Perkataan Seulgi tempo hari bikin Irene jadi kepikiran, ia menatap dinding butik yang baru aja di tutup ini, soalnya langit udah keburu gelap, bahkan dalam hitungan jam sang rembulan bakal tergantikan fajar.
Irene meraba tiap polesan cat putih pada dinding itu, teringat akan beberapa tahun lalu saat dia dan wanitanya mememoles tembok polos ini dengan cat, betapa bahagia nya mereka dulu dalam membangun butik ini dengan harapan bisa menopang ekonomi keduanya, sebab mereka hidup di satu atap yang sama.
Ia tersenyum miris tatkala khayalannya balik pada kenyataan. Sudah seharusnya kejadian di masalalu di kubur dalam-dalam bukan?
Irene ingat, sekarang dia sudah punya manusia kecil yang menjadi tanggung jawabnya yang harus dia besarkan dengan penuh cinta kasih. Anaknya tak boleh haus kasih sayang, ia gak mau apa yang ia rasakan sejak kecil hidup tanpa sosok ibu bikin anaknya menderita. Irene berjanji pada dirinya sendiri untuk bahagia dengan apa adanya tanpa bantuan orang lain.
Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu membereskan laptop dan peralatan kerjanya, dan bersiap untuk pulang.
By the way, semenjak anaknya lahir kedunia, Irene memilih resign dari kerjaannya. Ia memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga dan berniat fokus untuk mengurus si bayi hingga bersekolah, barulah ia mulai bekerja lagi. Tapi semenjak suatu kejadian terjadi dalam rumah tangga nya, ia pun mau gak mau melanjutkan butik ini lagi sebagai mata pencaharian dan sumber keuangan. Toh dia tetap butuh duit untuk beli popok dan susu bayinya.
Sebab dia udah gak bisa bergantung lagi ke sang Ayah, mereka sudah lama memutuskan hubungan keluarga semenjak beberapa tahun kebelakang.
Irene mengemas barangnya, dan memasukannya ke kursi belakang mobilnya. Sebelum benar-benar pergi dari butik, entah kenapa dia merasa ingin singgah ke supermarket di sebrang jalan yang bisa di jangkau dengan berjalan kaki, lagi pula dia cukup malas harus putar balik dan cari tempat parkir.
Disini lah dia, berjalan kaki menikmati udara malam Seoul yang tak pernah sepi dengan hiruk pikuk manusia.
Hingga sampai lah kedua kaki mungil itu membawanya ke salah satu supermarket yang buka 24 jam.
Irene berdiri diantara rak pempres dan susu. Persediaan susu anaknya udah mau habis, makanya dia buru-buru buat singgah dulu biar ada stock beberapa hari kedepan. Dan gak lupa dia ambil satu pack berisi potongan buat dan yogurt plain untuk nya sendiri. Makan di tengah malam begini lumayan bahaya buat berat badannya. Irene agak picky perihal makanan yang masuk ke tubuh.
Lagian buat jaga badan pasca melahirkan itu lumayan sulit buat semua wanita.
Irene berdiri diantara antrean yang hendak membayar ke kasir, ada sekitar tiga orang sebelum dirinya di antrian.
Hingga tiba lah satu antrian lagi di depannya, yang tiba-tiba mengalami keributan akibat salah satu lelaki mabuk yang menerobos.
"Yah, ini giliran gue!" Teriak wanita berambut panjang di depannya dengan sedikit emosi, sementara cowok di depannya cukup cuek dan tak perduli sedikit pun. Lelaki itu menyerobot untuk membayar beberapa botol soju di tangannya, bikin orang-orang di sekitar mereka mendelikan mata. Tapi yang namanya orang mabuk udah gak perduli yaaa. Dia melenggang gitu aja.
Irene seperti kenal sama suara familiar itu pun mencoba mencari wajah yang tertutup topi hitam itu, meski rambutnya ia biarkan tergerai dengan indah dengan warna brunette.
Wanita itu beranjak pergi dengan perasaan yang masih kesal menyelimuti, sementara Irene buru-buru membayar belanjaannya, ia gigit bibir bawahnya yang menandakan kalau dia sedang gugup sekarang.
Irene berdoa, semoga setelah belanjaannya selesai, wanita itu belum beranjak terlalu jauh.
Bener aja, waktu Irene berhasil setengah berlari keluar. Ia mengedarkan seluruh pandangannya dan melihat sosok wanita itu sedang berdiri di halte, mungkin menunggu bis.