Defenisi masih cinta namun saling pergi cocok buat mereka berdua. Kepulangan dari gathering kemarin bikin keduanya jadi banyak diem, bahkan gak lagi saling kirim pesan meski di hari-hari sebelumnya kegiatan itu sempat terjadi.Banyak hal yang terjadi setelah kepergian Wendy dari pulau itu, perkataan terakhir dari wanita yang pernah mengisi masa lalunya itu ternyata berdampak cukup besar dalam hidupnya.
"Kak, aku mau pindah mulai besok, gapapa kan?" Wendy menimbang-nimbang nada bicaranya, takut Taeyeon salah paham, soalnya udah beberapa hari ini Wendy diemin wanita itu karena ngerasa bersalah soal mainin perasaan dia.
Taeyeon yang semula duduk anteng di pinggiran kasur sembari membuka ipadnya, kini mendengakan kepalanya ke arah yang lagi ngomong, raut wajahnya serius bahkan terlihat kerutan diantara kedua alisnya.
"Kenapa?"
Satu pertanyaan singkat yang terlontar dari mulut yang lebih tua, dia sudah menebak dari awal bahwa kesalahan besar membiarkan Wendy sendiri di pulau dengan masa lalu gadis itu, Taeyeon sadar akan terjadi sesuatu yang besar dari kedua sejoli.
"Gapapa, aku pengen mulai hal baru di tempat itu kak. Sayang juga udah di beli dari bulan lalu tapi gak di tempati, aku juga gak enak sama kamu karena bergantung terus-terusan kayak gini"
"Irene kan?"
Perkataan barusan bikin Wendy telak bungkam. Dia gak nyangka kalau Taeyeon paham kenapa alasan sikapnya berubah setelah pulang kemarin. Iyasih, semenjak balik dari acara, Wendy lebih banyak diam dan minta tidur di kamar sebelah, kadang juga kalau pergi ngantor pengennya pergi sendiri, gak mau lagi di supirin Taeyeon, bahkan dia nolak waktu di tawari pakai jasa supir, dan yang bikin Taeyeon ngeh itu, kalo gak sengaja papasan di kantor pasti mata Wendy suka bengkak kayak abis nangis.
Taeyeon gak tau harus berbuat apa, karena dia gak punya sedikit pun hak buat maksa gadis itu untuk cerita, toh manusianya juga selalu berusaha menghindar. Perlakuan Wendy ke dia selama beberapa hari ini bikin dia muak.
"Pergi aja kalau emang pengen banget, kamu gak harus ngehindarin aku terus. Dan kalau emang gak nyaman sama perasaanku dari awal, kamu gak harus pura-pura ngalah meski aku bos mu. Sakit sih, tapi yaudah. Kita juga bukan apa-apa" kata-kata Taeyeon keluar gitu aja tanpa filter, bahkan dia santai banget ngomongnya sambil sedikit ketawa, miris.
"Sorry kak.. Aku gak maksud.."
Belum sempat Wendy selesai ngomong, Taeyeon berdiri dari posisi duduknya.
"Kalau gak ada lagi yang mau di omongin, aku mau tidur. Besok Pak Jisung bakal bantuin kamu pindahan, sorry aku gak bisa bantuin karena harus ke LA besok pagi" ucapnya dengan nada agak dingin, tangan nya ia arahkan tepat di depan pintu seolah mempersilahkan lawan bicaranya keluar dari kamar itu.
...
Rumah baru?
Wendy juga gak tau lagi apa itu defenisi rumah buat dia. Tempat bernaung? Tempat berpulang? Gak ada lagi yang bisa menggambarkan hal diatas. Yang dia tau, apartemen kecil ini cukup untuk tempat dia bersembunyi dari semua hal, termasuk Irene dan Taeyeon.
Kosong, hatinya bener-bener kosong melompong sekarang, mirip kayak kondisi ruangan ini yang cuma ke isi sama beberapa barang, hanya ada satu kasur dan sebuah sofa kecil di ruang tamu, apartemen baru ini udah dua bulan nganggur tanpa di isi sama perabotan. Soalnya selama tinggal bareng Bu bos nya itu, Wendy gak lagi kepikiran hal lain, selain kerjaannya. Taeyeon ngetreat dirinya dengan amat sangat baik, makanya gak aneh kalau Wendy sempat lupa kalau udah beli apartemen ini.
Duh, jadi kangen kan?
Wendy menatap layar ponselnya yang ternyata kosong tanpa ada lagi pop up pesan masuk dari Kakak kesayangannya itu, agak lama ia pandangi layar itu, kadang dia juga buka room chat mereka yang kalau di scroll itu udah ada ribuan bubble chat, sesekali dia senyum-senyum sendiri waktu baca ulang isi chat tadi.
Kok kayak ada potongan puzzle yang hilang ya? Tanpa kabar dari yang lebih tua bikin harinya kerasa lebih suram dari biasa.
Buru-buru ia acak muka nya itu, terlalu pusing mikirin semuanya. Mikirin langkah yang dia ambil untuk pergi dari hidup Taeyeon itu benar adanya atau enggak? Kepikiran juga sama kata-kata Irene terakhir soal gak pantas nempatin Taeyeon di posisi ambigu, toh dia yang gak berani memulai hubungan serius karena masih trauma.
Tapi Irene gak sepenuhnya salah, perihal Taeyeon berhak dapetin kebahagiaan lain tanpa nungguin dia selesai sama semua masalah mereka. Makanya, disinilah dia berdiri, di apartemen yang kerasa sunyi tanpa hiruk pikuk suara Wanita yang lebih tua di setiap harinya lagi.
Wendy mulai membuka salah satu kopernya, menyusun satu persatu baju miliknya diatas kasur berukuran double bed itu, sembari memikirkan langkah apa yang harus dia mulai pertama?
Mungkin ngeblokir nomor Irene untuk pertama kali nya lagi ide yang bagus. Wendy udah janji buat ngejauhin dua orang itu biar gak menyakiti siapapun lagi kedepannya.
Suasana kehidupan di kantor berjalan seperti biasanya, semua orang pasti sibuk sama kerjaan masing-masing, begitu juga dengan Wendy yang pagi-pagi gini udah berkutat serius sama komputer di mejanya. Kerjaannya numpuk, soalnya abis di tinggal lima hari pergi gathering, gak ada yang bisa gantiin juga, Toh sang CEO gak suka karyawan di perusahaannya lalai soal jobdesk masing-masing.
Tadi pagi, tepatnya pukul delapan pagi waktu Wendy berhasil nginjakin kaki nya lagi di kantor nya, dia gak sengaja papasan sama Taeyeon yang juga kebetulan baru keluar dari ruangannya, wajahnya agak berantakan kayak orang yang kurang tidur. Jujur bikin Wendy khawatir sama wanita itu.
"Selamat pagi Bu" sapa Wendy dengan senyum yang di paksakan, soalnya masih rada awkward bicara lagi setelah gak ketemu selama dua hari, toh waktu pamit kemarin keadaan mereka bisa di bilang baik-baik aja. Terbukti dengan respon Taeyeon barusan yang cuma jawab dia dengan anggukan seadanya.
"Belum pulang ya? Mau di beliin sarapan dulu ga?" tawarnya mencoba memberi perhatian, tapi tetep aja Taeyeon merespon dengan cuek. Maklum dia lagi capek banget karena lembur semalaman.
"No, Thanks btw. Saya buru-buru mau ke bandara juga. Kerjaan kamu tolong taruh di meja saya aja, ntar sekretasis saya yang periksa semuanya"
Taeyeon berlalu gitu aja ninggalin Wendy yang bengong kayak patung, sedikit malu juga karena baru pertama kali dia ngerasa di tolak begini.
Tapi gak lama kemudian dia tetap ngelanjuti jalan ke meja kerjanya, soalnya banyak kerjaan yang numpuk buat di ajak perang. Meskipun di dalam kepala nya masih ada satu pertanyaan yang menganggu pikiran, sejak kapan Taeyeon mulai punya sekretaris?
Mungkin aja gaksih Taeyeon udah gak butuh kinerja Wendy lagi buat jadi tangan kanannya? Mikirin semua itu bikin dia jadi sedih sendiri.
Tbc.