Terror

224 25 5
                                    


Wendy masih menangis dengan hebat, tubuhnya tak dapat lagi dia kendalikan. Seumur-umur baru kali ini dia takut sama semacam terror bodoh meski dulu sempat merasakan hal yang sama dari Ayahnya Irene yang gak suka sama hubungan mereka, tapi kali ini rasanya beda. Wendy lagi gak punya siapa-siapa buat diajak cerita, Taeyeon yang lagi di luar negeri, dan Seulgi yang gak tau kabarnya..

Tapi gak lama dari tangisan itu, ada sebuah suara langkah kaki agak cepat berlari kearahnya, Wendy gak sadar sama hal itu, karena dari tadi memang cuma dia seorang diri di ruangan ini.

Makin lama, langkah itu makin dekat, sebuah siluet terlihat mulai menyatu dengan tubuhnya dengan di ikuti sebuah pelukan hangat yang membalut tubuh yang begetar hebat itu.

"Ssttt... Tenang ya? Ada gue disini"

Sebuah suara gak asing berhasil bikin Wendy sedikit tersadar dari realita dan sedikit mulai agak tenangan, meski masih setengah terisak-isak, ia mendengakkan kepalanya untuk memastikan siapa orang ini,


Kang Seulgi,

Sosok yang beberapa hari ini berhasil ia rindukan setelah mereka memutuskan untuk saling tak berbicara satu sama lain, Wendy bersyukur saat ini ada wanita beruang ini di sisinya.

"Seul... gue salah apasih" tangisnya kembali sembari menunjuk kotak merah muda yang sudah tak berbentuk di ujung sana.

Seulgi mengangguk paham, mencoba kembali menangkan wanita ini sembari mengelus bahu dan mencium pucuk kepalanya. Setelah agak mereda, barulah ia bangkit dari posisi setengah berlutut itu untuk mengambil kotak tersebut.

Jujur reaksi Seulgi sama kagetnya, bedanya sih dia gak pake nangis segala, tapi lebih ke emosi sih lihat hal yang terjadi meski berusaha dia tahan.

"Udah cerita ke Kak Taeyeon? Sumpah ya, ini pasti anak kantor yang psycho, biar sekalian di pecatin aja itu manusia yang gosippin kalian, nyampah tau gak!"

Wendy menggeleng lemah, gak mau masalah ini makin runyam kemana-mana. Dia tau reaksi Taeyeon bakal sama persis kayak yang di bilang Seulgi barusan, bahkan dia bakal marah banget. Wendy gak mau ngerepotin siapun lagi dalam masalahnya.

"Please ya, Seul. Cukup kita dua aja yang tau?"

"Tapi kan.."

"Seulgi, gue mohon.. kalau lo sayang ke gue tolong rahasiain ini dari siapapun termasuk Oje"

Dengan berat hati Seulgi mengangguk pasrah, mengiyakan kemauan sahabatnya itu.

"Pokoknya kalau ada apa-apa lagi lo harus laporan ke gue, termasuk orang-orang yang ketauan ngomongin kalian dari belakang. Pelan-pelan gue bakal nyelidikin cctv dan area sekitar"

Wendy mengangguk patuh, ia bangkit dari posisi yang sejak tadi dudukan di lantai, lalu mengikuti Seulgi yang membopongnya ke kursi.

Lalu Seulgi mengutip seluruh barang yang ada di kotak tersebut, hendak membawanya pergi bersama nya,

"Ini biarin gue yang simpen buat barang bukti, lo bisa kan gue tinggal sendiri?"

"Bisa, Seul, makasih ya udah mau nolongin gue dan sorry banget soal tempo hari, gak seharusnya gue marah kayak gitu"

Seulgi cuma ketawa dengernya, dia juga tadi niat kesini buat minta maaf secara langsung karena beberapa hari ini merasa udah keterlaluan, eh malah nemu kejadian yang tak terduga kayak gini.

"Gue juga minta maaf ya? Sebagai ganti rasa bersalah lo, pokoknya harus laporan ke gue mulai dari sekarang"

Wendy cuma mengangguk lemah, menatap punggung wanita berambut panjang itu yang kini mulai menghilang dari pintu ruangan kantornya.

Hard PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang