Semua orang bilang alkohol obat paling ampuh dari segala obat, terutama soal urusan hati. Wendy selalu percaya itu dan mengandalkan alkohol sejak remaja sebagai teman stressnya.
Masa remaja nya agak menyedihkan, dan bahkan dari kecil Wendy gak pernah punya kenangan apapun soal orang tua, yang ia tau sejak kecil dia cuma punya Ibu yang memilih menikah lagi, dan tanpa tau bagaimana rupa sang ayah. Hubungannya dengan sang Ibu juga gak baik-baik aja, apalagi saudara tirinya selalu merundung Wendy karena terlihat lebih cantik dan pintar dari segi akademik, hal kayak gitu yang bikin dia sering gak betah di rumah.
Tanpa sadar, Wendy tumbuh jadi remaja yang gak kenal takut di lingkungan luar rumah, teman-temannya banyak ada dimana-mana, bahkan siapa sih yang gak kenal Son Wendy? Siswa siswi dari sekolah tetangga juga ikut tau karena sangkin humbelnya dia bersosialisasi. Tapi ya gitu deh, pergaulannya jadi gak ke atur, semua hal Wendy cobain karena pengaruh ajakan teman-teman yang lebih tua, dari mulai rokok sampai alkohol, bahkan di tubuhnya Wendy punya satu tatto kecil dan banyak piercing di telinga kiri nya. Sampai-sampai urusan seksual, dari jaman Sma Wendy udah mulai eksplorasi sama perempuan.
Hingga di titik inilah, ia bertemu kekasih kesekian kali nya setelah banyak berkelana dari rumah ke rumah. Wendy ngerasa ada yang beda sama wanita ini, perempuan bernama Irene Bae itu bakal jadi rumah terakhir yang dia singgahi. Wendy beneran serius kali ini.
Semua hal terjadi secara lancar dan baik-baik saja, hubungan mereka gak banyak masalah di tahun pertama dan kedua karena Wendy sudah banyak pengalaman soal perempuan. Bahkan Wendy jadi orang yang paling sering ngalah, kadang dia sering ngertiin kemauan Irene yang kadang posesif dan di luar nalar. Maklum, Irene anaknya agak ansos dan gak terlalu suka lihat karakter social butterfly pacarnya itu. Mau gak mau, Wendy harus berubah dong meski sulit?
Beneran kok, Wendy bisa wujudin semua itu satu persatu,
yang gak bisa Wendy wujudin itu soal kedekatannya dengan sahabat karibnya sendiri, yang sadar gak sadar sering bikin mereka jadi berantem. Irene sangat gak suka sama sosok Seulgi yang gak kalah posesifnya sama Wendy.
Posesif disini bukan dalam artian cinta ya? Lebih ke Seulgi gak suka lihat Wendy nangis karena Irene, ya kadang mau gimana, namanya hubungan pasti gak selamanya mulus, pasti ada berantemnya, dan tiap berantem pasti Wendy cerita nya ke Seulgi. Dan di setiap cerita-cerita itu pasti Seulgi bakal chat Irene nyoba buat nasehati atau bahkan ngebela temennya, justru Irene muak sama hal itu, dia muak lihat orang lain ikut campur sama hubungan yang harusnya di jalani dua orang, bukan tiga.
Tapi Wendy tetep bebal sama pendiriannya, gak ada satupun orang yang bisa misahin dia sama Seulgi terkecuali maut, gitu sih katanya. Wendy ngerasa kalau dia dan Seulgi udah kenal lebih dulu dibanding sang kekasih, pertemanan mereka gak bisa di ukur dan diganti sama apapun, mau gak mau Irene harus nyoba ngertiin kan? Irene lama-lama juga bisa ngerti kok walau susah dan kadang rasanya jadi orang ketiga di prioritas hidup pacarnya itu.
"Kamu mau kemana, Wen?" tanya Irene dengan mata berkaca-kaca menahan tangis akibat perdebatan kecil mereka yang biasa akan menjadi besar dengan pergi nya Wendy.
"Gak bisa, aku gak bisa disini. Aku mau minum sama Seulgi, aku udah capek kamu salah-salahin terus.."
Bener kan? Pasti Wendy bakal tetap pergi sekeras apapun Irene nyoba nahan, keinginan buat minum-minum di tengah pertengkaran mereka jauh lebih gede ketimbang bicarain masalah dengan kepala dingin.
Tapi ya gimana, kepala dingin yang di maksud Irene juga gabisa di terima Wendy gitu aja, toh dia bakal ceramahin habis-habisan berjam-jam cuma dengerin Irene ngomel, Wendy itu gak suka di kekang apalagi di salah-salahin, dia di besarin tanpa kasih sayang yang kadang omongan ceramah dari yang lebih tua bikin dia ngerasa di benci.
Padahal kan gak gitu, Irene ngomel karena dia sayang. Irene suka ngobrol meski pendiam, dari kecil dia terbiasa di ajak komunikasi sama almarhum ibunya, komunikasi yang baik itu bikin dia terlahir jadi orang yang jujur sama perasaan sendiri, makanya kadang sangkin jujurnya dia berekspresi dengan kata-kata, orang-orang nganggap Irene nyebelin karena omongannya nyakitin. Tapi Wendy mirip sama kebanyakan orang yang salah menilai dia, Wendy gak pernah mau mengerti maksud dan isi hatinya.
"Please, kali ini aja dirumah sama aku, ayo kita obrolin sayang" pinta yang lebih tua lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
"Rene, aku lagi benci sama kamu, sama omongan papi mu itu tentang aku. Kamu gak pikirin perasaan aku di kata-katain ngerusak masa depan mu apa? Mentang-mentang aku di besarin tanpa sosok orang tua bukan berarti beliau bisa ngatain aku seenaknya, yang suka perempuan kan kamu, yang pengen jadi designer kan kamu, kenapa jadi aku yang di bawa-bawa! Kamu kira aku gak capek apa selalu di terror dari telfon sampe ngirim barang-barang aneh ke kerjaanku? Berharap apasih, biar aku ninggalin kamu gitu?"
Irene total bungkam, jujur dia gak tau papi nya udah bergerak sejauh ini buat ngejauhin mereka sampai segitunya nyelakai Wendy, Irene benci denger fakta itu. Dia juga menyesali kenapa dia gak pernah nyari tau alasan kenapa akhir-akhir ini Wendy agak menghindari dia dan lebih banyak diam di rumah, gak seharusnya Irene marah-marah duluan dan nuntut Wendy banyak hal tanpa cari tau.
"Awal-awal emang aku gak akan goyah, dan ninggalin kamu gitu aja, lima tahun Rene.. Dan setelah semua ini, kamu berharap aku ngertiin posisi kamu? Jangan egois, aku gak bisa pretend to be okay di depan kamu terus, aku butuh alkohol buat nenangin diri dulu"
Gak ada yang lebih sakit dari kata-kata egois barusan, Irene emang salah, bahkan perlakuan Ayahnya itu gak seharusnya ada, itu semua salah Irene gak bisa jagain keselamatan dan keamanan Wendy dengan benar. Tapi apa iya, Irene salah soal mencintai sesama gendernya? Irene cuma manusia biasa yang bisa jatuh cinta, dan dia gak pernah nyesel kalau orang tersebut Wendy.
Irene nangis sejadi-jadinya karena udah gak kuat, bingung mau jelasin dari mana. Dari tahun lalu, ayahnya emang udah ngancem buat cari tau siapa pacarnya waktu ketauan punya hubungan terlarang, dan dia gak nyangka efeknya akan separah ini ke hubungan mereka.
Dan yang lebih parahnya lagi, udah dua kali dia nurutin kemauan sang ayah untuk ke dukun karena merasa sang anak kerasukan setan, tapi hasilnya nihil. Gak ada yang bisa buktiin kalau Irene bisa sembuh dari seksualitasnya, meskipun sang Ayah gak nyerah gitu aja. Bahkan baru-baru ini ayahnya selalu maksa dia buat ketemu sama lelaki anak temennya, buat di jodohin.
Hal itu bikin Irene stress kepalang, rasanya mau mati aja berada yang sulit kayak gini. Irene udah berusaha semaksimal mungkin buat mempertahankan hubungan mereka, dan rela ngelakuin semua kemauan ayahnya biar Wendy gak kena dampaknya, tapi sialnya Wendy masih aja tega bilang kalau dia egois.
Wendy natap sang kekasih yang sedang menangis terisak dengan tatapan kosong, kepalanya udah mau pecah sekarang tapi dia juga gak bisa bereaksi apa-apa. Jujur dia agak capek sama hubungannya yang akhir-akhir ini lagi di timpa banyak masalah, Wendy butuh alkohol dan Seulgi sebentar aja untuk bisa bernafas dari dada yang terasa sesak bak di hantam beban berat.
Cuma Seulgi yang bisa ngertiin dia, dan ngasih solusi, begitu pikirnya.
"Kalau kamu pergi, aku juga bakal pergi dari sini.."
"Gak usah ngancem, aku udah gak perduli"
Perkataan yang akan sangat di sesali itu keluar begitu saja tanpa beban, seiring dengan tubuhnya yang benar-benar menghilang dari balik pintu rumah mereka.
Tbc.
