Perihal butik emang udah seratus persen rampung, tinggal nunggu waktu opening doang, semua ini karena hasil kerja keras Irene yang relain waktu nya buat ngurus, toh Wendy lagi gak bisa di ganggu kan?
Beberapa design juga udah terdisplay dengan baik, serta merta dengan lancarnya kerja sama bareng distirbutor kain. Irene termasuk orang yang picky soal bahan baku, apalagi kalau menyangkut passion kan? Bahkan semua design dia kerjakan sendiri, biar mulus tanpa cela sesuai dengan jiwa perfectionist.
Dia tersenyum tipis melihat sekeliling bangunan ini yang isi nya gak terlalu jauh beda dari yang dulu, renovasi cuma ada di beberapa bagian doang pun udah rampung. Jadi keinget waktu dulu gimana susah payahnya dia dan Wendy bangun toko ini bareng-bareng. Sekarang bangunan bergaya minimalis ini terlihat lebih keren dan lebih trendy sesuai sama target pasar masa kini.
Jam di handpone udah menunjukan waktu dua belas dini hari, waktu nya dia untuk pulang. Badannya juga udah gerah karena daritadi curi-curi waktu sepulang kerja buat mampir.
Waktu semua lampu udah mau di matikan, terdengar suara geretan roda koper dan lantai yang bikin dia jadi takut sendiri, maklum Irene ini tipikal cewek yang percaya takhayul.
"Aku cariin dari tadi, ternyata bener kamu disini" ucap sebuah suara familiar dengan deru nafas yang ngos-ngosan, bikin Irene membelalakan matanya gak percaya.
"Wendy?"
"Iyaa, emangnya kamu pikir siapa lagi? Setan?"
Irene menggangguk dengan polosnya yang tentu aja bikin Wendy jadi kesal sendiri.
"Kenapa sih main block-block an segala. Emangnya kamu masih remaja?"
Wendy meletakan kopernya di ujung pintu, lalu mengambil ponselnya untuk mengetik beberapa kalimat di balik sebuah chat, niatnya mau ngabarin sang kekasih kalau dia sudah sampai dengan selamat di tempat tujuan.
"Terserah aku dong, kok kamu yang sewot" kata yang lebih tua dengan ketus, jujur dia gak suka lihat Wendy yang masih mikirin orang lain di banding dia, kenapa gak peluk dulu gitu? Kan ngabarin pacar bisa nanti-nanti.
Duh kalau di terusin bisa jadi berantem nih, pikir Wendy dalam hati. Dia menghela nafas dengan berat sebelum berjalan kearah wanita itu.
"Yauda maafin aku yaa? Aku kangen beneran sama kamu, Rene. Bisa gila aku kalau kayak gini terus" bisiknya sembari menghamburkan pelukan, sementara yang di peluk cuma diam, bingung juga kenapa ini perempuan bisa sampai disini.
"Kok kamu diem aja? Katanya kangen?"
"Kok kamu bisa disini?" tanya nya lagi, bukannya langsung jawab pertanyaan tadi. Duh Wendy jadi gemes sendiri pengen cubit empedu wanita ini.
"Gak boleh ya?Aku kangen loh makanya aku bela-belain terbang malam ini juga, cuma buat kamu. Aku pikir kamu kenapa-kenapa sampai gak ada kabar berhari-hari. Aku beneran takut, Rene" Wendy mulai menjabarkan alasannya, kenapa dia bisa nekat pergi dari Perth dengan segudang alasan biar bisa nemuin pujaan hati, padahal kan kerjaan dia juga lagi mepet banget di kejar deadline.
Irene cuma diam sembari menatap wanita ini dari atas sampai bawah. Gak terlalu mau mikirin alasan tadi, yang dia pikirin cuma satu,
"Kamu beneran gak macem-macem sama cewek itu kan?"
"Siapa? Kak Taeyeon?"
"Karina lah, mantan fwb an kamu"
Bener dugaan Wendy, ini cewek pasti ngambek gara-gara waktu itu. Dia jadi senyum-senyum sendiri lihat sisi Irene yang posesif lagi ke dia, padahal dulu Wendy gak terlalu suka diatur-atur apalagi perihal kedekatannya dengan Seulgi.
"Duh jangan cemburu sama dia deh, Rene. Jujur kemarin aku beneran gak inget namanya siapa, cuma hafal muka doang. Lagian dulu aku tidur juga bukan bareng dia doang, gonta ganti sampai aku juga lupa siapa aja"
"Too much information yaaa, aku gak mau kamu deket-deket sama modelan Karina lagi kedepannya, apalagi pake alasan minum-minum gak jelas"
"Iyaa, aku udah gak pernah lagi. Kak Taeyeon orang terakhir yang pernah jadi fwb an aku. Janji"
Irene mengangguk sebagai tanda paham, dia mulai membalas pelukan wanita itu dengan lebih erat. Diam-diam ia hirup aroma musk favorit dari tubuh sang pujaan yang ia rindukan beberapa minggu ini, ia juga berbisik satu kalimat yang bikin Wendy langsung mabuk kepayang.
"I miss you"
"I know, Rene. Makanya aku disini buat nuntasin rasa rindu kita. Ayo kita pulang, banyak yang pengen aku ceritain"
Irene mengangguk, lalu mencium bibir Wendy dengan lembut. Mereka bertukar kecupan demi kecupan, hingga rasa rindu akan bibir masing-masing itu terpuaskan.
"Mau tidur dimana malam ini? Di tempatku atau di apart kamu?" tanya Irene yang kini meletakan kepalanya pada bahu wanita itu. Kedua tangannya masih setia melingkar pada pinggul kecil Wendy.
"Terserah, yang penting bareng kamu terus"
...
Kicauan burung udah berisik dengan syahdu sejak tadi, bikin Irene kebangun sendiri dari tidur yang bisa di bilang sebentar. Cuma butuh dua jam memejamkan mata dari realita setelah sebelumnya sibuk berperang dengan nafsu dengan perempuan yang kini masih terlelap di sampingnya, bahkan kedua tangan perempuan itu masih setia betanggar memeluk tubuhnya yang tanpa sehelai busana.
Ia pandangi wajah damai itu dengan senyuman hangat, sembari sesekali menghujani pipi tirus itu dengan ciuman. Irene gak bisa diam gitu aja biarin wajah imut Wendy lagi tidur gini. Hitung-hitung manfaatin waktu karena satu jam lagi dia harus pergi kerja. Kalau aja dia punya seribu alasan buat absen, pasti bakal dia lakuin detik ini juga, tapi ya namanya juga budak korporat, gak bisa seenaknya ijin kalau belum sekarat.
Ia menghela nafas cukup panjang, sangkin panjangnya bikin tidur Wendy jadi keganggu.
"Kenapa, sayang?" tanya wanita itu dengan suara parau, khas orang yang baru bangun tidur.
"Gapapa, aku cuma gak rela aja ninggalin kamu sendiri disini. Masih kangen" ucapnya dengan raut wajah sedih, Wendy menatap wanita di sampingnya dengan senyuman,
"Sini-sini kita pelukan lagi, biar kamu gak kepikiran aku waktu kerja" ujar Wendy sambil menarik wanitanya kepelukan. Mereka berdua kembali berpelukan dengan erat, dengan tubuh telanjang yang saling bersentuhan.
"Kapan ya kita bisa kayak gini tiap hari lagi?"
Ucapan yang terdengar lirih itu keluar tanpa sadar dari mulut yang lebih tua, tentu aja Wendy bisa dengar lebih jelas meski dia pura-pura gak sadar. Terlalu menyakitkan untuk berharap lebih di situasi yang gak memungkinkan untuk mereka bareng-bareng lagi kayak dulu. Semua hal udah berubah atas apa yang mereka lakukan di masa lalu. Dan Wendy tau pasti konsekunsi nya.
Bisa bersama kayak sekarang dalam status hubungan gelap kayak gini pun dia udah bersyukur banget, walaupun tetap aja jalan yang mereka ambil terlihat salah di mata semesta.
"Kalaupun aku masuk neraka paling dalam karena mencintai kamu, aku rela Rene. Makasih ya udah mau berani buat kayak gini" balasnya kemudian, Irene jadi diam dalam kebisuan. Kata-kata Wendy terlalu indah meski hatinya rada sakit terdengar di telinga, walau tanpa dia sadari mata orang di pelukannya itu udah mulai berkaca-kaca.
Tbc.