Gagal sudah pelarian Arana terakhir kali. Sejak hari itu, tidak sedikit pun Nando meninggalkan budak seksnya. Sampai-sampai dia rela membawa pekerjaannya ke dalam kamar tempat Arana kian meringkuk. Perempuan muda tersebut sudah sangat mirip seperti mayat hidup.
"Aku gak mau hidup di sini selamanya," gumam Arana meracau dalam tidurnya.
Hukuman yang Nando berikan tempo hari cukup menghantam sisa kewarasan yang Arana jaga mati-matian. Kekhawatiran dara cantik itu mengenai Grizzel juga makin memuncak. Mengingat kondisi sahabatnya terakhir kali pun tidak baik-baik saja.
Seluruh kejadian menyakitkan yang menimpanya selama ini sampai terbawa ke alam bawah sadar Arana. Kesehatannya juga makin memburuk. Seringkali dia pingsan tiba-tiba. Dan Nando sama sekali tidak mau menghubungi dokter.
Dia agak truth issue mengingat Grizzel menggunakan celah dari kedatangan seorang dokter untuk membawa Arana kabur.
"Cukup suruh dokter itu lakukan diagnosis dari jarak jauh lalu resepkan obat-obatannya. Dia tidak perlu datang kemari karena saya tidak suka ada orang asing masuk kemari," perintah Nando sangat jelas.
Obat-obatan tersebut berhasil memulihkan kesehatan Arana, tapi pagi itu ....
Arana mendadak muntah-muntah hebat. Nando yang sedang menelpon di luar bergegas menutup panggilannya. Sesampainya di dalam dia tidak menemukan Arana sama sekali. Dia terpikir akan menavigasikan langkah menuju kamar mandi.
Semenjak kesehatan Arana memburuk dan gadis itu sudah tidak berdaya sama sekali di ranjangnya, Nando memindahkan sang adik ke kamar tidurnya semula.
Dengan rambut yang terurai berantakan, Arana membungkuk tepat di depan closet. Memuntahkan sesuatu yang berasal dari perutnya. Cairan bening terus menerus keluar.
Bayangan Nando yang terpantul di ubin jelas merebut atensi Arana. Hanya dengan sedikit menoleh ke samping, Arana tahu siapa yang datang. Namun, dia tak mempedulikan pria bejat tersebut.
Pria yang minim empati itu mendecakkan lidahnya. Susah sekali mengendalikan gadis satu ini. Sudah tahu kondisinya sedang tidak sehat masih saja keras kepala tidak mau meminum obatnya.
"Muntahkan semuanya. Jangan ditahan. Setelah itu minum obat! Kakak gak akan mentolerasi penolakan kamu kali ini ...."
Meski berdecak kesal, tangannya masih saja cekatan memijat tengkuk Arana. Berharap mual itu sedikit berkurang.
Akibat terlalu lemas Arana membiarkan saja pria itu bersikap sok pahlawan. Kemudian dia menuntun Arana ke ranjang juga menyuruh seseorang membuatkan secangkir teh hangat tanpa gula. Dalam kondisi sakit begini sang adik harus menurut.
"Tetap di sini. Jangan kemana-mana sampai kakak datang!" Mendadak Nando meninggalkannya sendirian. Entah apa yang hendak pria itu lakukan di luar sana.
Tidak lama selepas si kakak tiri keluar kamar, orang yang Nando suruh membuatkan teh muncul. Arana sama sekali tidak peduli pada teh hangat tersebut.
Perhatiannya tertuju pada kalender kecil yang terletak di atas meja. Tanggal delapan belas. Harusnya dia sudah datang bulan, tapi kenapa bercak merah itu belum muncul juga.
"Ini gak mungkin. Aku pasti salah," racau Arana merasa ketakutan dengan pikirannya sendiri.
Arana kontan bangkit dari tidur. Walau sedikit pusing serta lemas, dia tetap memaksakan diri berjalan menuju nakas demi mengambil sebuah benda. Alat tes yang selalu Nando tunjukkan untuk menakut-nakutinya.
Dengan perasaan berat hati, Arana mencoba alat itu. Masih sempat dia membaca cara kerja benda panjang semacam stik. Untuk pertama kalinya Arana menggunakan alat ini di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun.
"Aku gak mungkin hamil kan?" Masih memejamkan mata, Arana bertanya-tanya dalam hati. Semoga firasatnya seratus persen salah.
Bahkan testpack itu masih tergenggam di tangannya. Arana sangat takut melihat hasilnya. Namun, kalau begini terus mau sampai kapan dia merasa ketakutan sendiri padahal bisa saja dia terlambat menstruasi karena stres berkepanjangan.
Belum sempat melihat hasilnya kedatangan seseorang mengejutkan Arana. Mengakibatkan testpack itu terjatuh ke lantai memperlihatkan garis dua merah di sana.
Dan Nando melihat itu. Dia menatap alas tes kehamilan tersebut seksama. Senyum culasnya muncul. Setelah puas memandangi muka shock Arana. Nando lekas memutus jarak. Sungguh dia tidak tahu ini yang Arana lakukan di belakangnya.
Tanpa bersuara Nando mendekat. Kedua tangannya berada di belakang. Wajahnya sedikit maju demi melihat benda yang berada di tangan Arana. Senyum sumringahnya terulas semakin lebar.
"Seharusnya kamu bahagia." Tiga kalimat itu berhasil menarik atensi Arana. Lantaran terkejut, Arana sampai menjatuhkan testpack yang berada di genggaman jarinya. "Bukannya kamu yang menginginkan dia hadir diantara kita?"
Arana merinding mendengar ucapan pria ini. Siapa yang menginginkan bayi itu? Dia bahkan tidak mengharapkan takdir seperti ini.
"Apakah kita perlu memberitahu Ayah dan Ibu? Kalau sebentar lagi mereka akan kedatangan anggota keluarga baru," bisik Nando tepat di telinga sang adik.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Lovers [21+]
Genç KurguDisakiti secara mental nyatanya jauh lebih mengenaskan daripada dilukai secara fisik. Namun, apa bedanya jika Arnando Delicio melakukan keduanya pada Arana. Dia menyakiti gadis itu, membuat mental sang adik jatuh-sejatuh-jatuhnya hanya karena satu k...