Wrong.

207 24 4
                                    

"Lo cemburu ya?"

"Sama lo?"

Wendy mengangguk, kedua sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis. Sementara Irene hanya menatapnya sinis,

"Kalo iya, kenapa?"

"Yagapapa sih"

"Idih, najis. Engga lah ngapain gue cemburu"

Tuh kan, sifat suka ngomong seenaknya Irene balik lagi. Dia gak tau aja kalo yang di omongin jadi sakit hati, terbukti dengan sekarang, Wendy jadi diam.

Mereka berdua saling gak mau tatap-tatapan, Wendy milih ngambil ponselnya buat chat an sama seseorang yang Irene tebak, yakni kekasih sang mantan. Sedangkan dia, cuma merhatiin sedikit luka goresan di kaki nya.

"Aww.."

"Kenapa, Rene. Apa yang sakit?"

Tanya Wendy yang spontan melempar hapenya ke sembarang tempat dan ikut duduk, sembari mengecek seluruh tubuh wanita di sampingnya, ia mengambil tangan wanita itu untuk dia elus.

"Gapapa, kepala gue sakit"

"Perban lo gue ganti sekarang ya?"

Irene mengangguk pasrah, kecelakaan tunggal subuh tadi mengakibatkan luka yang berisikan tiga jahitan di dahinya, dan beberapa goresan kecil di badannya.

Sementara Wendy segera bangkin dari posisi tadi, untuk mengambil kotak p3k di sudut kamar, dengan telaten ia mengganti perban tadi sekalian memberikan antiseptik.

Sesekali ia memperhatikn raut wajah yang berisikan ringgisan menahan perih, dengan lembut ia tiup luka itu.

"Done! Kalo butuh apa-apa kabarin gue aja ya, biar gue yang ngerjain. Lo jangan banyak gerak dulu"

"Lo gak balik?"

"Lo mau gue balik?"

"Engga gitu"

"Yaudah, gue bakal disini sampai sore"

"Makasih ya, Wen. Kalau gak ada lo gue gatau harus minta tolong siapa"

Wendy hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu mencoba bangkit lagi dari kasur untuk keluar dari kamar, rencananya dia bakal tiduran di sofa ruang tv, tapi gak jadi soalnya Irene keburu manggil buat tetap di sini.

"Please, tidur disini aja. Temenin gue"

"Hmm, yaudah iya"

Mereka berdua berbaring sebelahan, tak ada yang berani buat ambil suara, mungkin juga kedua nya lagi sama-sama berperang sama isi kepala masing-masing, dan juga mungkin dengan degup jantung satu sama lain?

"Ada yang mau gue tanya, tapi lo jangan marah ya"

"Apa?" Suara Irene cukup pelan, entah mengapa sekarang suara di tenggorokannya enggan keluar dengan leluasa.

"Kenapa waktu itu lo nyium gue"

Aduh, suara cicak terdengar mendominasi kamar yang di isi dua orang sejak tadi, senyap kembali merayapi. Soalnya Irene agak cukup lama diam untuk menjawab pertanyaan yang menurut dia susah untuk di jawab.

Meski Wendy masih setia menunggu,

"Nevermind, gue doang yang kepikiran soal ini. Lo tidur deh, ntar siang gue masakin buat makan siang"

Ternyata udah hampir setengah jam menunggu, sepatah kata pun gak keluar di bibir wanita berambut panjang itu, bikin Wendy jadi jengkel sendiri.

Tapi gak lama dari itu, Irene malah bangkin dari posisi tidurnya, dan mendekat dengan perlahan ke arah Wendy yang masih berbaring. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah milik Wendy, mengelus pipi tirus nya sebelum benar-benar mendaratkan ciuman di bibirnya.

Sesekali ia menggigit bibir itu untuk mendapatkan balasan dan akses masuk ke rongga mulutnya, tapi ternyata enggak, Wendy sama sekali gak bergeming.

Karena merasa ciumannya di abaikan, Irene masih berusaha untuk menarik perhatian wanita itu, ia kini mencoba duduk diatas tubuh itu, seolah beberapa goresan dan memar di kakinya tak ada artinya. Kedua tangannya mencoba untuk melucuti beberapa kancing kemeja biru muda itu, dan sesekali menghisap kulit pucat Wendy.

Bagaimana dengan Wendy sekarang? Dia cuma bisa diam membeku sembari memejamkan matanya, isi kepalanya benar-benar kosong sekarang. Gak tau harus mikirin apa dan melakukan apa, tapi yang pasti Wendy gak suka sama perlakuan Irene yang seenaknya ke dia kayak gini.

"Stop, Rene.."

Irene mendadak tuli, lebih tepatnya gak mau dengar sepatah kata pun dari mulut wanita di bawahnya, tangannya yang sudah berhasil melepaskan kemeja itu dengan bebas, kini mulai mencoba meremas dua buah payudara yang masih terbungkus bra hitam, dengan brutal dia ciumin telinga wanita itu, sebab dia tau titik terlemah Wendy ada di sana.

Dan ya, benar sesuai dugaan, Wendy melengoskan desahan secara sepontan.

Meski otaknya menolak, tubuhnya ternyata bereaksi sebaliknya, sentuhan Irene, selamanya bakal terus ia terima. Dan sekarang ia merasa frustasi sama diri sendiri, lalu ia mencoba bangkit dari posisinya sekarang untuk segera membalikan keadaan. Terjadi lah, Irene di posisi bawah sekarang, dengan Wendy yang berhasil duduk di atasnya.

Dan seperti yang kita tau, sepasang mantan kekasih itu, kembali memadu cinta pada kasur yang tak terlalu besar ukurannya. Mereka berdua saling mencurahkan isi hati lewat sentuhan-sentuhan seksual yang mereka ciptakan, tanpa ragu dan takut lagi.

Dan tanpa mereka ketahui juga, kalau sejak tadi dering nontifikasi panggilan sejak tadi berdering di ponsel Wendy yang jatuh entah kemana.




Tbc.

Hard PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang