wendy seketika membeku dengar fakta bahwa Taeyeon menyembunyikan kalau dia tahu semuanya, detik ini juga dia pengen nangis di pelukan Seulgi. Rasa bersalah terlalu kuat untuk dia sembunyikan seorang diri.
"Gi, gue ngerasa gak pantes buat dia, gue udah selingkuh Gi, gue sejahat itu buat Kak Taeyeon" ucapnya jujur sembari menangis, meski awalnya kaget, namun Seulgi tetap menarik wanita di sebelahnya itu kedalam pelukannya sembari sesekali mengelus punggung tubuhnya.
Wendy masih menangis, bahkan tangisannya lebih kuat dari tadi saat dia menangis di mobil, entah kenapa dia merasa siap untuk meninggalkan semuanya, termasuk kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya, yakni Taeyeon.
Tbc.