Algo contigo

113 14 5
                                    

Taeyeon melihat arlojinya berulang kali, dari tadi dia mondar-mandir di ruangannya mengelilingi sofa, kebiasaan kecil dia kalau lagi panik.

Lima belas menit lagi waktunya buat dia kasih pidato pembukaan, di aula udah ada ratusan orang yang hadir yang berisi sejumlah karyawan yang akan bekerja di perusahaan ini dan juga puluhan kolega dari perusahaan lain yang menjalin mitra baik dengan mereka.

Gimana Taeyeon gak gugup coba, ini pertama kalinya dia harus speech secara formal di depan banyak orang, apalagi ini mewakili perusahaannya, seluruh citra udah terpondasi dari ucapan Taeyeon nanti.

Tapi bukan itu doang yang bikin pikirannya berkecamuk, masalahnya ada di wanitanya yang gak kunjung muncul. Dari kemarin seharian Wendy gak ada kabarnya, bahkan ponselnya mati total. Taeyeon gak bisa diam kayak gini, hati kecilnya terlalu khawatir, di tambah lagi kalau wanita yang lebih muda itu udah janji bakal nemenin dia buat speech nanti. Momen terpenting di sepanjang hidupnya bakal rusak gitu aja?

Ya enggak sih, gimana pun kehidupan harus berjalan sesuai urutan yang semesta berikan. Sekarang Jessica masuk keruangannya gitu aja tanpa ketuk pintu.

"Sorry bu, semua orang udah nyariin. Mau kita mulai sekarang?" ucapnya yang terdengar profesional, Jessica agak malas kalau lihat bos nya kayak begini, gak bisa rasional soal kerjaan.

"Tapi.."

Belum sempat Taeyeon ngelanjutin, Jessica lebih dulu motong pembicaraannya.

"Saya gak perduli seberapa bucinnya kamu sama dia, tapi yang pasti kalau kamu gak mulai sekarang, berapa ribu orang yang bakal kehilangan pekerjaan karena project ini gagal? Orang-orang gak perduli sama pacarmu yang gak ada kabar itu, tapi kalau kamu sampai gak perduliin orang lain karena mikirin dia? Saya gak ngerti lagi.. Mending saya resign aja dari sekarang" ucapnya kesal, dia udah gak perduli lagi sama posisi atasan bawahan, mental kayak Taeyeon ini harus di buang jauh-jauh dari dunia bisnis yang kejam.

Jessica udah ngerahin seluruh waktu dan tenaganya buat project ini, bahkan gak jarang dia kurang tidur buat ngelarin beberapa tugas yang seharusnya bukan jobdesc dia, bukannya ngeluh yaa. Tapi lihat atasan lo yang plin plan kayak gini karena urusan cinta apa gak emosi? Toh garis final udah di depan mata, beliau tinggal potong pita biar semua karyawan bisa mulai kerja.

Taeyeon menghela nafas agak panjang, ia mengangguk pelan meski kata-kata tadi mampu bikin dia sakit hati,

"Yauda, ayo kita mulai" katanya mantap sembari keluar dari ruangan.











Di sisi lain,





Dua manusia yang saling berpelukan tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka, kini saling mengatur nafas karena habis memadu cinta. Tiap hari, tiap detik gak akan ada kata bosan buat lakuin aktivitas sensual kayak sekarang, walaupun udah tiga hari berturut-turut Irene nginap di apart milik Wendy, rasanya dia tetap gak bakal bisa puas buat ngehirup aroma keringat wanita yang lebih muda itu.

Mereka sedikit bercanda sambil ngobrol beberapa hal yang remeh temeh, sampai ke hal yang serius, yang orang lain sebut sebagai pillow talk. Irene ngerasa kebiasaan lama yang sering mereka lakuin dulu balik lagi, bikin Irene ngerasa makin attached ke wanita ini, meski sempat terpisah beberapa tahun dengan kisah pahit.

"Aku gak bohong, kamu makin cantik sekarang" ucap Irene yang berbisik di telinga Wendy, sementara yang di bisikin cuma bisa tersenyum geli karena suara tadi lumayan menggelitik di telinganya, bahkan nafas Irene yang berat berhasil nyapu seluruh permukaan lehernya.

Ia mengelus punggung mulus Irene dengan lembut, sejak tadi dia cuma dengerin ocehan panjang Irene seputar butik, toko mereka udah mulai beroprasi sejak kemarin, jadi tentu aja banyak kejadian yang terjadi dari seputar pelanggan yang tingkah nya susah di prediksi, dengerin cerita unik-unik itu bikin Wendy jadi senyam-senyum sendiri.

"Kamu bahagia gak, sayang?"

Irene menata Wendy yang mengucapkat sepatah kalimat tadi, dia gak nyangka sama sikap Wendy yang selalu bertanya soal 'bahagia' padanya akhir-akhir ini.

"Bahagia tentu aja, gak ada yang bisa gantiin rasa bahagia ini dengan apapun, Wen. Makasih ya?" Irene menciumi pipi tirus itu berkali-kali, bikin Wendy jadi menghindar karena geli.

Mereka berdua tertawa satu sama lain sama tingkah mereka sendiri, lucu juga yaa dalam keadaan yang udah berubah kayak sekarang mereka masih bisa pacaran ala anak baru gede?

"Kadang aku mikir, gimana yaa lucunya kalau suatu saat nanti kita adopsi anak. Kita tinggal di negara lain yang mungkin legalin nikah segender, terus punya rumah kecil di pinggir kota yang lumayan asri lingkungannya"

Wendy mulai merancaukan khayalan bodohnya, ia tersenyum dengan sumringah bikin Irene jadi tertegun sendiri lihat senyuman itu. Seolah Wendy orang paling bahagia.

"Oh ya? Emang kamu rencana punya anak berapa? Terus nanti mau kerja apa? Kan kita belum tentu bisa survive" ucap Irene menanggapi,

Wendy mulai mencium kening wanitanya, ia elus pucuk kepala Irene sebelum melanjutkan obrolannya.

"Aku sih cukup satu ya, kalau banyak takut nanti cintaku jadi ke bagi-bagi. Ntar kamu buka butik lagi disana, aku nya pengen buka kedai kopi kecil gitu, itung-itung nambah penghasilan kita. Kan gak sesibuk kerja kantoran, aku bisa bantu-bantu kamu urus anak juga"

Duh, rancauan Wendy barusan entah kenapa bikin dada Irene berdesir, dia gak sanggup bayangin hal-hal yang tentunya susah tercapai, keadaan terlalu kejam buat orang seperti mereka. Dalam lubuk hati kecilnya bertanya-tanya, apa benar ada tempat yang bisa menerima manusia menyimpang dengan baik? Apa orang-orang bisa menerima mereka untuk berbaur di lingkungan sekitar? Makin di bayangi bikin Irene jadi takut sendiri.

"Kamu kenapa diem aja, sayang? Aku ada salah ngomong ya?" tanya Wendy agak khawatir, lihat air muka Irene yang tegang begitu bikin dia jadi ngerasa bersalah ngomongin perihal masa depan ini.

"Enggak kok, aku gapapa. Kamu gak jadi pulang hari ini? Bukannya udah beli tiket ya?"

Pertanyaan tadi tentunya untuk mengalihkan pembicaraan, entah Wendy peka atau enggak, yang pasti dia juga gak nyaman sama pertanyaan barusan.

"Kamu mau aku balik sekarang?"

"Aku cuma nanya, sayang. Aku cuma pengen mastiin kamu gak dicurigai aja nantinya" Irene mencoba berkata dengan nada selembut mungkin, biar Wendy gak makin salah paham sama maksudnya dia.

"Hahahaha jago banget ngelesnya"

"Apasih, Wen. Aku lagi gak pengen kita berantem ya?"

"Terus kamu pikir aku mau? Aku jauh-jauh loh kesini buat temuin kamu, buat nuntasin rasa kangen kamu biar kita bisa quality time bareng, yakali aku mau berantem"

Irene menghela nafasnya untuk kesekian kalinya, dia gak suka kalau lihat Wendy kayak gini, mulain nunjukin sisi egoisnya tanpa mikirin kondisi mereka.

"Please, Sayang.. Jangan egois dulu yaa? Aku cuma pengen kita berdua bisa bareng-bareng dengan keadaan aman doang"

Bukan Wendy namanya kalau gak gampang kepancing emosi, di sisi nya dia kan juga ngerasa udah berkorban banyak demi bisa ketemu, dan tentunya untuk perselingkuhan ini.

"Gini ya, aku udah jauh-jauh kesini karena kamu marah dan block semua akses, Rene. Aku sampai disini dengan bohongin pasanganku sendiri karena aku khawatir sama kamu, aku cari sejuta alasan, sampai ngelibatin Seulgi yang gak tau apa-apa tentang kita. Bukannya waktu itu kamu yang ngomong ya kalau pengen seharian bareng aku tanpa gangguan orang lain? Ini udah aku matiin total dari kemarin malam, cuma buat kamu"

Ucap Wendy sembari menunjuk ponsel yang ternyata memang mati, yang ia letakan di nakas begitu saja.

Irene diam, dia gak tau mau ngomong apa. Toh nanggepin omongan Wendy cuma bakal nyakitin mereka lagi kedepannya, dia gak mau kehilangan wanita itu lagi di hidupnya cuma karena pertengkaran receh kayak gini.

Tapi sejujurnya dia juga gak bisa bohong kalau dia sakit hati perihal kata-kata 'pasanganku' di atas. Emangnya Wendy mau nunjukin keseluruh dunia kalau dia cuma orang asing, yang orang sebut sebagai wanita penggoda di hubungan nyata Wendy dan Taeyeon? Sinting.

Makin lihat wanita ini diam, makin lah emosi itu bergejolak. Wendy udah gak kuat, dia pengen misuh-misuh aja sekarang.

"Kamu serius gaksih samaku sebenernya?" tanya kemudian yang bikin Irene telak bungkam.








TBC.

Hard PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang